Bebeberapa Kesalahan Ucapan Kaitannya Dengan Jenazah

 

Sejumlah Kesalahan Yang Terkumpul Pada Ucapan Sebagian Wanita Kepada Sebagian Yang Lain.

 

“Tuhan kita telah mempertimbangkan si Fulan.” (Maksudnya si Fulan telah meninggal)

 

“Izrail datang dan mencabut rohnya.”

 

“Kami telah menyemayamkannya di tempat peristirahatannya yang terakhir.”

 

Wanita yang lain berkata kepadanya, “Sisa hidupnya ada di dalam  kehidupanmu.”

 

Ini, adalah sejumlah ungkapan yang biasa digunakan oleh kebanyakan kita dengan lisan-lisannya. Akan tetapi ungkapan-ungkapan tersebut mengandung banyak kesalahan aqidah, dan pemahaman-pemahaman yang keliru.

 

Ucapan sebagian mereka ‘Tuhan kita telah mempertimbangkannya’, maka di dalamnya terdapat sebuah kesalahan besar, yaitu tuduhan lupa terhadap Allah subhaanahu wa ta’aala. Sementara Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman,

 

وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا ٦٤

 

… dan tidaklah Tuhanmu lupa.” (QS. Maryam (19): 64)

 

Kemudian kalimat Izrail, maka kalimat ini belum pernah diriwayatkan di dalam sunnah yang shahih, akan tetapi yang shahih adalah kita mengatakan malakul maut (malaikat maut).

 

Kemudian ucapan sebagian orang ‘Kita telah menyemayamkan dia di tempat peristirahatannya yang terakhir’, yang mereka maksud adalah kuburan, maka kuburan bukanlah tempat peristirahatan terakhir. Namun ia hanyalah sebuah kehidupan barzakh antara negeri fana` (negeri kehancuran) dan negeri kekekalan (akhirat).

 

Tempat peristirahatan terakhir adalah sorga, yang kenikmatannya kekal abadi, atau neraka yang adzabnya sangat pedih. Kita memohon kepada Allah untuk menutup akhir kehidupan kita dengan akhir yang bahagia, dan memberikan rizqiy kepada kita dengan rizqiy sorga dan tambahannya (yaitu melihat wajah Allah yang Maha mulia-pent).

 

Kemudian ucapan seorang wanita kepada yang lainnya, ‘Sisa kehidupannya ada di dalam kehidupanmu’ maka bentuk ungkapan ini tidak benar, dimana bisa difahami darinya bahwa si mayit yang telah mati masih kurang umurnya, dan masih terdapat sisa-sisa umurnya yang dia belum hidup di dalamnya, lalu mereka mengeklaim bahwa sisa umur tersebut akan berpindah kepada keluarganya. Sementara Allah D telah menjelaskan kepada kita bahwa jika ajal telah datang, maka dia tidak bisa dimajukan tidak bisa ditunda sesaatpun.

 

Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman,

 

فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُم لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ ٣٤

 

Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS. al-A’raaf (7): 34)

 

Demikian juga ungkapan sebagian yang lain ‘Al-marhum Fulan’ atau ‘Orang tua al-marhum’.

 

Ada sebuah pertanyaan ditujukan kepada Lajnah ad-Da`imah pada fatwa no. 6360 disebutkan di dalamnya, ‘Apakah boleh seseorang berkata tentang si mayit, seperti ucapan al-marhum fulan, atau orang tua al-marhum?

 

Jawab, ‘Tidak boleh mengucapkan ungkapan almarhum (yang dirahmati) untuk si mayit, yang boleh adalah rahimahullah (mudah-mudahan Allah merahmatinya), dikarenakan kalimat yang pertama (almarhum) adalah sebuah pemberitaan dari yang berbicara, sementara ia tidak tahu hakikatnya, bahkan hanya Allah saja satu-satunya Dzat yang mengetahuinya.

 

Taufiq hanya diperoleh dengan idzin Allah, mudah-mudahan Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan sahabat beliau.’

 

(Diambil dari Kitab Silsilah Akhthaaunnisaa` (2) Akhthooun Nisa al-Muta’alliqah fi al-Janaaiz, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *