Allah ﷻ berfirman,
وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا المُؤمِنُونَ لَعَلَّكُم تُفلِحُونَ ٣١
“…dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. an-Nuur (24): 31)
Nabi ﷺ bersabda,
«وَاللهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً»
“Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar beristighfar (memohon ampun) kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.”([1])
Di dalam riwayat al-Bukhari,
«لَلهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ، سَقَطَ عَلَى بَعِيرِهِ، وَقَدْ أَضَلَّهُ فِي أَرْضِ فَلاَةٍ»
“(Sungguh) Allah lebih bergembira dengan taubat hamba-Nya dari salah seorang dari kalian yang menemukan ontanya dengan tidak disengaja, sementara dia telah kehilangannya di tanah padang pasir.” rahimahullah
An-Nawawi rahimahullah berkata, ‘Berkata para ‘ulama, ‘Taubat itu hukumnya wajib dari segala dosa. jika keberadaan maksiat itu adalah antara seorang hamba dengan Allah ﷻ, tidak berkaitan dengan hak anak Adam, maka ia memiliki tiga syarat;
Pertama, meninggalkan maksiat tersebut.
Kedua, menyesali perbuatannya.
Ketiga, bertekad bulat untuk tidak kembali kepada maksiat tersebut selamanya.
Jika kehilangan salah satu dari ketiga perkara tersebut, maka tidak sahlah taubatnya.
Dan jika keberadaan maksiat itu berkaitan dengan anak Adam, maka syarat-syaratnya adalah empat. Ketiga syarat ini, dan (ditambah) hendaknya dia melepaskan dirinya dari hak pemiliknya; jika berupa harta, atau semacamnya, maka dia kembalikan kepada pemiliknya; jika berupa hukum had menuduh zina dan semacamnya, maka dia kuasakan dirinya padanya, atau meminta maafnya; jika berupa ghibah, maka meminta halal darinya.
Dan wajib untuk bertaubat dari segala dosa. Jika bertaubat dari sebagian dosa, maka tobatnya dari dosa tersebut syah menurut para ‘ulama, dan tersisa baginya dosa yang tersisa (yang belum dia tobati).” Selesai([2])
(Sumber: Mi-atu washilatin liyuhibbakallaahu warasuuluhuu, Sayyid Mubarok (Abu Bilal), dialih bahasakan oleh: Abu Rofi’ Muhammad Syahri)
______________________
Footnote:
([2]) Riyaadhushshaalihiin, oleh an-Nawawiy rahimahullah (17)