10. Mencari-cari dan menuju masjid-masjid tertentu untuk shalat di dalamnya karena sekedar keindahan suara saja, dan bagusnya nada.
Tidak mengapa manusia mendatangi pemiliki suara yang indah, dikarenakan suara yang indah bisa menambah keindahan al-Qur`an. Akan tetapi, diantara manusia ada orang yang mengejar masjid-masjid hanya karena sang imam suaranya indah, dan ini adalah salah. Seharusnya, yang dinikmati adalah mendengar firman Allah, dan memahaminya lebih banyak daripada menikmati suara sang Qari’ dan nadanya. Akan tetapi Anda akan menemukan sebagian mereka lebih banyak berinteraksi, dan terpengaruh oleh suara dan nada daripada mentafakkuri makna-maknanya. Lalu mereka pergi menuju Syaikh Fulan hanya sekedar karena suaranya yang indah.
Di dalam perbuatan ini, terdapat sejumlah resiko, diantara;
Pertama, syari’at telah melarang perbuatan ini.
At-Thabraniy telah mengeluarkan hadits di dalam al-Kabiir dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda,
لَيُصَلِّ الرَّجُلُ فِي الْمَسْجِدِ الَّذِي يَلِيهِ، وَلَا يَتْبَعْ الْمَسَاجِدَ
“Hendaknya seseorag shalat di masjid yang terdekat dengannya, dan tidak mengejar masjid-masjid (lain).”([1])
Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam I’laamu al-Muwaqqi’iin (3/310) berkata saat berbicara tentang dalil-dalil pelarangan melakukan perkara yang bisa menjurus kepada yang haram sekalipun sebenarnya dibolehkan: ‘Sesungguhnya syari’at telah melarang seseorang untuk melangkahi masjid yang terdekat dengannya menuju masjid selainnya sebagaimana disebutkan di dalam hadits tersebut. Tidaklah yang demikian itu dilarang melainkan hal itu akan menjadi sebab ditinggalkannya masjid yang terdekat dengannya tersebut, serta membuat murung (susah) dada sang imam. Adapun jika sang imam tidak menyempurnakan shalat, atau dituduh dengan kebid’ahan, atau terang-terangan melakukan kemaksiatan, maka tidak mengapa melangkahinya, lalu menuju selainnya.’ Selesai.
Kedua, mengejar masjid-masjid lain hanya sekedar suara yang indah saja bisa menjurus kepada pergi menuju suatu masjid yang jauh pada sebagian kondisi. Dengan tahapannya, hal ini bisa menjurus kepada penyia-nyiaan waktu. Dan seandainya waktu tersebut dipalingkan untuk berangkat di awal waktu menuju masjid yang berdampingan dengannya, serta semangat mendapatkan shaf yang pertama, dan takbiratul ihram, maka tentunya di dalamnya pasti terdapat pahala yang berlipat-lipat dari yang diharap.
Ketiga, diantara resiko perbuatan ini adalah bahwa ia akan kehilangan kesempatan bertemu dengan tetangganya dan jama’ah masjidnya.
Keempat, pergi menuju pemiliki suara indah dan banyaknya orang yang shalat di belakangnya kadang bisa mempengaruhi jiwa sang imam, atau terjadi riya’ pada dirinya.
Bahkan terdapat juga kesalahan besar yang terjadi pada sebagian kaum muslimin. Dimana mereka lebih mengedepankan pemilik suara yang indah daripada selainnya dari kalangan ahli ilmu dan fiqih. Dan tidaklah demikian dilakukan agar ia bisa menghibur mereka dengan suara yang indah. Sementara Nabi ﷺ telah memberikan peringatan dari perkara ini.
Imam Ahmad, al-Bukhari dalam at-Taariikh, al-Baihaqiy di dalam as-Syu’ab telah mengeluarkan hadits dari Yazid dari Syuraik, dari Abul Yaqzhan ‘Utsman bin ‘Umair, dari Zaadzaan Abu ‘Umar dari ‘Ulaim, dia berkata,
كُنَّا عَلَى سَطْحٍ وَمَعَنَا رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَزِيْدُ: لَا أَعْلَمُهُ إِلَّا قَالَ عَابِسٌ الْغِفَارِيِّ ـ فَرَأَى النَّاسَ يَخْرُجُوْنَ فِيْ الطَّاعُوْنِ، قَالَ: مَا هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: يَفِرُّوْنَ مِنَ الطَّاعُوْنِ، فَقَالَ: يَا طَاعُوْنُ خُذْنِيْ، فَقَالُوا: أَتَتَمَنَّى الْمَوْتَ، وَقَدْ سَمِعْتَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ؟ فَقَالَ: إِنِّيْ أُبَادِرُ خِصَالاً سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّفْهُنَّ عَلَى أُمَّتِهِ: بَيْعُ الْحُكْمِ، وَالْاِسْتِخْفَافٌ بِالدَّمِ، وَقَطِيْعَةُ الرَّحِمِ، وَقَوْمٌ يَتَّخِذُوْنَ الْقُرْآنَ مَزَامِيْرَ، يُقَدِّمُوْنَ أَحَدَهُمْ لَيْسَ بَأَفْقَهِهِمْ وَلَا أَفْضَلِهِمْ إِلَّا لِيُغَنِّيَهُمْ بِهِ غِنَاءً، وَذَكَرَ خَلَّتَيْنِ آخِرَتَيْنِ.
“Dulu kami berada di atap rumah, bersama kami seorang laki-laki dari sahabat Nabi ﷺ. Yazid berkata, ‘Saya tidak mengetahuinya, kecuali dia berkata, ‘’Abis al-Ghifariy.’ Lalu dia melihat manusia keluar karena Tha’un. Maka dia berkata, ‘Ada apa dengan mereka?’ Dia menjawab, ‘Mereka lari dari penyakit tha’un.’ Maka dia berkata, ‘Wahai tha’un, ambillah aku.’ Maka mereka berkata, ‘Apakah Anda berharap kematian, padahal Anda telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Janganlah salah seorang dari kalian berharap kematian.’ Maka dia berkata, ‘Sesungguhnya aku mendahului beberapa perkara yang dulu pernah kudengar Rasulullah ﷺ menakut-nakuti umatnya darinya, ‘Menjual hukum, meremehkan darah, memutus tali rahim, dan kaum yang menjadikan al-Qur`an sebagai seruling, mereka lebih mengutamakan salah seorang dari mereka bukan karena dia yang paling faqih dan utama diantara mereka, melainkan agar dia melagukan lagu bagi mereka; lalu dia menyebut dua karakter lain.’([2])
Di dalam riwayat lain, disebutkan oleh al-Albaniy rahimahullah di dalam as-Silsilah as-Shahiihah (2/272) halaman 979 dengan lafazh,
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ خِصَالاً سِتّاً: إمْرَةَ السُّفَهَاءِ، وَكَثْرَةَ الشُّرَطِ، وَقَطِيْعَةَ الرَّحِمِ، وَبَيْعَ الْحُكْمِ، وَاسْتِخْفَافاً بِالدَّمِ، وَنَشْواً يَتَّخِذُوْنَ الْقُرْآنَ مَزَامِيْرَ، يُقَدِّمُوْنَ الرَّجُلَ لَيْسَ بِأَفْقَهِهِمْ وَلَا أَعْلَمِهِمْ، مَايُقَدِّمُوْنَهُ إِلَّا لِيُغَنِّيَهُمْ
“Dahuluilah oleh kalian enam perkara dengan amal-amal (shalih); pemimpin yang bodoh, banyaknya petugas keamanan, pemutusan tali rahim, jual beli hukum, peremehan darah, para pemuda yang menjadikan al-Qur`an sebagai seruling-seruling, mereka mengutamakan seseorang yang tidaklah lebih faqih dan lebih ‘alim daripada mereka, tiadalah mereka mengutamakannya melainkan agar dia melantunkan nyanyian buat mereka.”
Dan sungguh Nabi ﷺ menjelaskan siapakah orang yang terindah suaranya.
Abu ‘Ubaid mengeluarkan hadits di dalam Fadhaa-ilul Qur`aan dari Thawus radhiyallaahu ‘anhu dia berkata,
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ أَحْسَنُ صَوْتاً بِالْقُرْآنِ؟ فَقَالَ: الَّذِيْ إِذَا سَمِعْتَهُ رَأَيْتَهُ يَخْشَى اللهَ
“Rasulullah ﷺ ditanya, ‘Manusia manakah yang paling indah suaranya dengan al-Qur`an?’ Maka beliau menjawab, ‘Orang yang jika Engkau mendengarnya, Engkau melihatnya sedang takut kepada Allah.” ([3])
Fadhilatussyaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum mengejar para imam yang suara-suara mereka indah. Maka beliau menjawab, ‘Saya berpandangan bahwa tidak ada masalah dalam yang demikian. Akan tetapi paling utama adalah seseorang shalat di masjidnya dengan tujuan agar manusia berkumpul di sekitar imam mereka dan di dalam masjid-masjid mereka. Dan dengan tujuan agar masjid tidak kosong dari manusia, dan dengan tujuan agar tidak banyak kepadatan di masjid yang keberadaan bacaan imamnya bagus, lalu karenanya terjadi kekacauan, dan barangkali terjadi perkara yang tidak disukai. Oleh karena itulah kami berpandangan bahwa seseorang tetap tinggal di masjidnya, karena di dalamnya terdapat bagian dari memakmurkan masjid dan menegakkan jama’ah di dalamnya, serta berkumpulnya jama’ah terhadap imam mereka, dan selamat dari kepadatan dan kesulitan.
(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari kitab Akhthoo-unaa Fii Ramadhaan, Syaikh Nada Abu Ahmad)
___________________________________
Footnote:
([1]) Lihat Faidhul Qadiir (5/392)
Al-Haitsamiy rahimahullah di dalam al-Majma’ (2/23) berkata, ‘Diriwayatkan oleh at-Thabraniy di dalam al-Kabiir dan al-Ausath.’ Lihat juga Shahiih al-Jaami’ (5456), as-Shahiihah (2200), al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (7/11)-pent
([2]) Dishahihkan oleh as-Syaikh Abu Ishhaq al-Huwainiy di dalam Fadhaa-ilul Qur`an milik Ibnu Katsir hal. 197.
([3]) HR. Ibnu Majah (1339), Mushannaf ‘Abdurrazzaaq (4185), at-Thabraniy dalam al-Ausath (2074), lihat Shahiih al-Jaami’ (2203), as-Shahiihah (1583), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (1450), al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (17/145)-pent