@Fiqih Imamah (12)1 ed
Mengikuti Imam (4)
Pada pembahasan yang lalu kami telah membahas sampai pada bagian yang ke tiga dari pasal Mengikuti Imam, Syarat dan Konsekuensinya yang meliputi pembahasan: 1) Mengikuti Imam, dan tidak bersamaan dengan gerakan imam 2) Tidak mendahului Imam 3) Makmum yang masbuq (ketinggalan), jika dia mendapati ruku’nya imam, maka dia telah mendapat rakaat tersebut 4) Shaf yang depan mengikuti imam, shaf kedua mengikuti shaf pertama, dan seterusnya 5) Sahnya shalat makmum yang mengikuti imam yang melakukan kesalahan dengan meninggalkan syarat sah shalat tanpa diketahui oleh makmum, namun dosa dipikul oleh imam, dan 6) Menunggu, atau Menggantikan Imam Yang Batal
Sekarang, kita lanjutkan dengan poin berikutnya:
7. Jika Imam Shalat dalam keadaan duduk dari awal (karena udzur), maka makmum pun shalat di belakangnya dalam keadaan duduk.
‘Aisyah , berkata, ‘Rasulullah di dalam rumah beliau, sementara beliau dalam keadaan sakit, maka beliau shalat dalam keadaan duduk, dan manusia shalat di belakang beliau dalam keadaan berdiri, maka beliau memberikan isyarat kepada mereka, ‘Duduklah kalian!’ Tatkala beliau selesai dari shalat beliau bersabda:
«إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ ، فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا ، وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا ، وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا»
“Imam dijadikan hanyalah untuk diikuti, jika dia ruku’ maka ruku’lah, jika dia bangkit maka bangkitlah, dan jika dia shalat dalam keadaan duduk, maka shalatlah kalian dalam keadaan duduk.” (HR. al-Bukhari (688), Muslim (412))
Juga hadits Anas , dia berkata, ‘Nabi terjatuh dari kuda, kemudian sisi kanan beliau terluka. Maka kami pun masuk menjenguk beliau, lalu datanglah waktu shalat, maka beliau shalat bersama kami dalam keadaan duduk, dan kami shalat di belakang beliau dalam keadaan duduk. Saat beliau selesai shalat, beliau bersabda:
« إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا [فإذا صَلَّى قائماً فصَلُّوا قِياماً] وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ. فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ. وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعُونَ »
“Imam itu hanyalah untuk diikuti, jika dia bertakbir maka bertakbirlah kalian, [jika dia shalat berdiri, maka shalatlah kalian dalam keadaan berdiri], jika dia sujud maka sujudlah kalian, jika dia bangkit maka bangkitlah, jika dia mengatakan sami’allahu liman hamidahu, maka ucapkanlah rabbana walakal hamdu. Dan jika dia shalat dalam keadaan duduk maka shalatlah kalian dalam keadaan duduk.” (HR. al-Bukhari (689), Muslim (411))
Demikian pula hadits Jabir bin ‘Abdillah , dia berkata, Rasulullah sakit, maka kami shalat di belakang beliau sementara beliau dalam keadaan duduk, dan Abu Bakar memperdengarkan takbir beliau kepada manusia. Beliau menoleh kepada kami, dan melihat kami sedang dalam keadaan berdiri, maka beliau memberikan isyarat kepada kami (agar kami duduk), maka kamipun duduk, lalu shalat di belakang beliau dalam keadaan duduk. Tatkala beliau salam, beliau bersabda:
« إِنْ كِدْتُمْ آنِفًا لَتَفْعَلُونَ فِعْلَ فَارِسَ وَالرُّومِ يَقُومُونَ عَلَى مُلُوكِهِمْ وَهُمْ قُعُودٌ فَلاَ تَفْعَلُوا ائْتَمُّوا بِأَئِمَّتِكُمْ إِنْ صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وَإِنْ صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا »
“Hampir saja kalian tadi benar-benar melakukan seperti perbuatan orang-orang Persia dan Romawi, mereka berdiri terhadap raja-raja mereka yang dalam keadaan duduk, maka janganlah kalian melakukannya, ikutilah imam-imam kalian. Jika dia shalat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian dalam keadaan berdiri, dan jika dia shalat dalam keadaan duduk, maka shalatlah kalian dalam keadaan duduk.” (HR. Muslim (413))
8. Jika imam tidak duduk dari awal, lalu dia duduk (karena udzur), maka makmum dibolehkan tetap berdiri.
Berdasarkan hadits ‘Aisyah , dia berkata,
‘Rasulullah sakit lalu beliau bersabda,
« مُرُوا أَبَا بَكْرٍ أَنْ يُصَلِّىَ بِالنَّاسِ »
‘Perintahlah Abu Bakar agar dia shalat bersama manusia.’
Maka keluarlah Abu Bakar (lalu) shalat. Kemudian Nabi mendapati sedikit keringanan pada diri beliau, maka beliau keluar dengan dipapah (dipandu) di antara dua orang laki-laki [untuk shalat Zhuhur]. Maka Abu Bakar bermaksud untuk mundur, lantas Nabi memberikan isyarat, ‘Tetaplah di tempat kamu,’ lalu kedua orang yang memapah beliau datang bersama beliau hingga beliau duduk di sisi kiri Abu Bakar, dan saat itu Abu Bakar shalat dalam keadaan berdiri, dan Rasulullah shalat dalam keadaan duduk. Abu Bakar mengikuti shalatnya Rasulullah , dan manusia mengikuti shalatnya Abu Bakar.’ (HR. al-Bukhari (713), Muslim (418))
Di dalam hadits ini para sahabat telah masuk dalam shalat dalam keadaan berdiri bersama Abu Bakar, lalu Nabi masuk dalam shalat menjadi imam mereka dengan duduk, dan para sahabat tetap dalam keadaan berdiri.
