Maka tidak boleh bagi wanita untuk menyambung rambutnya dengan rambut lain (seperti mengenakan rambut palsu, wig), sama saja hal itu untuk suami, atau untuk selainnya, karena hukumnya haram.
Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari Asma` binti as-Shiddiq J, dia berkata,
أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: إِنِّي أَنْكَحْتُ ابْنَتِي، ثُمَّ أَصَابَهَا شَكْوَى، فَتَمَرَّقَ رَأْسُهَا، وَزَوْجُهَا يَسْتَحِثُّنِي بِهَا، أَفَأَصِلُ رَأْسَهَا؟ ” فَسَبَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الوَاصِلَةَ وَالمُسْتَوْصِلَةَ “
“Bahwasannya ada seorang wanita datang kepada Rasulullah seraya berkata, ‘Sesungguhnya saya telah menikahkan putri saya, kemudian dia terkena penyakit hingga rambutnya rontok. Sementara suaminya mendorongku dengannya, apa saya boleh menyambung rambutnya? Maka Rasulullah melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang meminta disambungkan rambutnya.”(1)
Dan di dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim yang lain, juga dari Asma` J, bahwasannya Nabi ,
«لَعَنَ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ »
“Telah melaknat wanita yang menyambung rambut, dan yang meminta rambutnya disambungkan.”
Riwayat yang pertama menunjukkan bahwa menyambung rambut hukumnya haram atas wanita sekalipun rambutnya rontok.
Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan I, bahwa dia mengambil sejumput rambut yang ada tangan salah seorang prajurit, seraya berkata,
أَيْنَ عُلَمَاؤُكُمْ؟ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَى عَنْ مِثْلِ هَذِهِ، وَيَقُولُ: «إِنَّمَا هَلَكَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ حِينَ اتَّخَذَ هَذِهِ نِسَاؤُهُمْ»
“Dimana ulama-ulama kalian? Aku pernah mendengar Rasulullah melarang yang semisal ini, dan beliau bersabda, ‘Bani Isra`il binasa tiada lain saat wanita-wanita mereka mengenakan hal ini.”(2)
Pada riwayat al-Bukhari dan Muslim dari hadits Mu’awiyah I, dia pernah berkhutbah saat mendatangi Madinah, lalu dia mengeluarkan sejumput rambut seraya berkata,
مَا بَالُ نِسَاؤُكُمْ يَجْعَلْنَ فِيْ رُؤُوْسِهِنَّ مِثْلَ هَذَا سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ مَا مِنْ امْرَأَةٍ تَجْعَلُ فِيْ رَأْسِهَا شَعْراً مِنْ شَعْرِ غَيْرِهَا إِلاَّ كَانَ زُوْراً
“Ada apa gerangan wanita-wanita kalian, mereka menjadikan di kepala-kepala mereka yang semisal ini, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tidak ada seorang wanitapun yang memakai di kepalanya satu rambut dari rambut selainnya, melainkan hal itu adalah sebuah kedustaan.”(3)
Dan mengenakan rambut palsu adalah sebuah kedustaan, dan tidak diragukan lagi dalam yang demikian.”
Ada sebuah pertanyaan ditujukan kepada Fadhilatussyaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimiin V, ‘Apakah boleh bagi wanita untuk mengenakan rambut palsu?’
Jawab, ‘Rambut palsu adalah perkara yang diharamkan. Ia masuk dalam kategori menyambung rambut sekalipun tidak bersambung. Ia menampakkan rambut seorang wanita lebih panjang dari hakikatnya, maka menyerupai penyambungan rambut. Sementara Nabi telah melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang meminta rambutnya disambungkan.
Akan tetapi jika dikepala tidak ada rambutnya sama sekali, atau ia adalah seorang wanita yang botak, maka tidak mengapa menggunakan rambut palsu untuk menutup aib tersebut, dikarenakan menghilangkan aib itu boleh.”
Ada sebuah pertanyaan ditujukan kepada Lajnad Da`imah lil ifta`, ‘Apa hukum wanita mengenakan rambut palsu untuk berhias bagi suaminya?’
Jawab, ‘Selayaknyalah bagi setiap pasangan suami istri untuk berhias bagi pasangannya dengan apa yang menyenangkan satu sama lain, dan agar hubungan diantara keduanya menjadi lebih kuat. Akan tetapi berhias tersebut haruslah pada batasan-batasan yang dibolehkan oleh syariat Islam, bukan dengan apa yang diharamkan oleh syari’at Islam.
Mengenakan rambut palsu (wig) bermula pada non muslimah, kemudian menjadi masyhur (terkenal), dan penggunaan serta berhias dengannya menjadi bagian dari ciri khas mereka.
Maka wanita muslimah yang memakainya, dan berhias dengannya, sekalipun untuk suaminya telah menyerupai wanita-wanita kafir. Dan Nabi telah melarang dari yang demikian dengan sabda beliau ,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka.”(4)
Dan dikarenakan perbuatan itu berada pada hukum menyambung rambut, bahkan lebih keras daripadanya, sementara Nabi telah melarang darinya, dan melaknat pelakunya.
Catatan:
Yang rajih dari dua pendapat para ulama adalah bahwa boleh bagi wanita untuk menyambung rambutnya dengan tali sutra, atau wol, atau kain lain yang tidak menyerupai rambut. Karena hal ini tidak termasuk menyambung rambut, tidak juga semakna dengan tujuan menyambung rambut, akan tetapi hal itu hanya sekedar untuk mempercantik dan memperbagusi diri.
Imam Ahmad bin Hanbal V berpandangan demikian, dan an-Nawawi V juga menukil yang demikian dari Qadhi ‘Iyadh V.
(Diambil dari Kitab Silsilah Akhthaaunnisaa` (1) Akhthooun Nisa fi al-Libaas Wa az-Ziinah, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri)
__________________________________________________
Footnote:
1() HR. Al-Bukhari (5935), Muslim (2122)-pent
2() HR. Al-Bukhari (5932), Muslim (2127)-pent
3() HR. Ibnu Hibban (5510) dengan lafazh:
مَا بَالُ نِسَاءٍ يَجْعَلْنَ فِي رُءُوسِهِنَّ مِثْلَ هَذَا، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَا مِنِ امْرَأَةٍ تَجْعَلُ فِي رَأْسِهَا شَعْرًا مِنْ شَعْرِ غَيْرِهَا، إِلَّا كَانَ زُورًا»
“Ada apa gerangan dengan kaum wanita itu, mereka menjadikan di kepala mereka yang semisal ini. Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tidak ada diantara seorang wanitapun yang memasang pada kepalanya satu rambut dari rambut selainnya, melainkan itu adalah sebuah kedustaan.” Dishahihkan oleh al-Arnauth.-pent
4() HR. Abu Dawud (4031), Ahmad (5114), dishahihkan oleh al-Albaniy di al-Irwa` (2384) (al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaaniid (14/26))-pent