Tiga Golongan Orang Yang Dibolehkan Meminta-Minta (2/2)

عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ مُخَارِقٍ الْهِلَالِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً، فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ فِيهَا، فَقَالَ: «أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ، فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا». قَالَ: ثُمَّ قَالَ: «يَا قَبِيصَةُ، إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ: رَجُل تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ. وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ. وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ. فَمَا سِوَاهُنَّ مِنْ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا»

Dari Qabishah bin Mukhaariq al-Hilaliy radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Aku dulu menanggung beban hutang, lalu aku mendatangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, lalu meminta kepada beliau tentangnya. Lantas beliau bersabda, “Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali bagi salah satu dari tiga golongan orang; seorang laki-laki yang menanggung beban (hutang, atau harta dalam rangka mendamaikan orang yang berselisih), maka halal baginya untuk meminta-minta hingga dia mendapatkan (harta yang bisa dia bayarkan untuk) tanggungannya, kemudian dia menahan diri (dari meminta-minta); seorang laki-laki yang tertipa musibah yang menghancurkan harta bendanya, maka halal baginya untuk meminta hingga dia mendapatkan harta yang bisa mencukupi kebutuhan hidupnya; dan seorang laki-laki yang tertimpa kemelaratan (setelah sebelumnya kaya) hingga ada tiga orang berakal dari kaumnya berkata, ‘Sungguh kemelaratan telah menimpa si Fulan’, maka halal baginya meminta hingga dia bisa mendapatkan harta yang bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Maka meminta-meminta selain ketiga golongan tersebut, wahai Qabishah, ia adalah harta haram yang dimakan oleh pelakunya.” (HR. Muslim)([1])

Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, [مَا سِوَى ذَلِكَ سُحْتٌ] “Selainnya adalah haram.”

As-Suhtu dari [سَحَتَهُ وأَسْحَتَهُ] yaitu [استأصلَه] “mencabutnya, menumbangkannya.”

As-Suhtu yang dimaksud disini adalah haram, ia disebut suhtan, karena ia mencabut keberkahan harta, dan barangkali mencabut keseluruhan harta, hingga kemudian menjadi petaka dan hukuman yang mencabut hartanya dari pangkalnya.

Hadits tersebut menunjukkan beberapa perkara;

Diantaranya, bolehnya memindah sedekah dari satu negeri ke negeri yang lain.

Diantaranya, bahwasannya batasan yang pemberian sedekah berakhir padanya adalah kecukupan yang dengannya kebutuhan hidup tercukupi, dan kemiskinan yang tertutupi

Diantara faidahnya adalah pengharaman meminta-minta.

Telah banyak hadits-hadits yang di dalamnya Nabi Allah subhaanahuu wa ta’aalaa telah memberikan peringatan dari meminta-minta kepada manusia, serta menjelaskan buruknya akibat meminta-minta.

Orang yang meminta-minta nanti akan bertemu Allah dengan seburuk-buruk keadaan.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«لَا تَزَالُ الْمَسْأَلَةُ بِأَحَدِكُمْ حَتَّى يَلْقَى اللهَ، وَلَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ»

Tidak henti-hentinya meminta-minta ada pada salah seorang diantara kalian hingga dia bertemu Allah sementara tidak ada pada wajahnya sekerat dagingpun.” (HR. al-Bukhari Muslim)([2])

Di dalam Sunan Abu Dawud, beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«الْمَسَائِلُ كُدُوحٌ يَكْدَحُ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ، فَمَنْ شَاءَ أَبْقَى عَلَى وَجْهِهِ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَ»

Meminta-minta itu adalah luka-luka, yang dengannya seorang laki-laki melukai wajahnya. Maka barangsiapa mau, dia akan menetapkannya pada wajahnya, dan barangsiapa mau, maka dia akan meninggalkannya.”([3])

Al-Kuduuh, adalah bekas-bekas garukan.

Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«لَوْ تَعْلَمُونَ مَا فِي الْمَسْأَلَةِ، مَا مَشَى أَحَدٌ إِلَى أَحَدٍ يَسْأَلُهُ شَيْئًا»

Seandainya kalian tahu (dosa) apa yang ada pada (perbuatan) meminta-minta, maka tidak ada seorangpun mau berjalan menuju orang yang lain kemudian meminta sesuatu kepadanya.” (HR. an-Nasa`iy)([4])

Dan apa yang ada padanya? Neraka, wal’iyaadzu billah

Dari Ibnu Mas’ud bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Didatangkan seorang laki-laki kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam agar beliau menshalatinya. Lantas beliau bersabda,

«كَمْ تَرَكَ»؟ قَالُوا: ثَلاَثَةَ دَنَانِيْرَ. فَقَالَ: «تَرَكَ ثَلاَثَ كَيَّاتٍ»

Berapa harta yang dia tinggalkan?’ Mereka berkata, ‘Tiga dinar.” Maka beliau bersabda, ‘Dia meninggalkan tiga sulutan (besi yang membara).”

