Penghapus Dosa Dari as-Sunnah as-Shahihah (21) Puasa

 

Dengannya kesalahan-kesalahan dihapus, dan dosa-dosa diampuni.

 

93-1. Puasa adalah penghapus dosa-dosa. Berdasarkan hadits Huzhaifah radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ,

 

«فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصَّوْمُ وَالصَّدَقَةُ وَالْأَمْرُ وَالنَّهْيُ» وفي لفظ « وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ »

 

“Fitnah yang menimpa seseorang pada keluarga, harta, anak, dan tetangganya, maka shalat, puasa, sedekah, dan amar (ma’ruf) nahi (munkar) akan menghapusnya.” Dan dalam suatu lafazh, “Dan amar ma’ruf nahi munkar.”([1])

 

Dan ini adalah termasuk di antara nikmat-nikmat Allah yang agung, yaitu Dia akan hapus apa yang terjadi dari seorang muslim berupa kegoncangan bersama keluarga, anak-anak, harta, dan tetangganya dengan shalat, puasa, sedekah serta amar ma’ruf nahi mungkar. Maka selayaknyalah bagi setiap muslim untuk memperbanyak perkara-perkara ini. Dan ini berlaku pada dosa-dosa kecil, adapun dosa-dosa besar, maka harus ada padanya taubat yang benar sesuai dengan syarat-syaratnya.”([2])

 

94-2. Puasa bulan Ramadhan, dengannya kesalahan-kesalahan akan dihapus. Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

 

«الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ»

 

“Shalat lima waktu, jum’at ke jum’at, Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus-penghapus dosa yang ada diantara mereka jika menjauhi dosa-dosa besar.”([3])

 

95-3. Bulan Ramadhan, di dalamnya dosa-dosa diampuni.

 

Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda,

 

«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»

 

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman([4]) dan mencari pahala([5]) maka diampunilah apa yang telah berlalu dari dosanya.”([6])

 

96-4. Bulan Ramadhan adalah seagung-agungnya waktu yang di dalamnya dosa-dosa diampuni. Dan barangsiapa tidak diampuni di dalam bulan Ramadhan, maka sungguh telah celaka.

 

Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ pernah menaiki mimbar seraya bersabda,

 

«آمِينَ، آمِينَ، آمِينَ». فَقِيلَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللهِ مَا كُنْتَ تَصْنَعُ هَذَا؟ فَقَالَ: «قَالَ لِى جَبْرَئِيلُ عليه السلام: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ، فَقُلْتُ: آمِينَ، ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ، فَقُلْتُ: آمِينَ، ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا فَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ، فَقُلْتُ: آمِينَ»

 

“Aamiin, aamiin, aamiin.” Maka dikatakan kepada beliau, ‘Ya Rasulullah, apa yang Anda lakukan ini? Maka beliau bersabda, ‘Jibril ‘alaihissalaam berkata kepadaku, ‘Celaka seorang hamba yang Ramadhan memasukinya lalu dia tidak diampuni. Maka kukatakan, ‘Aamiin.’ Kemudian beliau berkata, ‘Celaka seorang hamba, namamu disebut di sisinya, lalu tidak bershalawat kepadamu.’ Maka kukatakan, ‘Aamiin.’ Kemudian dia berkata, ‘Celaka seorang hamba, dia dapati kedua orang tuanya, atau salah satu dari keduanya, lalu dia tidak masuk sorga.’ Maka kukatakan, ‘Aamiin.’([7])

 

97-5. Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu juga, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda,

 

«رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ، وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ، وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ»

 

“Celaka seseorang, aku disebut di sisinya lalu dia tidak bershalawat kepadaku; celaka seseorang, Ramadhan memasukinya kemudian Ramadhan lewat sebelum dia diampuni; dan celaka seseorang dia mendapati kedua orang tuanya di sisinya dalam keadaan sudah tua, lalu keduanya tidak memasukkannya ke dalam sorga.”([8])

 

98-6. Puasa senin dan kamis, termasuk di antara puasa sunnah yang dengannya derajat-derajat ditinggikan, dan dengannya kesalahan-kesalahan dihapus.

 

Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,

 

«تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيْسِ،فَيُغْفَرُ لِكُلِّ مُسْلِمٍ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئاً إِلَّا رَجُلاً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيْهِ شَحْنَاءٌ، فَيُقَالُ:أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا، هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا»

 

“Dibukakanlah pintu-pintu sorga pada hari senin dan kamis, lalu diampunilah untuk setiap muslim yang tidak mensekutukan Allah dengan sesuatupun, kecuali seseorang yang ada perseteruan antara dia dengan saudaranya. Maka dikatakan, ‘Tangguhkan kedua orang ini hingga keduanya berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini hingga keduanya berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini hingga keduanya berdamai.”

 

Di dalam sebuah riwayat,

 

«تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ فِي كُلِّ يَوْمِ خَمِيسٍ وَاثْنَيْنِ، فَيَغْفِرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ، لِكُلِّ امْرِئٍ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا، إِلَّا امْرَأً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: ارْكُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، ارْكُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا»

 

“Amal-amal akan dilaporkan pada setiap hari kamis dan senin; lalu Allah ﷻ akan memberikan ampunan pada hari itu bagi setiap orang yang tidak mensekutukan Allah dengan sesuatupun. Kecuali seseorang yang ada perseteruan antara dia dengan saudaranya. Maka dikatakan, ‘Tangguhkan kedua orang ini([9]) hingga keduanya berdamai, tangguhkan kedua orang ini hingga keduanya berdamai.”([10])

 

99-7. Puasa hari ‘Arafah untuk selain yang beribadah haji.

 

Berdasarkan hadits Abu Qatadah radhiyallaahu ‘anhu, dan di dalamnya bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

 

«…صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ، وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ…»

 

“…puasa hari ‘Arafah, aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa setahun yang sebelumnya dan setahun yang setelahnya…”([11])

 

Dan hadits ini, di dalamnya terdapat penjelasan dan anjuran tentang berpuasa pada hari ‘Arafah bagi selain jama’ah haji; dan bahwa orang yang berpuasa padanya, dosa-dosanya dalam dua tahun akan diampuni.([12])

 

100-8. Puasa hari ‘Aasyuuraa`; berdasarkan hadits Abu Qatadah radhiyallaahu ‘anhu, dan di dalamnya disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda,

 

«…وَصِيامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ»

 

“… dan puasa hari ‘Aasyuuraa, aku berharap kepada Allah agar mengampuni dosa setahun sebelumnya…”([13])

 

101-9. Puasa sehari di jalan Allah. Berdasarkan hadits Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Aku pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda,

 

«مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللهِ بَعَّدَ اللهُ وَجْهَهُ عَنْ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا»

 

“Barangsiapa berpuasa sehari di jalan Allah, maka Allah akan jauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun (perjalanan).”([14])

 

(Diambil dari kitab Mukaffiraatu adz-Dzunuubi wal Khathaayaa Wa Asbaabul Maghfirati Minal Kitaabi Was Sunnah oleh DR. Sa’id bin ‘Aliy bin Wahf al-Qahthaniy, alih bahasa oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)

_____________________________________

Footnote:

([1]) Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari, Kitaab As-Shalat, Bab Shalat Adalah Kaffarah, no. 525; Kitaab az-Zakat, Bab Sedekah Akan Menghapus Kesalahan, no. 1435, Kitaab as-Shoumi, Bab Puasa Adalah Kaffarah, no. 1895; Muslim, Kitaab al-Iimaan, Bab Terangkatnya Amanah Dan Iman Dari Sebagian Hati, Dan Ancaman Fitnah Terhadap Hati, no. 144.

([2]) Lihat Fathu al-Baariy, milik Ibnu Hajar (6/605), dan saya pernah mendengar yang semisal ini dari yang mulia guru kami Syaikh Bin Baz rahimahullah ditengah keterangan beliau terhadap Shahiih al-Bukhari, hadit no. 1435.

([3]) Muslim, Kitaab at-Thahaarah, Bab Shalat Lima Waktu, Jum’at Ke Jum’at, Dan Ramadhan Ke Ramadhan…, no. 233.

([4]) Iimaanan, yaitu barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan membenarkan apapun yang datang padanya, dari nash-nash al-Qur`an dan sunnah tentang kewajiban dan keutamaanya. [Lihat, al-Mufham Lima Asykala Min Talkhiishi Kitaab Muslim, milik al-Qurthubiy, 2/389, dan Syarah an-Nawawiy ‘Alaa Shahiih Muslim, 5/286]

([5]) Ihtisaaban, yaitu barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan mencari pahala Allah , dan berharap pahala, dan harapan dia kepada Allah ﷻ dengan penuh keikhlasan karena Allah di dalam puasanya. [Lihat, al-Mufham Lima Asykala Min Talkhiishi Kitaab Muslim, milik al-Qurthubiy, 2/389, dan Syarah an-Nawawiy ‘Alaa Shahiih Muslim, 5/286]

([6]) Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari, Kitaab Puasa, Bab Puasa Ramadhan Karena Berharap Pahala Adalah Termasuk Iman, no. 38; Muslim, Kitaab Shalaatu al-Musaafiriin, Bab Dorongan Di Dalam Qiyam Ramadhan, Yaitu Tarawih, no. 860.

([7]) Ibnu Khuzaimah (3/192), Ahmad (2/246, 254), al-Baihaqiy (4/304), al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad no. 646. Al-Albaniy rahimahullah berkata di dalam Shahiih al-Adab al-Mufrad, ‘Hasan Shahiih.’ Dan aslinya ada pada Shahiih Muslim, no. 2551.

([8]) At-Tirmidzi, Kitaab ad-Da’waat, Bab Celaka Seseorang Yang Aku Disebut Di Sisinya Lalu Tidak Bershalawat Kepadaku, no. 3545. Al-Albaniy rahimahullah berkata di dalam Shahiih at-Tirmidzi (3/457), ‘Hasan Shahih.’

([9]) Urkuu haadzaini, yaitu tangguhkan (akhirkan, tunda); dikatakan rakaahu – yarkuuhu jika ia menundanya. Syarah an-Nawawiy ‘Alaa Shahiih Muslim (16/358)

([10]) Muslim, Kitaab al-Birri wa as-Shilah, Bab Larangan Dari Berseteru Dan Saling Menghajer, no. 2565.

([11]) Muslim, Kitaab as-Shiyam, Bab Disunnahkannya Puasa Tiga Hari Setiap Bulan, Puasa Hari ‘Arafah, dan Senin Kamis, no. 1162, dan ia adalah satu bagian dari hadits yang panjang.

([12]) Lihat Syarah an-Nawawiy, 8/299.

([13]) Muslim, no. 196 (1162), dan telah berlalu takhrijnya pada jenis yang ketiga; puasa hari ‘Arafah, dan ia adalah hadits yang panjang. Yang di dalamnya disebutkan tentang (1) larangan puasa (terus menerus) sepanjang tahun, (2) puasa dua hari, dan berbuka satu hari (3) puasa sehari berbuka sehari (4) puasa sehari dan berbuka dua hari (5) puasa tiga hari setiap bulan, dan Ramadhan ke Ramadhan, maka ini adalah puasa sepanjang tahun secara keseluruhan (6) puasa hari ‘Arafah (7) dan puasa hari ‘Aasyuuraa`.

([14]) Al-Bukhari, lafazh miliknya, Kitaab al-Jihaad wa as-Siyar, Bab Keutamaan Berpuasa Di Jalan Allah, no. 2840; Muslim, Kitaab as-Shiyaam, Bab Keutamaan Berpuasa di Jalan Allah , no. 1153.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *