24. Duduk Diatas Kuburan
Duduk di atas kuburan termasuk diantara perkara-perkara yang diharamkan, yang tidak layak melakukannya.
Imam Muslim rahimahullah telah meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah subhaanahu wa ta’aala, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
«لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ»
“Sungguh, salah seorang diantara kalian duduk di atas bara api, lalu membakar pakaiannya, lalu menembus sampai ke kulitnya, itu lebih baik baginya daripada dia duduk diatas kuburan.”([1])
Juga pada riwayat Imam Muslim, dari hadits Abu Martsad al-Ghanawiy, bahwa Nabi ﷺ bersabda,
«لَا تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ، وَلَا تَجْلِسُوا عَلَيْهَا»
“Janganlah kalian shalat menghadap ke kuburan, dan janganlah kalian duduk di atasnya.”([2])
Pada riwayat an-Nasa`iy,
لَا تَقْعُدُوا عَلَى الْقُبُورِ
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan.”([3])
Di dalam al-Musnad Imam Ahmad,
«نَهَى أَنْ يَقْعُدَ الرَّجُلُ عَلَى الْقَبْرِ…»
“(Nabi ﷺ) melarang duduk di atas kuburan.”([4])
Di dalam Sunan Abi Dawud, ‘Bahwa Rasulullah ﷺ melarang dari duduk di atas kuburan.’
Melalui hadits-hadits ini, jelaslah bagi kita akan pengharaman duduk di atas kuburan seorang muslim. Dan ia adalah madzhab jumhur ‘ulama berdasarkan nukilan as-Syaukaniy. Dan sebagian mereka melarangnya di atas hukum makruh saja; diantara mereka adalah as-Syafi’iy dan Imam Ahmad.
Al-Albaniy rahimahullah berkata, ‘Dan hukum makruh menurut keduanya, jika disebut secara mutlak adalah untuk pengharaman, dan ini lebih dekat kepada kebenaran, daripada pendapat makruh saja. Yang benar adalah pendapat yang mengharamkan.’ Bahkan, ‘al-Faqiih Ibnu Hajar al-Haitsamiy, sebagaimana beliau sebutkan di dalam az-Zawaajir, berpendapat bahwa perbuatan itu adalah dosa besar karena adanya ancaman keras, dan tidaklah pendapat itu jauh dari kebenaran.’([5])
Dan sebagaimana Nabi ﷺ melarang duduk di atas kuburan, maka beliau juga melarang melangkahinya.
Ibnu Majah meriwayatkan hadits dengan sanad shahih, bahwa Nabi ﷺ bersabda,
«لَأَنْ أَمْشِيَ عَلَى جَمْرَةٍ، أَوْ سَيْفٍ، أَوْ أَخْصِفَ نَعْلِي بِرِجْلِي، أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَمْشِيَ عَلَى قَبْرِ مُسْلِمٍ، …»
“Sungguh, saya berjalan di atas bara api, atau pedang, atau kujahit sandalku dengan kakiku, itu lebih saya sukai daripada berjalan (melangkahi) kuburan seorang muslim.”([6])
(Diambil dari Kitab Silsilah Akhthaaunnisaa` (2) Akhthooun Nisa al-Muta’alliqah fi al-Janaaiz, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri)
_____________________________
Footnote:
([1]) HR. Abu Dawud (3228), Muslim (96-(971)), an-Nasa`iy (2044), Ibnu Majah (1566), Ahmad (9730), Lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (29/149)-pent
([3]) HR. an-Nasa`iy, as-Shughra (2045), an-Nasa`iy, al-Kubra (2172), Ahmad (39/479)- cet. Ar-Risalah, Lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (29/148)-pent
([4]) HR. Ahmad (14647), Syaikh al-Arnauth berkata, ‘Hadits Shahih’.-pent
([5]) Mausuu’atu al-Albaniy fi al-‘Aqiidah (II/397), Ahkaamul Janaaiz, hal. 210-pent
([6]) Ibnu Majah (1567), Musnad ar-Rauyaaniy, 171, Ibnu Abi Syaibah (11774), dishahihkan oleh al-Albaniy di dalam al-Irwa` (63), Shahiihul Jaami’ (5038), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (3565), Lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (29/151)-pent