Masih Tentang Janji Dan Kewajibannya

 

Menunaikan Nadzar dan Membayar Hutang

 

Di antara bentuk menunaikan janji adalah membayar hutang apabila jatuh temponya dan tiba waktu yang telah ditentukan. Nabi bersabda:

 

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَهَا يُرِيْدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ

 

“Barangsiapa yang mengambil harta manusia dalam keadaan ingin menunaikannya niscaya Allah akan (memudahkan untuk) menunaikannya. Dan barangsiapa mengambilnya dalam keadaan ingin merusaknya, niscaya Allah akan melenyapkannya.”([1])

 

Adapun menunaikan nadzar, maka Allah berfirman:

 

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا ٧

 

“Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata di mana-mana.” (QS. Al-Insan: 7)

 

Janji yang Paling Berhak Untuk Dipenuhi

 

Nabi bersabda:

 

أَحَقُّ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوَفُّوا بِهَا مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوْجَ

 

“Syarat/janji yang paling berhak untuk ditepati adalah syarat yang kalian halalkan dengannya kemaluan.”([2])

 

Yakni syarat/janji yang paling berhak untuk dipenuhi adalah yang berkaitan dengan akad nikah seperti mahar dan sesuatu yang tidak melanggar aturan agama. Jika persyaratan tadi bertentangan dengan syariat maka tidak boleh dilakukan, seperti seorang wanita yang mau dinikahi dengan syarat ia (laki-lakinya) menceraikan isterinya terlebih dahulu.([3])

Larangan Ingkar Janji terhadap Anak Kecil

 

Sikap mengingkari janji terhadap siapapun tidak dibenarkan agama Islam, meskipun terhadap anak kecil. Jika ini yang terjadi, disadari atau tidak, kita telah mengajarkan kejelekan dan menanamkan pada diri mereka perangai yang tercela.

 

Al-Imam Abu Dawud rahimahullah telah meriwayatkan hadits dari shahabat Abdullah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhuma dia berkata: “Pada suatu hari ketika Rasulullah duduk di tengah-tengah kami, (tiba-tiba) ibuku memanggilku dengan mengatakan: ‘Hai kemari, aku akan beri kamu sesuatu!’ Rasulullah mengatakan kepada ibuku: ‘Apa yang akan kamu berikan kepadanya?’ Ibuku menjawab: ‘Kurma.’ Lalu Rasulullah bersabda:

 

أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تُعْطِهِ شَيْئًا كُتِبَتْ عَلَيْكِ كِذْبَةٌ

 

“Ketahuilah, seandainya kamu tidak memberinya sesuatu maka ditulis bagimu kedustaan.”([4])

 

Di dalam hadits ini ada faedah bahwa apa yang biasa diucapkan oleh manusia untuk anak-anak kecil ketika menangis seperti kalimat janji yang tidak ditepati atau menakut-nakuti dengan sesuatu yang tidak ada adalah diharamkan.([5])

 

Abdullah bin Mas’ud berkata:

 

لاَ يَصْلُحُ الْكَذِبُ فِي جِدٍّ وَلاَ هَزْلٍ، وَلاَ أَنْ يَعِدَ أَحَدُكُمْ وَلَدَهُ شَيْئًا ثُمَّ لاَ يُنْجِزُ لَهُ

 

“Kedustaan tidak dibolehkan baik serius atau main-main, dan tidak boleh salah seorang kalian menjanjikan anaknya dengan sesuatu lalu tidak menepatinya.”([6])

 

(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)

__________________________________

Footnote:

([1]) HR. Ahmad (7818), Al-Bukhari (2257) lihat Faidhul Qadir, 6/54, lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (4/306)

([2]) HR. Al-Bukhari (2721)

([3]) Lihat Fathul Bari, 9/218

([4]) HR. Abu Dawud bab At-Tasydid fil Kadzib (498), lihat Ash-Shahihah (748)

([5]) ‘Aunul Ma’bud, 13/ 229

([6]) Shahih Al-Adabul Mufrad (300)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *