Allah ﷻ berfirman:
وَكُلُواْ وَٱشرَبُواْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلخَيطُ ٱلأَبيَضُ مِنَ ٱلخَيطِ ٱلأَسوَدِ مِنَ ٱلفَجرِۖ
“… dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar.” (QS. al-Baqarah (2): 187)
Dan berdasarkan hadits Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
مَرَرْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى ثَمَانِ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ فَأَبْصَرَ رَجُلاً يَحْتَجِمُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ »
“Saya lewat bersama Rasulullah ﷺ pada 18 hari lewat dari bulan Ramadhan, lalu beliau memperhatikan seseorang yang sedang berbekam. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Orang yang membekam dan yang dibekam telah berbuka.” (HR. ad-Darimiy)
Wahai hamba Allah, jauhilah pembatal-pembatal puasa di dalam bulan Ramadhan pada setiap puasa yang Anda mempuasainya. Perhatikanlah puasa Ramadhan, janganlah Anda sengaja melakukan sesuatu dari pembatal-pembatal puasa; dan pembatal-pembatal puasa itu adalah:
1. Berbekam, sebagaimana hadits yang tersebut diatas. Akan tetapi jika pembekaman tersebut dilakukan dengan alat, maka pembekaman itu hanya membuat batal yang dibekam saja, dan yang membekam tidak batal, dikarenakan dia tidak secara langsung menghisab darah.
2. Mengeluarkan banyak dari badan seperti untuk donor darah, maka donor darah dilekatkan (hukumnya) pada berbekam, maka puasa batal dengannya. Akan tetapi jika donor darah tersebut adalah untuk suatu perkara darurat, maka tidak apa-apa karena alasan darurat, yang darahnya banyak diambil berbuka, kemudian dia mengqadha`nya setelah itu (di hari lain di luar Ramadhan).
3. Makan, minum, dan segala perkara yang dilekatkan dengan makan minum, seperti larutan nutrisi badan (infuse) demikian juga transfuse darah, maka sesungguhnya hal itu memberikan makan (nutrisi) bagi badan, dan semua itu adalah pembatal-pembatal puasa.
4. Sengaja mengeluarkan air maniy dengan persentuhan (percumbuan), atau penciuman.
Disebutkan di dalam hadits dari Abu Hurairah I dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي
“Allah ﷻ berfirman, ‘Puasa adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan membalasnya, dia tinggalkan syahwat, makan, minumnya karena Aku.” (HR. al-Bukhari)
Demikian juga jima’, maka ia membatalkan puasa.
5. Keluarnya darah haidh dan nifas dari wanita, maka dengannya, batallah puasanya, dan tidak shah puasanya dengan adanya darah haidh dan nifas hingga dia suci.
Berdasarkan hadits Abu Sa’id I, dia berkata, ‘Nabi ﷺ bersabda,
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا
“Bukankah jika dia (wanita) haidh dia tidak shalat dan tidak berpuasa? Maka demikianlah kurangnya agamanya (wanita tersebut).” (HR. al-Bukhari)
Dan pembatal ini, wanita tidak memiliki pilihan di dalamnya, dikarenakan itu adalah bagian dari penciptaan wanita, berbeda dengan pembatal-pembatal yang lain yang wajib bagi setiap muslim untuk menjauhinya di dalam puasanya.
6. Wajib atas Anda wahai orang yang berpuasa untuk menjauhi segala perkara yang menyeret pada batalnya puasa; berupa sebab-sebab yang menyebabkannya.
Oleh karena itulah Nabi ﷺ bersabda kepada Laqiith I,
وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Dan bersungguh-sungguhlah di dalam berinstinsyaq, kecuali jika Engkau dalam keadaan berpuasa.”
7. Wajib bagi Anda untuk menjaga puasa Anda dari segala perkara yang menghilangkan pahalanya; seperti dusta, ghibah, namimah dan dosa-dosa lain. Demikian juga menjauhi sikap bodoh kepada manusia sekalipun terhadap putra Anda dan istri Anda. Jauhilah teriakan, dan pertengkaran. Dan berhati-hatilah terhadap puasa Anda dengan perhatian yang sempurna, mudah-mudahan Allah ﷻ menjaga Anda.
8. Termasuk pembatal puasa adalah muntah dengan sengaja.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah I, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
« مَنِ اسْتَقَاءَ عَامِدًا فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ وَمَنْ ذَرَعَهُ الْقَىْءُ فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ »
“Barangsiapa menyengaja muntah, maka wajib atasnya untuk mengqadha` (puasa tersebut) dan barangsiapa muntah maka tidak ada qadha` atasnya.” (HR. ad-Daraquthniy)
Maka jika muntah tersebut keluar tanpa kesengajaan, maka tidak batal dengannya. Adapun orang yang sengaja muntah, maka hal itu mengharuskan dia mengqadha`.
Dan segala pembatal puasa, hanyalah membatalkan puasa orang yang mengetahuinya (sebagai pembatal puasa), ingat, bisa memilih, tidak lupa, bodoh, dan terpaksa.
(Pelajaran Ketujuh Dari Kitab an-Nabiy Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallama fii Ramadhaan (Tsalaatsuuna Darsan), Syaikh Muhammad bin Syami bin Mutho’in Syaibah, dialih bahasakan oleh Muhammad Syahri)