Hadits Hadits Tentang Ramadhan Dan Puasa (15)
Niat Puasa Romadhon Di Malam Hari
(Oleh: al-Ustadz Muslim al-Atsari, hafizhahullah)
Hadits Hafshoh Bintu Umar radhiyallaahu ‘anhuma:
عَنْ حَفْصَةَ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ»
Dari Hafshoh radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.”([1])
Di dalam riwayat lain dengan lafazh:
«مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ»
“Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.”([2])
Hadits Ibnu Umar Mauquf:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: «لَا يَصُومُ إِلَّا مَنْ أَجْمَعَ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ»
Dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa dia berkata: “Tidak berpuasa kecuali orang yang berniat puasa sebelum fajar.”([3])
FAWAID HADITS:
1- Puasa Romadhon memiliki dua rukun: (1) niat puasa di malam hari, (2) imsaak (menahan diri) dari semua pembatal puasa mulai fajar shodiq sampai tenggelam matahari.
2- Niat adalah tujuan atau kehendak di dalam hati. Niat dalam pembicaraan ulama memiliki dua makna:
Pertama: Memisahkan sebagian ibadah dengan ibadah yang lain. Seperti: memisahkan sholat zhuhur dengan ashar, memisahkan puasa romadhon dengan puasa lainnya. Atau memisahkan ibadah dengan ‘adat. Seperti: memisahkan mandi janabat dengan mandi untuk kebersihan. Ini adalah makna niat yang banyak ditemui di dalam perkataan fuqoha (ahli hukum Islam).
Kedua: memisahkan tujuan amal, apakah tujuannya Alloh semata, atau Alloh dan yang lainnya. Ini adalah makna niat yang banyak dibicarakan oleh para Salaf zaman dahulu.([4])
3- Puasa adalah ibadah, maka harus niat ikhlas untuk Allah semata. Untuk melakukan puasa wajib, seperti romadhon, harus ada niat di setiap malam.
4- Puasa sunnah boleh berniat di pagi hari sebelum makan atau minum, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi ﷺ.
5- Niat itu letaknya di dalam hati, tidak diucapkan dengan lidah, sebab hal ini tidak dituntunkan oleh Nabi ﷺ.
Imam An-Nawawi rahimahullah –seorang ulama besar Syafi’iyah- mengatakan,
لَا يَصِحُّ الصَّوْمُ إِلَّا بِالنِّيَّةِ، وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ. وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلَا خِلَافٍ.
“Puasa tidak sah kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama”.([5])
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama besar Hanabilah mengatakan,
وَالنِّيَّةُ مَحَلُّهَا الْقَلْبُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ؛ فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ وَلَمْ يَتَكَلَّمْ بِلِسَانِهِ أَجْزَأَتْهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِهِمْ
“Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama.”([6])([7])
_____________________________
Footnote:
([1]) HR. Tirmidzi, no. 730; Abu Dawud, no. 2454; Nasai, no. 2333; dll. Dishohihkan oleh syaikh Al-Albani
([2]) HR. Nasai, no. 2331, 2332, 2334. Dishohihkan oleh syaikh Al-Albani
([3]) HR. Nasai, no. 2343. Dishohihkan oleh syaikh Al-Albani
([4]) Diringkas dari kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1/65-66, karya imam Ibnu Rojab Al-Hanbali
([5]) Roudhotut Tholibin wa ‘Umdatul Muttaqin, 2/350
([7]) Sragen, Ahad bakda zhuhur, 10-Romadhon-1441 H / 3-Mei-2020 M