Oleh: Imam Syuhada Aliskandar Binmadi
بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Tak henti dan tak bosan kita memuji dan bersyukur kepada Allah, karena limpahan rahmat begitu derasnya untuk kita dan semua itu murni datang dari Allah subhaanahu wata’aalaa. Dari bangun subuh tadi sampai sekarang di majelis ilmu yang mulia ini, kita dapat bermacam nikmat murni datang dari Allah subhaanahu wata’aalaa.
Sejenak kita singkirkan niat duniawi, kepentingan duniawi kita murni kita berkumpul disini karena Allah subhaanahu wata’aalaa. Berusaha kita menjaga niat ikhlas di majelis ilmu, syariat Allah dan Rasul-Nya bernilai ibadah disisi Allah subhaanahu wata’aalaa.
Jika kita mentadabburi alam semesta, yang didalamnya banyak makhluk yang diciptakan alam semesta tidak lepas dari dua kemungkinan :
1. Media untuk kita bersyukur.
2. Media untuk kita bersabar.
Apapun itu jika kita perhatikan. Adanya diri kita, keluarga, kawan-kawan, berbagai macam hal, termasuk alamnya, dan termasuk ketika ada bencana dan ujian, tidak akan terlepas dari dua kemungkinan diatas.
Barangsiapa yang melewati penglihatannya atas dua kemungkinan diatas, maka ia akan menjadi manusia yang merugi. Bersyukur tidak, bersabar apalagi.
Allah subhaanahu wata’aalaa berfirman:
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ
“sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian,” (QS. Al-‘Asr[103]:2)
Jumhur ulama menyimpulkan sabarnya kita harus ada dalam tiga perkara (disepakati oleh ulama klasik, atau ulama belakangan), diantaranya :
1. Sabar menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya
2. Sabar menjauhi dan meninggalkan kedurhakaan atau maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
3. Bersabar terdahap hal-hal yang tidak disukai. Entah itu musibah, gangguan musuh, jebakan syaithan, dan hawa nafsu.
Siapa yang dia berhasil bersabar dalam 3 point ini, dia tergolong kepada golongan hamba yang betul-betul bersabar.
Dan golongan hamba yang betul-betul bersyukur bukan hanya mengucapkan “Alhamdulillah“, namun hamba yang betul-betul bersyukur minimal ada tiga point :
1. Hati dan keimanan nya bersyukur.
2. Lisan dan ucapan nya bersyukur.
3. Anggota badan dan amal perbuatan nya bersyukur.
Maka dari itu penjelasan ulama diatas hendaknya membuat kita untuk Tadabbur, Tafakur dan Muhasabah bagi kita masing-masing.
Tentunya agar kita bisa lebih memaknai arti syukur dan sabar, ada dua point hal yang jangan kita tinggalkan.
1. Jangan lupakan keutamaan dari syukur dan sabar, karena jika kita lupa biasanya kita akan meninggalkan dua amalan mulia tersebut.
2. Jangan lupakan sejarah, jangan lupakan biografi-biografi orang shaleh. Sejarah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabiut, tabiut tabiin, dan sejarah para ulama-ulama yang termasuk orang yang shaleh. Maka jangan lupakan sejarah.
Ada diantara jebakan dunia adalah begadang sampai larut malam dengan hal yang sia-sia. Bahkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidur setelah isya atau di awal malam (HR. Bukhari, no. 1146 dan Muslim, no. 739),
dan juga sebagaimana nasehat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : أَوْصَانِي خَلِيلِي – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَرَكْعَتَي الضُّحَى ، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
وَالإيتَارُ قَبْلَ النَّوْمِ إنَّمَا يُسْتَحَبُّ لِمَنْ لاَ يَثِقُ بِالاسْتِيقَاظِ آخِرَ اللَّيْلِ فَإنْ وَثِقَ ، فَآخِرُ اللَّيْلِ أفْضَلُ.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Kekasihku—Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam– mewasiatkan kepadaku untuk puasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, dan melakukan shalat witir sebelum tidur.” (Muttafaqun ‘alaih) (HR. Bukhari, no. 1178 dan Muslim, no. 721).
Karena beliau radhiyallaahu ‘anhu menghabiskan waktu malam untuk menuntut ilmu bukan hal yang sia-sia, sebagaimana Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengetahui hal tersebut.
Ada suatu kisah dari Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal rahimahullah.
Beliau penyabar dan tegar dalam menjalankan prinsip ahlussunnah wal jamaah. Fitnah kepada beliau adalah sangat dahsyat, harus mengakui Al-Quran adalah makhluk, bahkan oleh pemimpin pada saat itu. Padahal Al-Quran adalah firman Allah, kalamullah. Karena apabila meyakini Al-Quran makhluk maka konsekuensinya adalah mengatakan Al-Quran tidak sempurna sebagaimana makhluk tidak sempurna. Tapi apabila meyakini Al-Qura sebagai firman Allah, wahyu ilahi, diantara sifat-sifat Allah, sifatul ulya, maka Al-Quran adalah dengan segala kesempurnaannya, tidak ada aib dan cacad.
Pada saat zaman itu banyak golongan mu’tazilah, diantaranya menolak sifat Allah yang disebutkan dalam hadits ahad, dan perkara ghaib yang disebutkan dalam hadits ahad. Keyakinan mu’tazilah adalah Al-Quran sebagai makhluk, dan mereka memiliki posisi dan kekuasaan pada saat itu, didengar oleh penguasa. Dan pada saat itu mereka menyampaikan pemahaman Al-Quran adalah makhluk bukan kalamullah, semua masjid dan majelis di atur oleh pemerintah, dengan segala paksaa dan yang tidak setuju dengan hal itu harus siap berhadapan dengan cambuk, pedang, siksaan dari pemerintah, atau bahkan dibunuh.
Penguasa pada saat itu adalah Al Ma’mun, dipengaruhi oleh orang Jahmiyah.
Imam Ahmad rahimahullah dan para ulama pada saat itu berusaha untuk isitqamah bahwa Al Quran adalah kalamullah, dan berusaha untuk menjelaskan kesalahan dan kekeliruan, tentu mengancam keselamatan para ulama, resiko nya begitu berat. Mereka kokoh dengan keyakinan, dengan jalan yang lurus.
Diantara ulama yang membersamai Imam Ahmad rahimahullah adalah Ahmad bin Nashr Al Khuza’i rahimahullah.
Penguasa yang dzalim itu terus memaksa keyakinan Al-Quran sebagai makhluk kepada masyarakat, dan sampai mempengaruhi para ulama. Bahkan ada yang sampai melakukan tauriyah (berbohong namun tidak berbohong).
Kita harus bersyukur di Indonesia ini bahwa syariat islam masih berdiri tegak, ujian diantaranya hanya cacian, nyinyiran, sindiran, dihina, di cap wahabbi, dan sebagainya. Alhamdulillah kita mengamalkan prinsip yang benar tidak harus berhadapan dengan cambuk. Harus kita syukuri, wal iyadzubillah jangan sampai Indonesia dicabut nikmatnya seperti negara-negara lain. Jalankan syariat Allah yang benar, Al-Quran dan Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan pemahaman yang benar.
Imam Ahmad rahimahullah bersama muridnya Muhammad bin Nuh rahimahullah masih tetap bersabar. Beliau sampai ke daerah Rakkah untuk menemui Al Ma’mun, dan mendapat kabar Al Ma’mun mati, digantikan dengan adiknya Al Mu’tashim yang tidak jauh beda dengan kakaknya, memaksa umat dengan mengikuti pendapat yang sesat bahwa Al-Quran itu makhluk.
Namun Imam Ahmad rahimahullah terus bersabar sampai Al Mu’tashim mati digantikan dengan adiknya Al Watsiq, yang sama prinsip pola fikirnya dengan kedua kakaknya, dan berteman dengab Ibnu Abi Duad yang merupakan gembong mu’tazilah pada saat itu. Saking bencinya kepada Imam Ahmad rahimahullah sampai beliau di boikot tidak boleh bertemu dengan siapapun, sampai dikurung dirumahnya. Fitnah yang sangat dahsyat dan besar, namun tidak menggoyahkan prinsip Imam Ahmad rahimahullah.
Sampai Allah memberi jalan keluar pada saat itu, Al Watsiq digantikan dengan Al Mutawakkil yang berbeda, beliau memuliakan ulama ahlussunnah dan menghinakan orang-orang mu’tazilah. Ahlussunnah wal jamaah pada saat itu dimuliakan atas pertolongan Allah azza wa jalla, dan Imam Ahmad atas kesabarannya pun mendapatkan pertolongan Allah subhaanahu wata’aalaa tetap kokoh dan tetap hidup, padahal ujian bagi beliau pada saat itu dicambuk yang disebutkan sekali cambuk unta pun akan mati.
Dan juga sebagaimana sabarnya Nabi Ibrahim alaihissalam yang akan di bakar dan atas kesabarannya api tersebut tidak membakar beliau menjadi dingin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْنَا يٰنَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَۙ
“Kami (Allah) berfirman, “Wahai api, jadilah dingin dan keselamatan bagi Ibrahim!”” (QS. Al-Anbiya'[21]:69)
Inilah salah satu contoh jangan sekali-kali lupakan sejarah, diantaranya sejarah agama ini, orang-orang shaleh, dan dari sana banyak pelajaran dan hikmah.
Semoga Allah merahmati Imam Ahmad rahimahullah dan seluruh kaum muslimin, juga agar dapat bersabar, istiqamah diatas Agama ini sampai datangnya maut. Allahumma Aamiin.
Lalu bicara tentang sabar tanpa batas. Kisah Imam Ahmad rahimahullah secara singkat diatas menjadikan memang sabar tidak ada batasnya. Sabar harus mengiringi iman dan islam kita.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan “Kesabaran dalam keimanan seseorang kedudukannya seperti posisi kepala dalam jasad seseorang. “
Ketika kualitas sabar kita buruk maka iman kita terancam, apalagi ketika sabar itu hilang, maka iman kita juga terancam hilang bagaikan kepala yang hilang dari badan. Hadapi segala masalah dengan sabar, baik masalah keluarga, ekonomi, bahkan dalam beribadah, duduk di majelis ilmu, hadapi dengan kesabaran.
Diantara dasar pijakan kenapa sabar kita tidak boleh terbatas dan harus tanpa batas, sebagaimana dalam hadits :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أُسَيْدِ بْنِ حُضَيْرٍ: أَنَّ رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ خَلاَ بِرَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم-، فَقَالَ: أَلاَ تَسْتَعْمِلُنِي كَمَا اسْتَعْمَلْتَ فُلاَنًا؟ فَقَالَ: إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِى أَثَرَةً، فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الْحَوْضِ
Dari Anas bin Malik, dari Usaid bin Hudair: Sesungguhnya ada seorang lelaki dari kalangan Anshar menemui Rasulullah –shallallaahu ‘alaihi wa sallam– empat mata, kemudian Shahabat itu berkata: “Tidakkah engkau mengangkatku (menjadi pegawai) sebagaimana engkau mengangkat fulan?” Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Sesungguhnya kalian akan melihat pemimpin yang hanya mementingkan diri sendiri, bersabarlah! Sampai kalian bertemu denganku di telaga!” HR. Al-Bukhari (no. 6648), Muslim (no. 4885), dan At- Tirmidzi (no. 2189).
Atsarah adalah mengambil hak orang lain untuk kepentingan sendiri, tidak amanah dan pengkhianat.
Dan ada yang diusir dari telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , yaitu orang-orang yang membuat perkara baru sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal. Merubah dan menambah ataupun mengurangi agama ini.
Dari Abu Wail, dari ‘Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari, no. 7049)
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى
“(Wahai Rabbku), mereka betul-betul pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sebenarnya engkau tidak mengetahui bahwa mereka telah mengganti ajaranmu setelahmu.” Kemudian aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku.” (HR. Bukhari, no. 7051)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga di perbatasan (negerimu), dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali ‘Imran[3]:200)
Pijakan kita yang kedua, mengapa kita harus sabar denga tanpa batas sebagaimana
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ۗاِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa perhitungan.” (QS. Az-Zumar[39]:10)
Makna ayat ini adalah Allah akan jaminkan surga bagi orang-orang yang bersabar di jalannya. Seharusnya kita perbanyak bekal, dan ini yang membuat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menangis karena sedikitnya bekal kita untuk di akhirat.
Imam Al-Auza’i rahimahullah berkata bahwa pahala orang yang bersabar tidak bisa ditakar dan tidak bisa di timbang.
Diriwayatkan dari Imam Al-Bukhari dalam kitab shahihnya dengan sanadnya dari ‘Atha’ bin Abi Rabah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata kepadaku, “Inginkah engkau aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku pun menjawab, “Tentu saja.”
Ia berkata, ”Wanita berkulit hitam ini (orangnya). Ia telah datang menemui Nabi shallallahu’alaihi wasallam lalu berkata: “Sesungguhnya aku berpenyakit ayan (epilepsi), yang bila kambuh maka tanpa disadari auratku terbuka. Do’akanlah supaya aku sembuh.”
Rasululloh shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Jika engkau kuat bersabar, engkau akan memperoleh surga. Namun jika engkau ingin, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.”
Maka ia berkata:”Aku akan bersabar.”
Kemudian ia berkata:”Sesungguhnya aku (bila kambuh maka tanpa disadari auratku) terbuka, maka mintakanlah kepada Allah supaya auratku tidak terbuka.”
Maka Beliau shallallahu ’alaihi wasallam pun mendo’akannya. (HR Al-Bukhari 5652).
Diantara faedah hadits diatas, diperbolehkan meminta doa dari orang yang masih hidup untuk kita dan tidak diperbolehkan meminta doa dari orang yang sudah di wafatkan. Syaratnya meminta doa pertama adalah orang nya masih hidup, kedua mampu untuk mendoakan kita, sebisa mungkin ada hadir dihadapan kita, dan ketiga boleh meminta didoakan dalam perkara yang diperbolehkan dalam syariat.
Diantara faedah selanjutnya adalah surga akan membawa seseorang masuk kedalam surga. Wanita tersebut selain diantaranya bersabar, beliau meminta Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kehormatannya, yaitu aurat beliau dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hendaknya kita berusaha untuk sabar dengan sabar yang sempurna. Jangan bersabar ketika kita tidak memiliki apapun, namun bersabar ketika terbentur di awal musibah terjadi sebagaimana hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika seseorang yang anaknya meninggal dunia.
Inti sabar adalah menahan.
Menahan lisan agar tidak salah berkata, nafsu emosi jiwa agar tidak salah berprilaku. Dan juga hendaknya kita bersabar dengan ridha. Orang yang ridha itu tidak lagi merasakan penderitaan, kedudukannya di atas sabar. Surga Allah sediakan bagi orang-orang yang bersabar tanpa batas.
Sebagian ulama diantaranya Syaikh Shaleh Al Utsaimin rahimahullah menyebutkan langkah agar bisa bersabar, bahkan ridha, bahkan bersyukur. Tingkata nya pertama orang marah-marah murka tidak terima, point ini adalah hal buruk dan mencelakakan. Lalu kedua Bersabar, ketiga Ridha, keemoat Bersyukur, untuk point kedua, ketiga dan keemlat, maka selamat, dan apabila ridha serta bersyukur itu jauh lebih baik.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang pandai bersyukur, beliau adalah hamba yang mencapai derajat tertinggi yaitu syukur sebagaimana hadits riwayat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha (HR. Bukhari, no. 4837 dan Muslim, no. 2820).
Setidaknya kesimpulan ada lima langkah agar kita bisa bersabar, ridha, dan bersyukur.
- Teruslah memahami dan meyakini bahwa pilihan Allah adalah pilihan yang terbaik untuk kita.
- Teruslah sadar dan yakin setiap kesalahan akan digugurkan ketika kita sabar menghadapi ujian, diampuni dosa dan kesalahan-kesalahan kita, diantaranya hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu (HR. Muslim no. 2573).
- Teruslah pandang ujian dan musibah kita itu lebih ringan dibandingkan dengan orang lain.
- Jangan lupakan efek positif dari ujian dan musibah yang ada, sebagaimana kita didorong menjadi hamba yang lebih baik.
- Jangan melupakan keutamaan sabar dan ridha ketika kita menghadapi ujian atau musibah.
Wallahu ta’ala ‘alam bishawab.
Pencatat : Hamba Allah, yang semoga Allah merahmati dan mengampuni segala dosanya, juga bagi seluruh kaum muslimin, serta para ulama-ulama dan guru-guru kita, semoga Allah merahmati dan menjaganya. Allahumma Aamiin.
06 Desember 2022 / 12 Jumadal Ula 1444 H