Adapun para imam 3 madzhab yang lain, maka berikut ini adalah sebagian dari perkataan mereka;
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
Al-Imam Asy Syaranbalali rahimahullah berkata:
وَجَمِيْعُ بَدَنِ الْحُرَةِ عَوْرَةٌ إِلاَّ وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا بَاطِنَهُمَا وَظَاهِرَهُمَا فِي الْأَصَحِّ، وَهُوَ الْمُخْتَارُ
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangannya, perut dan punggung kedua tapak tangannya menurut pendapat yang lebih shahih dan ia adalah pendapat yang terpilih.”([1])
Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin rahimahullah berkata:
وَجَمِيْعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إِلاَّ وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا، وَقَدَمَيْهَا فِيْ رِوَايَةٍ، وَكَذَا صَوْتُهَا، وَلَيْسَ بِعَوْرَةٍ عَلىَ الْأَشْبَهِ، وَإِنَّمَا يُؤَدِّيْ إِلىَ الْفِتْنَةِ، وَلِذَا تُمْنَعُ مِنْ كَشْفِ وَجْهِهَا بَيْنَ الرِّجَالِ لِلْفِتْنَةِ
“Dan seluruh badan wanita merdeka adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangannya, serta kedua tapak kakinya pada suatu riwayat. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Namun (semuan itu) cenderung menimbulkan fitnah, dan oleh karena itulah wanita dilarang menyingkap wajahnya diantara kaum laki-laki karena fitnah.”([2])
Al Allamah Al Hashkafi rahimahullah berkata:
وَالْمَرْأَةُ كَالرَّجُلِ، لَكِنَّهَا تَكْشِفُ وَجْهَهَا لاَ رَأْسَهَا، وَلَوْ سَدَلَتْ شَيْئًا عَلَيْهِ وَجَافَتْهُ جَازَ، بَلْ يُنْدَبُ
“Aurat wanita (dalam shalat) itu seperti aurat lelaki. Namun ia (wanita) menyingap wajahnya, bukan kepalanya. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” ([3])
Al Allamah Ibnu Abidin rahimahullah (1252 H) berkata:
تُمنَعُ مِنَ الْكَشْفِ لِخَوْفِ أَنْ يَرَى الرِّجَالُ وَجْهَهَا فَتَقَعُ الْفِتْنَةُ، لِأَنَّهُ مَعَ الْكَشْفِ قَدْ يَقَعُ النَّظْرُ إِلَيْهَا بِشَهْوَةٍ
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Dikarenakan kadang terjadi pandangan kepada wanita dengan syahwat bersamaan dengan penyingkapan wajah.” ([4])
Al Allamah Ibnu Najiim (970 H) rahimahullah berkata:
قَالَ مَشَايِخُنَا: تُمْنَعُ الْمَرْأَةُ الشَّابَّةُ مِنْ كَشْفِ وَجْهِهَا بَيْنَ الرِّجَالِ فِيْ زَمَانِنَا لِلْفِتْنَةِ
“Para guru kami berkata, ‘Wanita muda dilarang dari menampakkan wajahnya di antara kaum lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” ([5])
Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)
__________________________________
Footnote:
([1]) Matan Nuurul Iidhah Wa Najaatul Arwaah fii al-Fiqh al-Hanafiy, al-Maktabah al-‘Ashriyah, (I/53)
([3]) Ad Durr Al Mukhtar, 2/189
([4]) Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189