9. Makmum boleh duduk karena udzur di belakang imam yang berdiri.
Anas berkata,
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ فِى مَرَضِهِ خَلْفَ أَبِى بَكْرٍ قَاعِدًا فِى ثَوْبٍ مُتَوَشِّحًا بِهِ.
‘Rasulullah shalat di belakang Abu Bakar pada waktu sakit beliau dalam keadaan duduk dengan mengenakan pakaian secara mutawasysyikh (memasukkan pakaian dari bawah tangan sebelah kanan, dan digantungkan di pundak kiri).’ (Shahih, HR. at-Turmudzi (363), an-Nasa`i (785), Shahih Sunan Turmudzi (1/211) Shahih Nasa`i (1/260))
Juga berdasarkan hadits ‘Aisyah , dia berkata: ‘Rasulullah shalat di belakang Abu Bakar dalam keadaan duduk pada saat sakit beliau yang kemudian beliau wafat di dalamnya.’ (Shahih, HR. at-Turmudzi (362), an-Nasa`i (786), Shahih Turmudzi (1/211), Shahih Nasa`i (1/260))
10. Makmum wajib membaca al-Fatihah, baik shalat jahriyah (imam membaca dengan keras) ataupun sirriyah (imam membaca dengan pelan).
Ini adalah madzhab yang rajih berdasarkan hadits ‘Ubadah bin as-Shamit , dalam redaksi Abu Dawud, dia berkata:
كُنَّا خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ فِى صَلاَةِ الْفَجْرِ فَقَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ « لَعَلَّكُمْ تَقْرَءُونَ خَلْفَ إِمَامِكُمْ ». قُلْنَا نَعَمْ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « لاَ تَفْعَلُوا إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَإِنَّهُ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا »
“Dulu kami berada di belakang Rasulullah dalam shalat subuh, maka Rasulullah membaca (al-Qur`an) lalu bacaan beliau menjadi berat (terganggu) atas beliau, tatkala beliau selesai shalat beliau bersabda, ‘Barangkali kalian membaca (al-Qur`an) di belakang imam kalian.’ Maka kami katakan, ‘Ya, wahai Rasulullah.’ Maka beliau bersabda, ‘Jangan kalian lakukan kecuali fatihatul kitab (al-Fatihah) saja, karena tidak ada shalat yang diterima bagi orang yang tidak membacanya.”
Sedang dalam redaksi Ahmad:
صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ الصُّبْحَ ، فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ فِيهَا الْقِرَاءَةُ فَلَمَّا انْصَرَفَ رَسُولُ اللهِ مِنْ صَلاَتِهِ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ : «إِنِّي لأَرَاكُمْ تَقْرَؤُونَ خَلْفَ إِمَامِكُمْ إِذَا جَهَرَ» . قَالَ : قُلْنَا : أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللهِ ، هَذَا . فَقَالَ رَسُولُ اللهِ : «لاَ تَفْعَلُوا إِلاَّ بِأُمِّ الْقُرْآنِ ؛ فَإِنَّهُ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا».
“Rasulullah shalat subuh bersama kami, kemudian bacaan beliau menjadi berat atas beliau di dalamnya, maka tatkala beliau selesai dari shalat, beliau menghadap kepada kami dengan wajah beliau seraya bersabda, ‘Sesungguhnya aku benar-benar melihat kalian membaca di belakang imam kalian jika dia membaca keras.’ Maka kami katakan, ‘Ya, demi Allah, wahai Rasulullah.’ Maka Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian lakukan kecuali dengan ummul Qur`an, dikarenakan tidak ada shalat bagi orang yang tidak membacanya.” (HR. Abu Dawud (823), at-Turmudzi (311), Ahmad (22802) al-Arnauth berkata, ‘Shahih lighairihi, dan sanad ini hasan karena Muhammad bin Ishaq.’ Ad-Daraquthni (1/319), dihasankan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nata`ijul Afkar (1/433-434))
Juga hadits Muhammad bin Abu ‘Aisyah, dari seorang laki-laki dari sahabat Nabi , dia berkata Rasulullah bersabda:
«لَعَلَّكُمْ تَقْرَؤُوْنَ وَالْإِمَامُ يَقْرَأُ؟» قَالُوا: إِنَّا لَنَفْعَلُ، قَالَ: «لاَ ، إِلاَّ أَنْ يَقْرَأَ أَحَدُكُمْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ»
“Barangkali kalian membaca sementara imam membaca?” Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami benar-benar melakukannya.’ Beliau bersabda, “Jangan, kecuali salah seorang dari kalian membaca fatihatul kitab (al-Fatihah).” (HR. Ahmad (5/410), dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam at-Talkhis al-Khabir (1/231))
Pada pembahasan berikutnya, insyaallah akan kami lanjutkan pembahasan Fiqih Imamah ini dengan pasal Adab Para Imam Di Dalam Shalat. (AR)*
1 Disarikan oleh Muhammad Syahri dari risalah yang ditulis oleh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthaniy yang berjudul al-Imamah fis Shalat, Mafhum, wafadha’il, wa anwa`, wa adab wa ahkam, fi dhauil kitabi was-sunnah.