Oleh: al-Ustadz Muslim al-Atsariy hafizhahullahu
HADITS IBNU ABBAS radhiyallaahu ‘anhuma
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ أَيُّ العَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: «الحَالُّ المُرْتَحِلُ». قَالَ: وَمَا الحَالُّ المُرْتَحِلُ؟ قَالَ: «الَّذِي يَضْرِبُ مِنْ أَوَّلِ القُرْآنِ إِلَى آخِرِهِ كُلَّمَا حَلَّ ارْتَحَلَ»
Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma dia berkata: Seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah, amalan apa yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab: “Al-Haallu Al-Murtahil.” Laki-laki itu bertanya lagi: “Apakah yang dimaksud Al-Haallu Al-Murtahil?” Beliau menjawab: “Yaitu orang yang terus menerus membaca dari awal Al Qur`an sampai akhir, setiap berhenti (selesai menghatamkan Al Qur’an), dia memulainya lagi.”
KETERANGAN:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
- Tirmidzi, no. 2948;
- Ibnul Mubarok di dalam Az-Zuhud, no. 800;
- Al-Bazzaar di dalam Al-Musnad, no. 5306;
- Ath-Thobaroniy di dalam Al-Mu’jamul Kabir, no. 12783;
- Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, no. 1846, 1906;
- Abu Nu’aim di dalam Hilyatul Auliya’, 2/260, 6/174;
- Ad-Darimi di dalam Musnadnya, no. 3710; dan di dalam Sunannya, no. 3519.
- Al-Hakim, no. 2088, 2089
- Dimasukkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Adh-Dho’ifah, no. 1834.
Semua dari jalur Sholih Al-Murriy, dari Qotadah, dari Zuroroh bin Aufa, dari Ibnu Abbas.
Imam Tirmidzi, no. 2948, juga meriwayatkan dari jalur Sholih Al-Murriy, dari Qotadah, dari Zuroroh bin Aufa, dari Nabi ﷺ. Lalu imam Tirmidzi berkata: “Dan ini menurutku lebih benar daripada hadits Nashr bin Ali, dari Al-Haitsam bin Ar-Robii’ (yaitu yang di atas).
Ibnul Mubarok rahimahullaah di dalam Az-Zuhud, no. 800, juga meriwayatkan dari jalur Isma’il bin Roofi’, dari seorang laki-laki dari kota Iskandariyah, dia berkata: Rosululloh ﷺ ditanya…”
Imam Al-Hakim, no. 2090, juga meriwayatkan dari jalur Miqdam bin Dawud bin Taliid Ar-Ru’ainiy, dari Kholid bin Nizar, dari Laits bin Sa’ad, dari Malik bin Anas, dari Ibnu Syihad, dari Al-A’roj, dari Abu Huroiroh.
DERAJAT HADITS
Hadits ini lemah, sebab perowi bernama Sholih Al-Murriy dho’if (lemah). Dengan penjelasan sebagai berikut:
1- Imam At-Tirmidzi rahimahullaah (wafat th 279 H)
Beliau meriwayatkan hadits ini di dalam Sunannya, lalu berkata, “Hadits ini Ghorib (isnadnya hanya satu), kami tidak mengetahuinya dari hadits Ibnu Abbas kecuali dari jalur ini, dan isnadnya tidak kuat”.([1])
Jalur lain dari riwayat Tirmidzi lemah, sebab terputus antara Zuroroh bin Aufa dengan Nabi ﷺ.
2- Syaikh Al-Albani rahimahullaah berkata: “Bagaimanapun, hadits ini lemah. Sebab Sholih Al-Murriy dho’if (lemah) sebagaimana disebutkan di dalam At-Taqrib. Di dalam Adh-Dhu’afa’ karya Adz-Dzahabiy disebutkan: “An-Nasai dan lainnya berkata: Dia matruk (ditinggalkan haditsnya)”. Ketika Al-Hakim berkata setelah meriwayatkan hadits ini, “Dia termasuk ahli zuhud dari kota Bashroh, tetapi Syaikhoin (imam Bukhori dan Muslim) tidak meriwayatkan haditsnya”, Adz-Dzahabiy membantahnya, dengan berkata: “Aku katakan: Sholih matruk (ditinggalkan haditsnya)”.([2])
3- Syaikh Husian Salim Asad Ad-Daroniy, peneliti kitab Sunan Ad-Darimi berkata: “Di dalam sanadnya terdapat dua cacat, yaitu: Irsal (diriwayatkan dari tabi’iy langsung dari Nabi), dan kelemahan Sholih Al-Murriy”.([3])
4- Syaikh DR. Marzuq Az-Zahroniy, peneliti kitab Musnad Ad-Darimi berkata: “Hadits mursal (diriwayatkan dari tabi’iy langsung dari Nabi), dan di dalam sanadnya terdapat Sholih Al-Murriy, dia lemah”.([4])
5- Jalur lain riwayat Ibnul Mubarok di dalam Az-Zuhud, no. 800, terdapat perowi mubham (tidak jelas) yaitu seorang laki-laki dari kota Iskandariyah, sehingga lemah.
6- Jalur lain riwayat Imam Al-Hakim, no. 2090, dari Miqdam bin Dawud bin Taliid Ar-Ru’ainiy, dari Kholid bin Nizar, dari Laits bin Sa’ad, dari Malik bin Anas, dari Ibnu Syihad, dari Al-A’roj, dari Abu Huroiroh.
Ini juga lemah.
Syaikh Al-Albani rahimahullaah berkata: “Adz-Dzahabiy berkata, ‘Al-Hakim tidak membicarakannya, dan ini palsu atas sanad Syaikhoin (imam Bukhori dan Muslim). Miqdam perowi yang dibicarakan, dan cacatnya dari dia”.([5])
KESIMPULAN:
Hadits ini munkar (sangat lemah), sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dalil keyakinan atau amalan.
Sesungguhnya di dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits–hadits yang shohih sudah cukup dalil yang menyebutkan keutamaan membaca dan menghafalkan Al-Qur’an, sehingga tidak membutuhkan hadits lemah. Wallohu a’lam
Kita jangan menisbatkan hadits ini kepada Nabi ﷺ, sebab khawatir terkena ancaman di dalam hadits shohih berikut ini:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ»
Dari Abdulloh bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Sampaikan dariku walau satu ayat (keterangan). Beritakan tentang Bani Isroil, tidak mengapa. Namun orang yang berdusta atasku dengan sengaja, hendaklah dia menempati tempat tinggalnya di Neraka”.([6])
Berdusta atas nama Nabi ﷺ adalah berdusta di dalam syari’at, sehingga dampaknya mengenai seluruh umat, maka dosanya lebih besar dan hukumannya lebih berat. Wallohul Musta’an.([7])
____________________________
Footnote:
([1]) Sunan At-Tirmidzi, no. 2948
([2]) Silsilah Adh-Dho’ifah, 4/315, no. 1834
([3]) Komentar Sunan Ad-Darimi, no. 3519
([4]) Komentar Musnad Ad-Darimi, no. 3710
([5]) Silsilah Adh-Dho’ifah, 4/316, no. 1834
([6]) HR. Bukhori, no. 3461; Tirmidzi, no. 2669; Ahmad, no. 6486, 6888, 7006; Ibnu Hibban, no. 6256
([7]) Sragen, Jum’at Dhuha, 4-Muharrom-1443 H / 13-Agustus-2021