عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ مِحْصَنٍ الأنصاري رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا»
Dari ‘Ubaidillah bin Mihshan al-Anshariy radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang dipagi hari dalam keadaan aman pada jiwanya, sehat pada tubuhnya, dan padanya terdapat kebutuhan pokok harinya, maka seakan-akan telah dikumpulkan baginya dunia dengan seluruh sisi-sisinya.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrad, dan di dalam Tarikhnya, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Humaidiy di dalam Musnadnya, al-‘Uqaiiliy di dalam ad-Dhu’afaa`, Ibnu Abi ad-Dunya di dalam al-Qanaa’ah, al-Khathiib di dalam at-Taariikh, al-Baihaqiy di dalam az-Zuhdu, dan al-Qudha’iy di dalam al-Musnad.(1)
Tiga perkara; jika ketiga perkara tersebut terealisasi bagi seorang hamba, maka seakan-akan dunia telah dikumpulkan untuknya sebagaimana telah diberitakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Perkara pertama, keamanan.
Sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam [فِيْ سِرْبِهِ], yang masyhur adalah dengan mengkasrah huruf siin, yaitu maknanya adalah pada dirinya. Dikatakan as-sirbu adalah jama’ah, maka maknanya adalah pada keluarganya. Dikatakan juga dengan fathahnya huruf siin, maksudnya pada jalannya. Dikatakan dengan dua fathah, yaitu di dalam rumahnya.
Yang benar adalah bahwa yang dimaksud kalimat tersebut adalah ‘Barangsiapa di pagi hari dalam keadaan aman jiwanya.’
Diantara perkara yang menjelaskan kepada kita akan pentingnya nikmat yang agung ini adalah beberapa perkara;
Diantaranya, bahwa Allah subhaanahuu wa ta’aalaa telah mendahulukannya daripada nikmat rizqiy.
Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنٗا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِيلٗا ثُمَّ أَضۡطَرُّهُۥٓ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ ١٢٦
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. al-Baqarah (2): 126)
Allah subhaanahuu wa ta’aalaa memulai dengan keamanan sebelum rizqiy karena dua faidah;
Pertama, dikarenakan kestabilan keamanan adalah sebab rizqiy. Jika keamanan merata dan stabil, maka manusia bisa bebas melakukan perjalanan di permukaan bumi. Dan ini termasuk perkara yang akan bisa menyemburkan rizqi Tuhan mereka bagi mereka, dan akan membuka pintu-pintunya. Dan yang demikian itu tidak akan ada jika kehilangan keamanan.
Kedua, dikarenakan ketidak stabilan keamanan tidak bisa membuat makanan enak, dan jika keamanan hilang, maka nikmat rizqiy tidak bisa dimanfaatkan.
Keamanan adalah harapan umum bagi seluruh manusia.
Ibrahim ‘alaihissalaam berdo’a kepada Allah agar nikmat ini bisa terealisasi bagi masyarakatnya.
Yusuf ‘alaihissalaam meminta kedua orang tuanya untuk memasuki Mesir seraya memberitakan kestabilan keamanannya padanya.
فَلَمَّا دَخَلُواْ عَلَىٰ يُوسُفَ ءَاوَىٰٓ إِلَيۡهِ أَبَوَيۡهِ وَقَالَ ٱدۡخُلُواْ مِصۡرَ إِن شَآءَ ٱللَّهُ ءَامِنِينَ ٩٩
“Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapanya dan Dia berkata: “Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam Keadaan aman.” (QS. Yusuf (12): 99)
Tatkala Musa ‘alaihissalaam ketakutan, maka Tuhannya memberitahunya bahwa ia termasuk golongan orang-orang yang aman, agar perasaannya dan jiwanya menjadi tenang.
وَأَنۡ أَلۡقِ عَصَاكَۚ فَلَمَّا رَءَاهَا تَهۡتَزُّ كَأَنَّهَا جَآنّٞ وَلَّىٰ مُدۡبِرٗا وَلَمۡ يُعَقِّبۡۚ يَٰمُوسَىٰٓ أَقۡبِلۡ وَلَا تَخَفۡۖ إِنَّكَ مِنَ ٱلۡأٓمِنِينَ ٣١
“Dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah Dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman.” (QS. al-Qashash (28): 31)
Dan termasuk perkara yang menunjukkan pentingnya nikmat ini adalah bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, jika beliau melihat hilal beliau bersabda,
«[اللهُ أَكْبَرُ] اللهم أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْأَمْنِ وَالْإِيمَانِ، وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ، [وَالتَّوْفِيقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى]. رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللهُ»
“[Allah Maha Besar](2), ya Allah, tampakkanlah ia kepada kami dengan aman dan iman, keselamatan dan Islam, [serta taufik kepada perkara yang Engkau cintai dan ridhai] (3). Rabb kami dan Rabbmu adalah Allah.” (HR. at-Tirmidzi dan ad-Darimi)(4)
Diantaranya adalah bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam, saat merahmati penduduk Makkah pada hari penaklukannya (Fathu Makkah) menyebutkan perkara bagi mereka yang dengannya mereka bisa mendapatkan keamanan, suatu hal yang menunjukkan pentingnya keamanan bagi orang-orang mukmin dan kafir. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
«مَنْ دَخَلَ دَارَ أَبِي سُفْيَانَ فَهُوَ آمِنٌ، وَمَنْ أَلْقَى السِّلَاحَ فَهُوَ آمِنٌ، وَمَنْ أَغْلَقَ بَابهُ فَهُوَ آمِنٌ [وَمَنْ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَهُوَ آمِنٌ]»
“Barangsiapa masuk rumah Abu Sufyan, maka dia aman; barangsiapa menanggalkan senjatanya, maka dia aman; barangsiapa menutup pintunya, maka dia aman; [dan barangsiapa memasuki masjid, maka dia aman](5).” (HR. Muslim)(6)
Maka apakah boleh saya akan menunjukkan pentingnya nikmat ini, yaitu bahwa ibadah-ibadah tidak akan bisa dilakukan dengan bentuk sesempurna mungkin kecuali dengan nikmat aman?
Tentang shalat, Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,
حَٰفِظُواْ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلۡوُسۡطَىٰ وَقُومُواْ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ ٢٣٨ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ فَرِجَالًا أَوۡ رُكۡبَانٗاۖ فَإِذَآ أَمِنتُمۡ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمۡ تَكُونُواْ تَعۡلَمُونَ ٢٣٩
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa(7). Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. Jika kamu dalam Keadaan takut (bahaya), Maka Shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian apabila kamu telah aman, Maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. al-Baqarah (2): 238-239)
Termasuk diantara syarat-syarat kewajiban haji adalah keamanan. Maka jika seseorang mendapatkan biaya ibadah haji, namun jalan menuju kesana tidaklah aman, maka haji menjadi tidak wajib baginya, sebagai suatu kesepakatan.
Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,
فَإِذَآ أَمِنتُمۡ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلۡعُمۡرَةِ إِلَى ٱلۡحَجِّ فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡيِۚ
“… apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat…” (QS. al-Baqarah (2): 196)
(Bersambung…)
(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid III, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)
_____________________________________
Footnote:
1() Dishahiihkan oleh al-Albaniy dalam as-Shahiihah (2318), Shahiih al-Jaami’ (6042).
2() HR. ad-Darimiy (1729), didha’ifkan oleh Husain Salim Asad
3() HR. ad-Darimiy (1729), didha’ifkan oleh Husain Salim Asad
4() HR. at-Tirmidzi (3451), Ahmad (1397), Ibnu Hibban (888), Abu Ya’la (662), al-Hakim (7767), Ibnu Abu ‘Ashim dalam as-Sunnah (376), dihasankan oleh al-Albaniy dalam Zhilaal al-Jannah (376), Shahiih Mawaarid azh-Zham-aan (2014), as-Shahiihah (1816), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (33/58)-pent
5() HR. Abu Dawud (3022) dihasankan oleh al-Albaniy.-pent
6() HR. Muslim (1780)-pent
7() Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya. (Terjemah DEPAG RI)