12- Syarat Sah Qurban, Menyembelih Setelah Sholat ‘Ied
HADITS AL-BARO’ BIN ‘AZIB
عَنِ البَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ، ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا، وَمَنْ نَحَرَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ، لَيْسَ مِنَ النُّسْكِ فِي شَيْءٍ»
Dari Al-Baro’ bin ‘Azib radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata: Rosulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya pertama yang kita mulai hari kita ini adalah: Kita sholat, lalu kita kembali (pulang) kemudian menyembelih (qurban). Barangsiapa melakukan itu, maka dia telah menetapi Sunnah (ajaran) kita. Namun barangsiapa yang telah menyembelih (qurban) sebelum sholat (ied), maka itu adalah daging yang dia berikan untuk keluarganya. Bukan termasuk qurban sedikitpun”.([1])
HADITS ANAS BIN MALIK
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ، وَأَصَابَ سُنَّةَ المُسْلِمِينَ»
Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata: Nabi ﷺ bersabda: “Barangsiapa menyembelih (qurban) sebelum shalat (‘iedul adh-ha), maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri (bukan qurban). Dan barangsiapa yang menyembelih sesudah shalat, maka qurbannya sempurna dan dia telah menepati sunnahnya kaum Muslimin.”([2])
HADITS JABIR BIN ABDULLOH
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، يَقُولُ: صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ بِالْمَدِينَةِ، فَتَقَدَّمَ رِجَالٌ فَنَحَرُوا، وَظَنُّوا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ نَحَرَ، فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «مَنْ كَانَ نَحَرَ قَبْلَهُ أَنْ يُعِيدَ بِنَحْرٍ آخَرَ، وَلَا يَنْحَرُوا حَتَّى يَنْحَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ».
Dari Jabir bin Abdillah, dia berkata: “Nabi ﷺ sholat bersama kami pada hari raya qurban di kota Madinah, Lalu beberapa laki-laki maju menyembelih (qurban), mereka menyangka Nabi ﷺ telah menyembelih. Maka Nabi ﷺ memerintahkan, orang yang telah menyembelih sebelum beliau untuk menyembelih hewan qurban lainnya. Dan mereka tidak menyembelih sampai Nabi ﷺ menyembelih”.([3])
FAWAID HADITS:
Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits-hadits ini, antara lain:
1- Agama Islam mengajarkan dua hari raya setiap tahun bagi kaum Muslimin.
Yaitu ‘idul fithri dan ‘idul adh-ha.
2- Amalan yang dituntunkan pada hari raya ‘idul adh-ha adalah sholat ‘idul adh-ha di tanah lapang, kemudian imam berkhutbah, kemudian pulang menyembelih qurban.
3- Islam mengajarkan persatuan umat Islam di atas al-haq dan melarang perpecahan. Sehingga sholat ‘ied dilakukan bersama, menyembelih qurban di mulai pada waktu yang sama, kemudian membagikan daging qurban mempererat kebersamaan.
4- Menyembelih qurban merupakan sunnah kaum Muslimin pada hari ‘idul adh-ha, yaitu tanggal 10 Dzulhijjah, atau hari-hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.
5- Beragama harus mengikuti sunnah (tuntunan; jalan) Nabi Muhammad ﷺ.
6- Waktu menyembelih qurban dimulai setelah sholat ‘ied, tidak boleh sebelumnya.
7- Imam Malik rahimahullah berpendapat: waktu menyembelih qurban adalah setelah penyembelihan imam.
Namun jumhur ulama berpendapat: waktu menyembelih qurban adalah setelah sholat ‘idul adh-ha.
Adapun maksud hadits Jabir di atas adalah: larangan tergesa-gesa sehingga menyembelih qurban sebelum waktunya.([4])
8- Barangsiapa menyembelih qurban sebelum shalat ‘iedul adh-ha, maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri, bukan qurban.
9- Ibadah memiliki syarat, rukun, kewajiban, dan sunnah, yang harus diperhatikan.
10- Urgensi ilmu agama di dalam beribadah.
Inilah sedikit penjelasan tentang hadits-hadits yang agung ini. Semoga Alloh ﷻ selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju sorga-Nya yang penuh kebaikan.
Ditulis oleh Muslim Atsari,
Sragen, Kamis, Dhuha, 18-Dzulqo’dah-1443 H / 17-Juni-2022
_______________
Footnote:
([1]) HR. Al-Bukhari, no. 965, 968, 976; Muslim, no. 1961
([3]) HR. Muslim, no. 1964/14; Ahmad, no. 14130, 14471, 14759
([4]) Lihat: Syarh Nawawi pada Shohih Muslim, 13/118