Dari Ibnu ‘Umar L, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda,
[arabic-font]«ثَلاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بنفْسِهِ»[/arabic-font]
“Tiga perkara yang membinasakan; kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan takjubnya seseorang terhadap dirinya sendiri.” (HR. at-Thabraniy di dalam al-Mu’jam al-Kabiir)
Al-muhlikaat, adalah perkara-perkara yang menjerumuskan kepada kebinasaan.
Kedua, Mengikuti hawa nafsu.
Ar-Raaghib berkata di dalam al-Mufradaat (hal. 548), ‘Hawa itu adalah kecondongan jiwa kepada syahwat.’
Maka mengikuti hawa nafsu adalah lebih mengutamakan kecondongan jiwa kepada syahwat, dan tunduk kepadanya dalam perkara yang ia mengajak kepadanya, yaitu berupa bermaksiat kepada Allah ﷻ.
Adalah Nabi ﷺ biasa meminta perlindungan kepada Allah dari yang demikian. Disebutkan di dalam Sunan at-Tirmidzi, ‘Adalah termasuk diantara do’a Nabi ﷺ,
[arabic-font]«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلَاقِ، وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ»[/arabic-font]“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kemungkaran-kemungkaran akhlaq, amal-amal, dan hawa-hawa nafsu.”
Di dalam al-Musnad milik Imam Ahmad dari Abu Barzah al-Aslamiy I, bahwa dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda,
[arabic-font]إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ، شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى[/arabic-font]“Sesungguhnya termasuk perkara yang kukhawatirkan terhadap diri kalian adalah syahwat dosa pada perut-perut dan kemaluan-kemaluan kalian, serta kesesatan-kesesatan hawa nafsu.”
Ibnu ‘Abbas L berkata,
[arabic-font]مَا ذَكَرَ اللهُ- عَزَّ وَجَلَّ- الْهَوَى فِيْ مَوْضِعٍ مِنْ كِتَابٍ إِلاَّ ذَمَّهُ[/arabic-font]‘Tidaklah Allah ﷻ menyebut hawa nafsu di suatu tempat di dalam kitab-Nya melainkan Dia mencelanya.’ (Dzammul Hawa, Ibnul Jauziy)
Al-Hasan al-Bashriy V berkata,
[arabic-font]الهَوَى شَرُّ دَاءٍ خَالَطَ قَلْبًا[/arabic-font]“Hawa nafsu adalah seburuk-buruk penyakit yang mencampuri hati.” (as-Sunnah, ‘Abdullah bin Ahmad, I/138 no. 105)
(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid II, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)