Adzan Di Hari Jum’at
Ditulis oleh Muslim Atsari, Sragen, Bakda Ashar Jum’at, 13-Robi’ul Akhir-1443 H / 19-November-2021 M
HADITS JABIR BIN ABDILLAH radhiyallaahu ‘anhu
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ إِذَا صَعِدَ الْمِنْبَرَ سَلَّمَ»
Dari Jabir bin Abdulloh radhiyallaahu ‘anhu, bahwa: “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam jika telah naik mimbar biasa mengucapkan salam”.([1])
HADITS AS-SAIB BIN YAZID radhiyallaahu ‘anhu
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: «كَانَ النِّدَاءُ يَوْمَ الجُمُعَةِ أَوَّلُهُ إِذَا جَلَسَ الإِمَامُ عَلَى المِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، وَكَثُرَ النَّاسُ زَادَ النِّدَاءَ الثَّالِثَ عَلَى الزَّوْرَاءِ» قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ: «الزَّوْرَاءُ: مَوْضِعٌ بِالسُّوقِ بِالْمَدِينَةِ »
Dari Saib bin Yazid, dia berkata: “Dahulu adzan pertama pada hari jum’at ketika imam telah duduk di atas mimbar. Itu di zaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan Umar radhiyallaahu ‘anhuma. Ketika Utsman radhiyallaahu ‘anhu (menjadi khalifah), dan orang-orang telah banyak, beliau menambah adzan yang ketiga di Zaura’”.
Abu Abdillah (yaitu:Imam Bukhari) berkata: “Zaura adalah satu tempat di pasar di kota Madinah”.([2])
Di dalam riwayat lain disebutkan:
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: «مَا كَانَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا مُؤَذِّنٌ وَاحِدٌ، إِذَا خَرَجَ أَذَّنَ، وَإِذَا نَزَلَ أَقَامَ»، وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ كَذَلِكَ، فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانُ وَكَثُرَ النَّاسُ، زَادَ النِّدَاءَ الثَّالِثَ عَلَى دَارٍ فِي السُّوقِ، يُقَالُ لَهَا: الزَّوْرَاءُ، فَإِذَا خَرَجَ أَذَّنَ، وَإِذَا نَزَلَ أَقَامَ
Dari As-Sa`ib bin Yazid, dia berkata: “Dahulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam hanya memiliki satu muadzin.
Jika beliau telah keluar (rumah dan sudah naik mimbar) muadzin mengumandangkan adzan, dan jika beliau turun (dari mimbar) muadzin mengumandangkan iqamat.
Demikian juga pada masa Abu Bakar dan Umar.
Ketika Utsman (menjadi kholifah) orang-orang semakin banyak, lalu beliau menambahkan adzan yang ketiga di suatu rumah di pasar yang disebut Zauro`.
Kemudian jika beliau telah keluar (rumah dan sudah naik mimbar) muadzin mengumandangkan adzan, dan jika beliau turun (dari mimbar) muadzin mengumandangkan iqamat.([3])
FAWAID HADITS:
Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits–hadits ini, antara lain:
1- Ulama sepakat bahwa sebelum sholat jum’at dilakukan khutbah lebih dahulu.
2- Di hari jum’at, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam naik mimbar, mengucapkan salam, duduk di atas mimbar, dan Bilal mengumandangkan adzan jum’at.
3- Di zaman Nabi, Bilal biasa mengumandangkan adzan jum’at, jika beliau Nabi telah keluar rumah dan sudah naik mimbar.
Kemudian Bilal mengumandangkan iqamat, jika Nabi telah turun dari mimbar.
4- Kholifah Abu Bakar dan Umar radhiyallaahu ‘anhuma melakukan apa yang telah dilakukan oleh Nabi.
5- Ketika Utsman radhiyallaahu ‘anhu menjadi khalifah, dan orang-orang telah banyak, beliau menambah adzan yang ketiga di Zauro’. Dan Zauro’ adalah satu rumah di pasar di kota Madinah.
6- Tambahan adzan yang dilakukan oleh Kholifah ‘Utsman disebut adzan yang ketiga, karena adzan pertama ketika imam naik mimbar, dan adzan kedua maksudnya iqomat.
7- Tambahan adzan tersebut diperintahkan oleh ‘Utsman dilakukan di pasar, bukan di masjid, untuk mengingatkan orang-orang di pasar tentang kewajiban sholat jum’at.
Dan di zaman itu belum ada pengeras suara.
8- Di zaman sekarang yang sudah ada pengeras suara, apakah tambahan adzan tersebut masih dilaksanakan? Para ulama berbeda pendapat.
Sebagian tidak melakukan, sebab mencukupkan amalan Nabi dan dua kholifah setelahnya.
Sebagian melakukan, dengan alasan mengikuti amalan kholifah ‘Utsman.
Sesungguhnya petunjuk yang paling baik adalah petunjuk Nabi. Namun sebaiknya kita berlapang dada dalam hal seperti ini. Wallohu a’lam.
Inilah sedikit penjelasan tentang hadits–hadits yang agung ini. Semoga Alloh ﷻ selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju ridho dan sorga-Nya yang penuh kebaikan.
_________________________
Footnote:
([1]) HR. Ibnu Majah, no. 1109. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah
([2]) HR. Bukhari, no. 912, dan ini lafazhnya, juga no. 913, 915, 916; Tirmidzi, no. 516; Nasai, no. 1392
([3]) HR. Ibnu Majah, no. 1135. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah