19. Berlebihan di dalam qiyamullail dan tarawih, lalu tidur dari shalat subuh
Dan ini adalah sebuah kesalahan besar; kondisi orang seperti ini adalah seperti orang yang membangun sebuah istana dan menghancurkan sebuah kota. Shalat malam berpahala agung lagi besar, akan tetapi ini tidak mencukupi dari shalat fardhu yang nanti akan ditanya tentangnya pada hari kiamat. Dan saya tambahkan disini bahwa shalat subuh menandingi pahala shalat sepanjang malam.
Imam Muslim rahimahullah mengeluarkan sebuah hadits dari ‘Utsman radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ
“Barangsiapa shalat ‘Isyak secara berjama’ah, maka seakan-akan ia shalat separuh malam, dan barangsiapa shalat subuh berjama’ah maka seakan-akan dia telah shalat malam keseluruhannya.” ([1])
Dan bagaimanakah seseorang itu melalaikan shalat subuh padahal sunnah qabliyahnya adalah lebih baik dari dunia dan seisinya, lalu bagaimana pula dengan fardhu subuhnya?!
Imam Muslim rahimahullah mengeluarkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, bahwa Nabi ﷺ bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat (shalat sunah) fajar, lebih baik dari dunia dan apapun yang ada di dalamnya.” ([2])
20. Shalat tarawih dan qiyamullail dengan malas dan kantuk berat
Ini adalah sebuah kesalahan, dikarenakan seorang muslim, jika dia bangun malam untuk shalat sementara kantuk berat menguasainya hingga ia tidak tahu apa yang dia katakan, maka kadang dia akan melakukan kesalahan di dalam membaca al-Qur`an. Bahkan kadang dia berdiri untuk berdo’a kebaikan bagi dirinya, lalu malah berdo’a keburukan bagi dirinya. Sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Nabi ﷺ.
Al-Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لَعَلَّهُ يَذْهَبُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ
“Jika salah seorang dari kalian mengantuk sementara dia sedang shalat, maka hendaknya dia tidur hingga tidur itu hilang dari dirinya. Karena sesungguhnya salah seorang dari kalian jika dia shalat sementara dia dalam keadaan mengantuk, maka barangkali dia berangkat ingin beristighfar, malah kemudian dia mencaci maki dirinya sendiri.” ([3])
Sungguh Nabi ﷺ telah memberikan petunjuk kepada orang yang tertimpa kemalasan atau ngantuk untuk tidur hingga hilang apa yang dia dapati. Lalu menghadap kepada shalat dalam kondisi semangat untuk kemudian mentadabburi apa yang dia katakan, dan menguasai apa yang dia lakukan.
Al-Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan hadits dari Anas radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ pernah masuk masjid, sementara ada seutas tali tambang ada di antara dua tiang. Lantas beliau bersabda, ‘Apa ini?’ Mereka menjawab, ‘Milik Zainab untuk dia shalat; jika dia malas, atau kendor, maka dia berpegangan dengannya.’ Maka beliau ﷺ bersabda,
«حُلُّوهُ، لِيُصلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ فَإِذَا كَسَلَ أو فَتَرَ فَلْيَرْقُدْ»
“Lepaskanlah ia (tali), hendaknya salah seorang dari kalian shalat pada masa semangatnya, lalu jika dia malas atau kendor, maka hendaknya dia tidur.” ([4])
Di dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda,
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ فَاسْتَعْجَمَ الْقُرْآنُ عَلَى لِسَانِهِ فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُولُ، فَلْيَضْطَجِعْ
“Jika salah seorang dari kalian berdiri di bagian malam, lalu al-Qur`an menjadi ‘ajam melalui lisannya hingga dia tidak tahu apa yang dia katakan, maka hendaknya dia berbaring (tidur).” ([5])
Ista’jama al-Qur`aan maksudnya adalah lisannya tidak berbicara dengannya karena kantuk berat.
(Diambil dari kitab Akhthoo-unaa Fii Ramadhaan, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri)
___________________________________
Footnote:
([2]) HR. Muslim (725), at-Tirmidzi (416), an-Nasa`iy (1759), Ahmad (25206), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (7/121)-pent
([3]) HR. al-Bukhari (209), Muslim (786), At-Tirmidzi (355), Abu Dawud (1310), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (26/77)-pent
([4]) HR. Al-Bukhari (1150), Muslim (784)-pent
([5]) HR. Muslim (787), Abu Dawud (1311), Ibnu Majah (1372), Ahmad (8214), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (26/78)-pent