Perawi berkata, ‘Maka akupun menemui ‘Abdullah bin al-Qasim, Maula Abu Bakar, lalu aku sebutkan hal itu kepadanya, lantas dia berkata kepadanya, ‘Itu adalah laki-laki yang biasa meminta-minta kepada manusia untuk memperbanyak harta.” (HR. al-Baihaqiy)([5])

 Dan perhatikanlah penyerupaan nawabiy berikut,

«مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ»

Barangsiapa meminta tanpa kefaqiran, maka seakan-akan dia memakan bara api.” (HR. at-Thabraniy dalam al-Kabiir)([6])

Dan disebutkan di dalam Musnad Imam Ahmad dan selainnya, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«إِنِّيْ لَأُعِطِيْ الرَّجُلَ الْعَطِيَّةَ فَيَنْطَلِقُ بِهَا تَحْتَ إِبْطِهِ وَمَا هِيَ إِلاَّ النَّارُ». فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: وَلِمَ تُعْطِيْ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا هُوَ نَارٌ؟ فَقَالَ: «أَبىَ اللهُ لِيْ الْبُخْلَ، وَأَبَوا إِلاَّ مَسْأَلَتِيْ»

Sesungguhnya aku benar-benar akan memberi seseorang suatu pemberian, lalu dia beranjak pergi dengan pemberian itu dengan membawanya dibawah ketiaknya, padahal tidaklah pemberian itu melainkan api.” Maka Umar berkata kepada beliau, ‘Lantas mengapa Anda memberinya wahai Rasulullah, padahal ia adalah api?’ Maka beliau bersabda, ‘Allah tidak menyukai kebakhilan untukku, dan mereka tidak  suka melainkan meminta kepadaku.”([7])

Pada riwayat Ibnu Khuzaimah,

«مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيْهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ النَّارِ»

Barangsiapa meminta-minta sementara disisinya ada harta yang mencukupinya dari meminta-minta, maka sesungguhnya dia hanyalah memperbanyak api.”([8])

Maka wajib bagi seorang muslim untuk menjadi orang yang bersih (dari meminta-minta), tidak bersandar kecuali kepada Allah, dan tidak meminta-minta kepada selain-Nya…

Dan sesungguhnya, termasuk diantara poin baiat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada sebagian sahabat beliau adalah tidak meminta-minta…

Di dalam Shahih Muslim dari ‘Auf bin Malik al-Asyja’iy radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Dulu kami berada di sisi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berjumlah Sembilan, delapan, atau tujuh (orang). Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«أَلَا تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللهِ»؟ وَكُنَّا حَدِيثَ عَهْدٍ بِبَيْعَةٍفَقُلْنَا: قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ! ثُمَّ قَالَ: «أَلَا تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللهِ»؟ فَقُلْنَا: قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ! ثُمَّ قَالَ: «أَلَا تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللهِ»؟ قَالَ: فَبَسَطْنَا أَيْدِيَنَا، وَقُلْنَا: قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ، فَعَلَامَ نُبَايِعُكَ؟ قَالَ: «عَلَى أَنْ تَعْبُدُوا اللهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَالصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، وَتُطِيعُوا، وَلَا تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا». فَلَقَدْ رَأَيْتُ بَعْضَ أُولَئِكَ النَّفَرِ يَسْقُطُ سَوْطُ أَحَدِهِمْ فَمَا يَسْأَلُ أَحَدًا يُنَاوِلُهُ إِيَّاهُ.

Tidakkah kalian membaiat Rasulullah? –dulu kami baru saja berbaiat- maka kami berkata, ‘Kami telah membaiat Anda ya Rasulullah!’ Kemudian beliau bersabda, ‘Tidakkah kalian membaiat Rasulullah?’ Maka kami menjawab, ‘Sungguh kami telah membaiat Anda ya Rasulullah!’ Kemudian beliau bersabda ‘Tidakkah kalian membaiat Rasulullah?’ Dia berkata, ‘Maka kami bentangkan tangan-tangan kami, lantas kami berkata, ‘Sungguh kami telah membaiat Anda ya Rasulullah, maka atas hal apa kami membaiat Anda?’ Beliau bersabda, ‘Agar kalian (hanya) menyembah Allah, dan tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatupun; (agar kalian shalat) shalat lima waktu, kalian taat, dan kalian tidak meminta sesuatupun kepada manusia.’ Maka sungguh aku melihat sebagian orang-orang tersebut, cemeti salah satu dari mereka terjatuh, maka dia tidak pernah meminta seseorang untuk mengambilkan cemeti itu untuknya.”([9])

 Dan dari Abu Dzar radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata,

أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ: بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ، وَأَنْ أَدْنُوَ مِنْهُمْ، وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنِّي وَلا أَنْظُرُ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي، وَأَنْ أَصِلَ رَحِمِي وَإِنْ جَفَانِي، وَأَنْ أُكْثِرَ مِنْ لا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللهِ، وَأَنْ أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وأن لا تَأْخُذَنِي فِي اللهِ لَوْمَةُ لائِمٍ، وَأَنْ لا أَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا

Kekasihku shallallaahu ‘alaihi wasallam telah memberikan wasiat kepadaku dengan tujuh perkara; mencintai orang-orang miskin, agar aku mendekat kepada mereka, agar aku melihat kepada orang yang lebih rendah kedudukannya daripadaku, agar aku tidak melihat kepada orang yang lebih tinggi kedudukannya daripadaku, agar aku menyambung tali rahimku sekalipun mereka bersikap kaku kepadaku, agar aku memperbanyak ucapan laa haula wa laa quwwata illaa billaah, dan agar aku berbicara dengan pahitnya kebenaran, dan agar celaan orang yang mencela tidak menyinggungku, dan agar aku tidak meminta sesuatupun kepada manusia.” (HR. Ahmad, at-Thabraniy)([10])

Dan sikap iffah adalah termasuk diantara sebab-sebab masuk sorga. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«مَنْ تَكَفَّلَ لِي أَنْ لَا يَسْأَلَ شَيْئًا وَأَتَكَفَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ»؟ فَقَالَ ثَوْبَانُ: أَنَا. فَكَانَ لَا يَسْأَلُ أَحَدًا شَيْئًا

Barangsiapa mau menjamin untukku untuk tidak meminta sesuatupun (kepada manusia), maka kujaminkan sorga untuknya.” Maka Tsauban berkata, ‘Aku.’ Maka jadilah ia tidak pernah meminta sesuatupun kepada seseorang.’ (HR. Ahmad)([11])

(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid III, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)


([1]) HR. Muslim (1044)-pent

([2]) HR. al-Bukhari (1474), Muslim (1040)-pent

([3]) HR Abu Dawud (1639) dan dishahihkan oleh al-Albaniy, an-Nasa`iy (2599), at-Tirmidzi (681), Ahmad (20118), Shahih al-Jaami’ (6695), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib 792, lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid, 6/176.-pent

([4]) HR. an-Nasa`iy (2586), didha’ifkan oleh Al-Albaniy dalam ad-Dha’iifah (4355) dan Dha’iif al-Jaami’ (4818)-pent

([5]) HR. al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iimaan (3239) dari Abu Hurairah I.-pent

([6]) HR. at-Thabraniy, al-Kabiir (3506), dishahihkan oleh al-Albaniy dalam al-Jaami’ as-Shaghiir Wa Ziyaadatuhu (112266)-pent

([7]) HR. Ahmad (11139, 11017), Ibnu Hibban (3414), Abu Ya’la (1328), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (815, 844), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid, 6/179.-pent

([8]) HR. Abu Dawud (1629), Ibnu Khuzaimah (2391), dishahihkan oleh al-Albaniy dalam al-Misykah (1848)-pent

([9]) HR. Muslim (1043)-pent

([10]) HR. at-Thabraniy, al-Kabiir (1649), Ahmad (21415), al-Baihaqiy (19973), as-Shahiiah (2166), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (811, 2525), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid, 9/467.-pent

([11]) HR. Ahmad (22374) dengan redaksi:

«مَنْ يَتَكَفَّلُ لِي أَنْ لَا يَسْأَلَ شَيْئًا وَأَتَكَفَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ؟» فَقَالَ ثَوْبَانُ: أَنَا فَكَانَ لَا يَسْأَلُ أَحَدًا شَيْئًا

Barangsiapa mau menjamin untukku untuk tidak meminta sesuatupun (kepada manusia), maka kujaminkan sorga untuknya.” Maka Tsauban berkata, ‘Aku.’ Maka jadilah ia tidak pernah meminta sesuatupun kepada seseorang.’

Dengan makna yang sama, hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (1643), al-Arnauth berkata, ‘Sanadnya shahih.’; Ibnu Majah (1837), al-Hakim dalam al-Mustadrak (1500) dan berkata, ‘Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim..’ at-Thabraniy, al-Kabir (1433).-pent

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *