Tiga Perkara Yang Menyelamatkan (1) Berlaku Adil

Dari Ibnu ‘Umar L, dia berkata, ‘Rasulullah  bersabda,

[arabic-font]«ثلاثٌ مُنَجِّيَات: الْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَى، وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى، وَخَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلانِيَةِ»[/arabic-font]

“Tiga perkara yang menyelamatkan; berbuat adil di dalam kemurkaan dan keridhaan, hemat  di dalam kefakiran dan kekayaan, dan takut kepada Allah dalam keadaan rahasia dan terang-terangan.” (HR. at-Thabraniy di dalam al-Mu’jam al-Kabir)

 

Dengan segala sesuatu ini, adanya keselamatan itu dari apa? Dengannya, adanya keselamatan itu dari adzab Allah .

 

Penyelamat yang pertama, berbuat adil dalam kemurkaan dan keridhaan.

Ini adalah sangat berat, yaitu bahwa manusia tidak mengatakan kecuali yang haq, sama saja dia marah atau ridha. Dikarenakan kebanyakan manusia, jika dia marah, maka dia tidak memperhatikan Allah dalam apa yang dia ucapakan, dan tidak berhenti.

Dan termasuk do’a Nabi ,

[arabic-font]«اللَّهُمَّ بِعِلْمِكَ الْغَيْبَ، وَقُدْرَتِكَ عَلَى الْخَلْقِ، أَحْيِنِي مَا عَلِمْتَ الْحَيَاةَ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي، أَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، وَكَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا، وَالْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى، وَلَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ، وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ، وَمِنْ فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ، اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ، وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مَهْدِيِّينَ»[/arabic-font]

“Ya Allah, dengan ilmu-Mu terhadap perkara yang ghaib, dan dengan kekuasaan atas segala makhluk, hidupkanlah aku selagi Engkau mengetahui bahwa kehidupan tersebut adalah baik bagiku, dan matikanlah aku jika kematian itu adalah baik bagiku. Aku memohon kepada-Mu, rasa takut kepada-Mu dalam keadaan bersendirian dan terang-terangan, ucapan yang haq dalam marah dan ridha, hemat dalam kefakiran dan kaya, kelezatan melihat wajah-Mu, dan rindu bertemu dengan-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan yang membahayakan, dan dari fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan iman, dan jadikanlah kami orang-orang yang memberikan petunjuk yang diberi petunjuk.” (HR. Ahmad dan an-Nasa`iy)

Dan sungguh Nabi telah memberitakan kepada kita kisah seorang laki-laki yang tidak mengatakan kalimat yang haq pada saat marahnya, maka diapun gagal dan merugi…

Nabi bersabda,

[arabic-font]«قال رجل: وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لِفُلَانٍ. وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ: مَنْ ذَا الَّذِي يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنْ لَا أَغْفِرَ لِفُلَانٍ، فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلَانٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ»[/arabic-font]

“Seorang laki-laki berkata, ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan.’ Dan sesungguhnya Allah berfirman, ‘Siapakah yang telah bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan? Maka sesungguhnya Aku telah ampuni Si Fulan, dan aku hapuskan seluruh amalmu.” (HR. Muslim)

Di dalam riwayat Abu Dawud, beliau bersabda,

[arabic-font]«كَانَ رَجُلَانِ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ، فَكَانَ أَحَدُهُمَا يُذْنِبُ وَالْآخَرُ مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ، فَكَانَ لَا يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى الْآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُولُ: أَقْصِرْ. فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ فَقَالَ لَهُ: أَقْصِرْ. فَقَالَ: خَلِّنِي وَرَبِّي، أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا؟ فَقَالَ: وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ، أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ. فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا، فَاجْتَمَعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ: أَكُنْتَ بِي عَالِمًا، أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا؟ وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ: اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي. وَقَالَ لِلْآخَرِ: اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ». قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رضي الله عنه: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ.[/arabic-font]

“Ada dua orang laki-laki bersaudara di kalangan Bani Israil. Adalah salah satu dari keduanya berbuat dosa, dan yang lain bersungguh-sungguh di dalam beribadah. Tidak henti-hentinya yang ahli ibadah melihat saudaranya yang lain berada di atas dosa, lalu dia berkata, ‘Berhentilah.’ Lalu di suatu hari, dia mendapatinya berada di atas dosa, lalu dia berkata kepadanya, ‘Berhentilah.’ Saudaranya menjawab, ‘Biarkanlah aku dan Tuhanku, apakah kamu itu diutus sebagai pengawas yang mengawasiku?’ Maka dia menjawab, ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu.’ Atau, ‘Allah tidak akan memasukkanmu ke sorga.’ Lalu Allah mencabut roh keduanya, lalu keduanya berkumpul di sisi Rabbul ‘aalamiin. Lalu Allah berfirman kepada yang sungguh-sungguh beribadah, ‘Apakah Engkau mengetahui Aku? Ataukah Engkau kuasa atas apa yang ada di tangan-Ku?’ Lalu Dia berfirman kepada yang berbuat dosa, ‘Pergilah, masuklah sorga dengan rahmat-Ku.’ Dan berfirman kepada yang lain (yang ahli ibadah), ‘Pergilah kalian dengannya ke Neraka.’ Abu Hurairah I berkata, ‘Demi Dzat yang jiwaku ada pada tangan-Nya, sungguh dia telah benar-benar berbicara dengan kalimat yang  telah menghancurkan dunia dan akhiratnya.’

Ibnu Rajab berkata (Jaami’ al-‘Uluum wa al-Hikam, hal 17),

[arabic-font]فَهَذَا غَضِبَ لِلَّهِ، ثُمَّ تَكَلَّمَ فِيْ حَالِ غَضَبِهِ لِلَّهِ بِمَا لاَ يَجُوْزُ وَحَتَمَ عَلَى اللهِ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فَأَحْبَطَ اللهُ عَمَلَهُ، فَكَيْفَ بِمَنْ تَكَلَّمَ فِيْ غَضَبِهِ لِنَفْسِهِ وَمُتَابَعَةِ هَوَاهُ بِمَا لاَ يَجُوْزُ[/arabic-font]

“Orang ini marah karena Allah, lalu dia berbicara di saat marahnya karena Allah dengan perkara yang tidak boleh, dan memastikan atas nama Allah dengan apa yang dia tidak mengetahuinya, lalu Allah menghapus seluruh amalnya, lalu bagaimanakah dengan orang yang berbicara di dalam marahnya karena dirinya sendiri dan mengikuti hawa nafsunya, dengan apa yang tidak boleh?’

Oleh karena itulah, diriwayatkan di dalam Shahih al-Bukhari dari Abu Hurairah I, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi ,

[arabic-font]أَوْصِنِي. قَالَ: «لَا تَغْضَبْ». فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: «لَا تَغْضَبْ»[/arabic-font]

“Berikanlah wasiat kepadaku.’ Beliau bersabda, ‘Jangan marah.’ Lalu dia mengulang-ulang berkali-kali, dan beliau menjawab, ‘Jangan marah.’

Dan di dalam Masaawi`il Akhlaaq milik al-Kharaa`ithiy, ‘Urwah bin az-Zubair I berkata,

[arabic-font]مَكْتُوْبٌ فِي الْحِكَمِ: يَا دَاوُدُ إِيَّاكَ وَشِدَّةَ الْغَضَبِ، فَإِنَّ شِدَّةَ الْغَضَبِ مُفْسِدَةٌ لِفُؤَادِ الْحَكِيْمِ[/arabic-font]

“Telah ditulis di dalam kata-kata bijak, ‘Wahai Dawud, hati-hatilah dari kerasnya amarah, karena kerasnya amarah akan merusak hati orang yang bijak.”

(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid II, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *