Berkata al-Állaamah Abdullah bin Husein bin Thahir Baálawiy rahimahullah:
وَكُلُّ قَوْلٍ يَحُثُّ عَلىَ مُحَرَّمٍ أَوْ يُفْتِرُ عَنْ وَاجِبٍ.
“Dan setiap ucapan yang mendorong (kepada perbuatan) yang diharamkan, atau memutuskan dari sebuah kewajiban.”
Imam Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata, ‘[Dan setiap ucapan] dan sekalipun separuh kata [yang mendorong] yaitu menganjurkan manusia [diatas perkara yang di haramkan] seperti membunuh seseorang yang memiliki suaka (jaminan keamanan) dari seorang muslim, atau seorang dzimmiy, atau kafir yang memiliki perjanjian damai. Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ أَعَانَ عَلىَ قَتْلِ مُؤْمِنٍ وَلَوْ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَكْتُوْبًا بَيْنَ عَيْنَيْهِ آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ
“Barangsiapa memberikan bantuan untuk membunuh seorang mukmin walaupun dengan separuh kata, maka dia akan datang pada hari kiamat seraya tertulis diantara kedua matanya, ‘Putus Asa Dari Rahmat Allah.”([1])
Dan contoh dari separuh kata adalah, dia mengatakan uqtul fulaanan (bunuhlah si Fulan) lalu dia mengatakan uq (bu…) faidah tersebut disebutkan oleh as-Syarqawi.
Dan Allah ﷻ berfirman,
وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلىَ الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan janganlah kalian saling tolong menolong diatas dosa dan permusuhan.” (QS. al-Maidah (5): 2)
Dan makna ta’aawun adalah mendorong untuk melakukannya.
[Atau memotong] yaitu memangkas [dari suatu kewajiban], Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ أَعَانَ عَلىَ مَعْصِيَةٍ وَلَوْ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ كَانَ شَرِيْكًا فِيْهَا
“Barangsiapa memberikan bantuan pada suatu kemaksiatan walau dengan separuh kata, maka dia telah turut serta di dalamnya (maksiat) tersebut.”([2])
Nabi ﷺ bersabda,
«مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى، كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا»
“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka ada untuknya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, yang demikian itu tidak akan mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun, dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka ada atasnya bagian dari dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, yang demikian itu tidak akan mengurangi bagian dari dosa-dosa mereka sedikitpun.”([3])
Nabi ﷺ juga bersabda,
«… وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ»
“Barangsiapa yang memberikan suatu contoh jalan hidup yang buruk, maka dia menanggung dosanya, dan dosa orang-orang yang melaksanakannya setelahnya, tanpa mengurangi sesuatupun dari dosa-dosa mereka.’([4])
(Diambil dari buku Kumpulan Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)
__________________________________
Footnote:
([1]) Dha’if Jiddan, HR. Ibnu Majah (2620), al-Baihaqiy (15643, 15646), at-Thabraniy (11102), Ibnu ‘Asaakir (VIII/232), didha’ifkan oleh al-Bushiry (III/122), al-Albaniy dalam al-Misykah (3483), ad-Dha’ifah (503)