Hukuman Riya’ (1)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ [ثَلَاثَةٌ]: رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ، فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ، فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ.

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,Sesungguhnya manusia pertama kali akan diputuskan perkaranya pada hari kiamat [ada tiga]; seorang laki-laki yang mati syahid. Dia didatangkan, lalu Allah mengenalkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya (yang telah Dia anugerahkan kepadanya), lalu diapun mengenalnya. Lalu Allah berfirman, ‘Apa yang Engkau amalkan pada nikmat-nikmat tersebut?’ Dia menjawab, ‘Saya berperang di dalam (jalan agama)Mu hingga aku mati syahid.’ Maka Allah berfirman, ‘Engkau dusta, akan tetapi Engkau berperang agar Engkau disebut sebagai seorang pemberani, dan hal itu telah dikatakan (untukmu).’ Kemudian diperintahkan terhadapnya, lalu dia diseret di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam Neraka.”

وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ، وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ، وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ.

Dan seorang laki-laki yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, serta membaca al-Qur`an. Dia didatangkan, lalu Allah mengenalkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya (yang telah Dia anugerahkan kepadanya), lalu diapun mengenalnya. Lalu Allah berfirman, ‘Apa yang Engkau amalkan pada nikmat-nikmat tersebut?’ Dia menjawab, ‘Saya mempelajari ilmu, dan mengajarkannya, dan akupun membaca al-Qur`an karena-Mu.’ Maka Allah berfirman, ‘Engkau dusta, namun Engkau mempelajari ilmu, agar disebut sebagai seorang ‘alim. Dan Engkau membaca al-Qur`an agar dikatakan, ‘Dia adalah seorang qari`.’ Dan hal itu sudah dikatakan (untukmu). Kemudian diperintahkan terhadapnya, lalu dia diseret di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam Neraka.”

وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ، وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ. قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ، فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ»

 “Dan seorang laki-laki yang Allah lapangkan untuknya rizqinya, dan Dia berikan kepadanya berbagai macam harta, semuanya. Dia didatangkan, lalu Allah mengenalkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya (yang telah Dia anugerahkan kepadanya), lalu diapun mengenalnya. Lalu Allah berfirman, ‘Apa yang Engkau amalkan pada nikmat-nikmat tersebut?’ Dia menjawab, ‘Tidaklah saya meninggalkan satu jalanpun yang Engkau suka saya berinfaq di dalamnya melainkan saya berinfaq padanya untuk-Mu.’ Maka Allah berfirman, ‘Engkau dusta, akan tetapi Engkau melakukannya agar disebut ‘Dia seorang dermawan.’, dan sudah dikatakan hal itu (untukmu). Kemudian diperintahkan terhadapnya, lalu dia diseret di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam Neraka.”

(HR. Muslim, dan lafazh yang berada diantara kurung adalah milik an-Nasa`iy)([1])

Hadits yang agung ini menunjukkan akan kewajiban ikhlash, dan seluruh amal tidak akan menjadi amal shalih kecuali jika memenuhi tiga syarat di dalamnya;

Syarat pertama, iman kepada Allah, dikarenakan amalnya orang kafir, tidak akan diterima oleh Allah subhaanahuu wa ta’aalaa.

Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,

وَمَا مَنَعَهُمۡ أَن تُقبَلَ مِنۡهُمۡ نَفَقَٰتُهُمۡ إِلَّآ أَنَّهُمۡ كَفَرُواْ بِٱللهِ وَبِرَسُولِهِۦ

Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya,…(QS. at-Taubah (9): 54)

Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,

وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَعمَٰلُهُمۡ كَسَرَابِۢ بِقِيعَةٖ يَحسَبُهُ ٱلظَّمآنُ مَآءً حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَهُۥ لَمۡ يَجِدۡهُ شَيئًا وَوَجَدَ ٱللهَ عِندَهُۥ فَوَفَّىٰهُ حِسَابَهُۥۗ وَٱللهُ سَرِيعُ ٱلحِسَابِ ٣٩

Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.(QS. an-Nuur (24): 39)

Syarat kedua, yang diinginkan dari amal itu adalah wajah Allah. Maka barangsiapa beramal dan tidak ikhlash, atau dia menginginkan dunia dengan amalnya, maka dia tidak akan mengambil manfaat dengan amalnya tersebut.

Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,

وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعبُدُواْ ٱللهَ مُخلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus([2]),…(QS. al-Bayyinah (98): 5)

Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,

مَن كَانَ يُرِيدُ حَرۡثَ ٱلأٓخِرَةِ نَزِدۡ لَهُۥ فِي حَرۡثِهِۦۖ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرۡثَ ٱلدُّنيَا نُؤۡتِهِۦ مِنهَا وَمَا لَهُۥ فِي ٱلأٓخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ ٢٠

Barang siapa yang menghendaki Keuntungan di akhirat akan Kami tambah Keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki Keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari Keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.(QS. as-Syuuraa (42): 20)

Syarat ketiga, mengikuti (ittiba’) sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa mengada-adakan perkara baru di dalam urusan (agama) kami ini, suatu perkara yang tidak ada padanya, maka amal itu tertolak.” (HR. as-Syaikhoni)([3])

Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»

Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada urusan agama kami ada padanya, maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim)([4])

Dan oleh karena itulah, ta`wil firman Allah subhaanahuu wa ta’aalaa,

ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلمَوۡتَ وَٱلحَيَوٰةَ لِيَبلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحسَنُ عَمَلًاۚ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya…(QS. al-Mulk (67): 2)

al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,

أَحْسَنُهُ: أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ. قِيْلَ: يَا أَبَا عَلِيٍّ، مَا أَخْلَصُهُ وَمَا أَصْوَبُهُ؟ فَقَالَ: إِنَّ الْعَمَلَ إِذَا كَانَ خَالِصًا وَلَمْ يَكُنْ صَوَابًا لَمْ يُقْبَلْ. وَإِذَا كَانَ صَوَابًا وَلَمْ يَكُنْ خَالِصًا لَمْ يُقْبَلْ.

Ahsanuhu adalah yang paling ikhlash dan paling benar.’ Maka dikatakan, ‘Wahai Abu ‘Aliy, apa yang dimaksud dengan yang paling ikhash dan paling benar?’ Maka dia berkata, ‘Sesungguhnya amal, jika dia dilakukan oleh pelakunya dengan ikhlash tapi tidak benar, maka tidak akan diterima. Jika amal itu benar, tapi pelakunya tidak ikhlash, maka tidak diterima.”

(Bersambung…)

(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid III, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)


([1]) HR. Muslim (1905), an-Nasa`iy (3137), al-Hakim (2524), Ahmad (8277), al-Baihaqiy (6387) dan lainnya.-pent

([2]) Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan. (Terjemah DEPAG RI)

([3]) HR. al-Bukhari (2697)

([4]) Muslim (1718)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *