Keyakinan-keyakinan salah yang dilakukan dengan tujuan menjaga bayi

 

 

  1. Perginya sebagian kaum wanita ke para pembuat jimat untuk meminta dibuatkan jimat pandangan, jimat perlindungan bagi anaknya dari hasad, dan gangguan. Dan jimat tersebut dikalungkan di anak-anak.

 

Terdapat juga kaum wanita yang pergi ke para pastur dan pendeta untuk menggantungkan salib pada anak-anak mereka. Maka ini semua termasuk perbuatan syirik.

 

Imam Ahmad telah mengeluarkan hadits dengan sanad shahih, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

«مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ»

 

“Barangsiapa menggantungkan jima, maka dia telah berbuat syirik.” ([1]) (Shahiih al-Jaami’, (6394))([2])

 

  1. Melakukan pentatoan anak-anak pada kepala-kepala, atau mata-mata kaki mereka. Agar si bayi hidup.([3])
  2. Memakaikan gelang-gelang kaki dari besi kepada anak-anak. Agar si bayi hidup.([4])
  3. Kaum wanita meminta-minta uang untuk si bayi dari tujuh orang yang kesemuanya bernama Muhammad. Agar si bayi hidup. ([5])
  4. Menaikkan anak ke atas punggung keledai dalam keadaan terbalik. Sementara orang-orang yang ada bertepuk tangan untuknya dengan ucapan mereka, ‘Wahai Abu ar-Roisy, insyaallah hidup – Wahai Abu ar-Roisy, insyaallah hidup.’([6])
  5. Mengasapi rumah-rumah, anak-anak laki-laki dan perempuan dengan kulit bawang, garam, biji saga rambat (abrus precatorius), tanaman beraroma dan lainnya.
  6. Menggantungkan jimat tapak lima, tanduk dan (tulang) ikan.([7])
  7. Ucapan salah seorang diantara mereka, ‘Nama Nabi yang akan menjaga dan melindunginya.’ saat mengkhawatirkan mata hasad terhadap anaknya.

Anda akan mendapati sebagian dari kaum wanita, jika dia melihat orang yang sedang melihat putranya, dan dia khawatir mata hasad, maka dia berkata, ‘Nama Nabi yang akan menjaga dan melidunginya.’ Dan ini adalah keyakinan yang batil. Dikarenakan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang beliau adalah makhluk Allah yang paling utama, tidak memiliki kuasa untuk memberikan manfaat kepada diri beliau tidak juga madharat.

 

Allah subhaanahuu wa ta’aalaa telah berfirman melalui lisan Nabi-Nya,

 

قُل لَّآ أَملِكُ لِنَفسِي نَفعًا وَلَا ضَرًّا

 

Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan… (QS. al-A’raaf (7): 188)

 

Allah subhaanahuu wa ta’aalaa juga berfirman,

 

قُل إِنِّي لَآ أَملِكُ لَكُم ضَرًّا وَلَا رَشَدًا ٢١

 

Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak Kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan. (QS. al-Jin (72): 21)([8])

 

  1. Keyakinan pada lilin dalam rangka mengetahui umur anak-anak.

 

Sebagian manusia, jika dilahirkan seorang anak untuk mereka, mereka memilihkan satu nama baginya dengan bertumpu pada sejumlah lilin. Kemudian mereka menyebutkan satu nama bagi setiap lilin. Kemudian lilin-lilin tersebut mereka nyalakan. Maka lilin mana saja yang mati, merekapun berpesimis terhadap namanya, dikarenakan usianya pendek. Jika mereka memberikan nama itu pada anak yang lahir, maka umurnya akan menjadi pendek, menurut klaim mereka.

 

Dan pendapat mereka akan jatuh pada lilin yang paling akhir menyalanya, dikarenakan usianya menjadi panjang, dan karenanyanya usia sang anak akan menjadi panjang pula, dan diapun diberi nama dengan namanya.

 

Maka apakah lilin tersebut mengetahui perkara ghaib?

 

Apakah benda mati mengetahui umur anak-anak Adam?

 

Dimanakah mereka terhadap firman Allah subhaanahuu wa ta’aalaa,

 

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُم لَا يَستَأخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَستَقدِمُونَ

 

Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu([9]); maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS. al-A’raaf (7): 34)

 

Maka ajal, telah diketahui, dan tertulis di lauhul mahfuuzh, dan tidak akan bertambah dan tidak berkurang.

 

Abu Nu’aim telah mengeluarkan hadits di dalam al-Hilyah dengan sanad shahih, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

«إِنَّ رَوْحَ الْقُدُسِ نَفَثَ فِي رُوعِيَ أَنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ أَجَلَهَا وَتَسْتَوْعِبَ رِزْقَهَا فَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ وَلَا يَحْمِلَنَّ أَحَدَكُمُ اسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ يَطْلُبَهُ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنَّ اللهَ لَا يُنَالُ مَا عِنْدَهُ إِلَّا بِطَاعَتِهِ»

 

“Sesungguhnya ruh qudus (Jibril) telah menghembuskan di dalam pikiranku bahwa satu jiwa tidak akan meninggal hingga ajalnya telah menjadi sempurna, dan rizqinya telah terpenuhi. Maka berbuat baguslah kalian di dalam mencari (rizqiy) dan janganlah kelambatan rizqiy membawa kalian untuk mencarinya dengan berbuat maksiat. Dikarenakan Allah, tidak akan bisa diraih apapun yang ada di sisi-Nya kecuali dengan ketaatan kepada-Nya.”([10])

 

Imam Muslim mengeluarkan hadits dari Ummu Habibah radhiyallaahu ‘anha, dia berkata, ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengarku, sementara aku berkata,

 

اللهُمَّ مَتِّعْنِي بِزَوْجِي رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَبِأَبِي أَبِي سُفْيَانَ، وَبِأَخِي مُعَاوِيَةَ، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّكِ سَأَلْتِ اللهَ لِآجَالٍ مَضْرُوبَةٍ، وَآثَارٍ مَوْطُوءَةٍ، وَأَرْزَاقٍ مَقْسُومَةٍ، لَا يُعَجِّلُ شَيْئًا مِنْهَا قَبْلَ حِلِّهِ، وَلَا يُؤَخِّرُ مِنْهَا شَيْئًا بَعْدَ حِلِّهِ، وَلَوْ سَأَلْتِ اللهَ أَنْ يُعَافِيَكِ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ، وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ لَكَانَ خَيْرًا لَكِ»

 

“Ya Allah, bahagiakanlah aku dengan suamiku, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dengan bapakku, Abu Sufyan, dengan saudaraku Mua’awiyah.’ Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Engkau telah memohon kepada Allah untuk ajal yang telah ditetapkan, dan jejak-jejak yang terinjak, serta rizqiy-rizqiy yang telah terbagi. Tidak akan mensegerakan sesuatu darinya sebelum masanya, dan tidak akan tertunda sesuatupun darinya setelah masanya. Dan seandainya Engkau memohon kepada Allah agar memberikan ‘afiyah kepadamu dari adzab neraka, dan adzab di dalam kubur, maka pastilah itu lebih baik bagimu.”([11])

 

  1. Penamaan anak-anak dengan nama-nama buruk agar anak tersebut hidup.

 

Sebagian kaum wanita, jika melahirkan lebih dari sekali, dan setiap kali kelahiran sang anak meninggal, maka mereka akan memberi nama anak-anak mereka dengan nama-nama jelek lagi buruk dengan keyakinan dari mereka bahwa yang demikian itu akan menjadi sebab hidupnya anak tersebut. Seperti mereka memberi nama, dengan nama Balba’, Ba’jar, Sharuba’, Ju’lash, atau Masyhut.

 

Dan ini termasuk perkara yang menjadikannya sebagai bahan olok-olokan, dan pelecehan pada pandangan anak-anak, dan orang dewasa. Lalu tumbuhlah dia diatas kerendahan, dan kehinaan. Dan ini adalah bagian dari khurafat sebagian kaum wanita.

 

Subhaanallaah, apa keterkaitan nama dengan kehidupan seorang anak, atau kematiannya? Sesungguhnya Allah telah mentaqdirkan usia, dan telah menentukan segala ajal. Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,

 

فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُم لَا يَستَأخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَستَقدِمُونَ ٣٤

 

… Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS. al-A’raaf (7): 34)

 

Al-Bukhari dan Muslim mengeluarkan hadits dari ‘Abdillah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

 

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ،

 

“Sesungguhnya salah seorang diantara kalian, penciptaannya telah dikumpulkan di dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam keadaan sebagai nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah semisal itu, kemudian menjadi mudhghah semisal itu, kemudian diutuslah malaikat lalu meniupkan padanya roh. Lalu diperintahkan menulis empat kalimat; dengan menulis rizqinya, ajalnya, amalnya, kesusahan dan kebahagiaannya.”([12])([13])

 

  1. Meletakkan cangkir besar yang penuh dengan air di sisi bayi yang telah dilahirkan, jika ibunya meninggalkannya seorang diri.([14])
  2. Menggantungkan jimat tertentu yang mengandung biji-bijian, garam, uang, tawas, gandum dan semacamnya, dengan persangkaan mereka bahwa ini akan melindungi dan menjaganya dari ‘ain dan hasad.
  3. Mengambil garam, dan sebagiannya dicampur dengan kunyit, dan sebagiannya dicampur dengan karat besi dan tembaga, lalu dicampur dengan sedikit wortel hitam. Memakaikan baju bagus kepada ibu si bayi, lalu dengannya dan dengan bayinya, mereka memutari keseluruhan rumah sementara si dukun bayi ada di hadapan mereka sambil menggendong si bayi, dan ada wanita lain berada di depan dukun bayi dengan membawa talam di dalamnya terdapat garam yang telah disebut, kemudian menebarkannya di dalam rumah ke kanan dan ke kiri. Dan di dalam talam tersebut juga terdapat sedikit bukhur yang dikhususkan untuk kelahiran. Dan mereka mengeklaim bahwa hal itu akan memberikan manfaat dari datangnya penyakit, kemalasan, penyakit ‘ain, gangguan jin, dan segala keburukan.([15])
  4. Jika seorang anak terkena kelumpuhan, maka mereka akan membawanya ke masjid dalam keadaan terikat selama tiga kali jum’at di dalam suatu ruang, agar orang yang pertama kali keluar dari masjid mengambil dan memintanya untuk menguraikan ikatannya.([16])
  5. Jika mata anak-anak mereka sakit, maka merekapun pergi ke pelita Sayyidah Nafisah untuk mencelaki mata-mata mereka dengan minyak pelita tersebut.

 

Syaikh as-Syahidiy berkata dalam rangka memberikan komentar terhadap bid’ah ini, ‘Kadang yang demikian itu akan menjadi sebab cacad dan kebutaan, dikarenakan minyak ini, telah lama berada di dalam pelita tersebut, dan tentunya telah dipenuhi oleh kuman-kuman berbahaya dan juga debu.”([17])

 

  1. Jika anak mengalami kendala dan kelambatan berbicara, maka merekapun membuat upaya hingga bisa menghadirkan seekor gagak hitam, agar si gagak mengoak-ngoak di mulut si anak, agar si anak bisa bertutur kata dan berbicara.([18])
  2. Mengelilingi rumah dengan bukhur (wewangian yang diasapkan), dan menjampi-jampi anak-anak dengan mantra-mantra tertentu.

 

Yang demikian itu dengan kehadiran ibu-ibu mereka, dan mengesankan mereka bahwa mantra-mantra tersebut sebagai pelindung bagi mereka dari ‘ain, dan segala yang tidak disukai selama setahun yang akan datang.([19])

 

  1. Pergi dengan membawa anak-anak yang sakit pada hari jum’at menuju ke kuburan para wali, dan kemudian menelantarkan mereka di dalamnya.

 

Yang demikian itu dilakukan sejak zawal hingga selesai shalat jum’at. Mereka menahan anak-anak tersebut di kuburan, membiarkan mereka di dalamnya dalam keadaan menangis, berteriak-teriak, buang air besar dan buang air kecil di atas kuburan wali tersebut. Mereka melakukan ini selama tiga jum’at, dan mereka mengeklaim bahwa perbuatan itu merupakan sebab kesembuhan bagi si anak.([20])

 

  1. Jika seorang anak tertimpa gangguan karena sebab pandangan misalnya, maka ibunya akan datang dengan membawa sepotong tawas, bahan bakar arang negeri, misalkan, sepotong uang, lalu dikumpulkan pada ikatan putih lalu melemparkannya dari balik punggungnya tanpa melihat ke tempat jatuhnya ikatan tersebut. Kemudian diapun pulang tanpa berbicara dengan seorangpun.([21])
  2. Keyakinan sebagian orang bahwa roh anak-anak merasuk ke dalam tubuh-tubuh kucing.

 

Maka merekapun memuliakan kucing-kucing, memberi mereka makan demi anak-anak mereka sekalipun kucing-kucing tersebut merusak dan merebut makanan-makanan mereka.

 

Dikarenakan mereka berpandangan bahwa menyakiti kucing-kucing ini, tiada lain adalah juga menyakiti anak-anak mereka.([22])

 

Terakhir, hendaknya kita mengetahui bahwa semua ini adalah keyakinan-keyakinan yang rusak. Dan ia adalah bagian dari bid’ah-bid’ah dan khurafat-khurafat yang selayaknyalah ditinggalkan oleh kaum muslimin, jika tidak, maka mereka mendapatkan bagian dari firman Allah subhaanahuu wa ta’aalaa,

 

أَتَستَبدِلُونَ ٱلَّذِي هُوَ أَدنَىٰ بِالَّذِي هُوَ خَيرٌ

 

Apakah kamu akan mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ? (QS. al-Baqarah (2): 61)

 

(Diambil dari buku 117 Dosa Wanita Dalam Masalah Aqidah Dan Keyakinan Sesat, terjemahan kitab Silsilatu Akhthaainnisaa`; Akhtaaul Mar-ah al-Muta’alliqah bil ‘Aqiidah Wal I’tiqaadaat al-Faasidah, karya Syaikh Nada Abu Ahmad)

______________________

Footnote:

([1]) HR. Ahmad (17422), al-Hakim (7513), lihat Shahiih al-Jaami’(6394), as-Shahiihah (492)-pent

([2]) al-Ibdaa’ fii Madhaar al-Ibtidaa’ dan As-Sunan wal-Mubtada’aat, dengan adaptasi.

([3]) As-Sunan wal-Mubtada’aat, hal. 335

([4]) As-Sunan wal-Mubtada’aat, hal. 334

([5]) As-Sunan wal-Mubtada’aat, hal. 24

([6]) al-Ibdaa’ fii Madhaar al-Ibtidaa’ dan As-Sunan wal-Mubtada’aat

([7]) as-Sunan wa al-Mubtada’aat

([8]) Al-Kalimaat an-Naafi’ah fii al-Akhthaa` as-Syaa-i’ah, hal. 34

([9]) Maksudnya: tiap-tiap bangsa mempunyai batas waktu kejayaan atau keruntuhan. (Terj. Depag RI)

([10]) HR. Abu Nu’aim, al-Hilyah (10/27), Syaikh al-Arnauth berkata, “Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah (10/27), dari hadits Abu Umamah, Ibnu Hibban, al-Hakim dan Ibnu Majah dari hadits Jabir. Al-Hakim dari hadits Ibnu Mas’ud, al-Bazzar dari hadits Huzhaifah, Ibnu Hibban, al-Bazzaar, at-Thabraniy dari Abu ad-Darda`, Abu Ya’la dari Abu Hurairah, Ibnu Majah dari Abu Humaid as-Sya’idiy secara panjang dan ringkasan, dan ia adalah hadits shahih.’ (Jaami’ al-Ushuul (10/117)-pent

([11]) HR. Muslim (2663)

([12]) HR. Al-Bukhari (3208), Muslim (2643)-pent

([13]) Al-Ibdaa’, as-Sunan wa al-Mubtada’aat, dengan ringkas.

([14]) Al-Madkhal Ibnu al-Hajj (III/291)

([15]) Al-Madkhal karya Ibnu al-Hajj

([16]) As-Sunan wa al-Mubtada’aat, 332

([17]) As-Sunan wa al-Mubtada’aat, 331

([18]) As-Sunan wa al-Mubtada’aat

([19]) Al-Ibdaa’, hal 271

([20]) Al-Ibdaa’, hal 427

([21]) Al-Ibdaa fii Madhaari al-Ibtidaa’

([22]) As-Sunan wa al-Mubtada’aat, 335

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *