Tiga Macam Kezhaliman

Dari Anas bin Malik I, dia berkata, ‘Rasulullah bersabda,
[arabic-font] «الظُّلْمُ ثَلاثَةٌ، فَظُلْمٌ لا يَغْفِرُهُ الله، وَظُلْمٌ يَغْفِرُهُ، وَظُلْمٌ لا يَتْرُكُهُ. فَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِي لا يَغْفِرُهُ الله فَالشِّرْكُ، قَالَ الله: إنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ، وَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِي يَغْفِرُهُ فَظُلْمُ العِباَدِ أَنْفُسَهُمْ فِيمَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ رَبِّهِمْ، وَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِي لا يَتْرُكُهُ الله فَظُلْمُ الْعِبَادِ بَعْضِهِمْ بَعْضًا حَتَّى يُدَبِّرُ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ»[/arabic-font] “Kezhaliman itu ada tiga; kezhaliman yang Allah tidak akan mengampuninya; kezhaliman yang Allah akan mengampuninya; dan kezhaliman yang Allah tidak akan membiarkannya. Adapun kezhaliman yang Allah tidak akan mengampuninya adalah kesyirikan. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya kesyirikan adalah benar-benar kezhaliman yang besar.’. Adapun kezhaliman yang Allah akan mengampuninya adalah kezhaliman para hamba terhadap diri-diri mereka sendiri dalam perkara antara mereka dengan Tuhan mereka. Adapun kezhaliman yang Allah tidak akan membiarkannya adalah kezhaliman para hamba, sebagian mereka terhadap sebagian yang lain, hingga Allah mengurus untuk sebagian mereka terhadap sebagian yang lain.” (HR. at-Thayalisiy, dan Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah)

Kezhaliman yang pertama adalah kesyirikan.
Telah pasti di dalam as-Shahihain dari ‘Abdillah bin Mas’ud I, dia berkata,
[arabic-font] لَمَّا نَزَلَتْ:  ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَٰنَهُم بِظُلۡمٍ ، شَقَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، وَقَالُوا: أَيُّنَا لَا يَظْلِمُ نَفْسَهُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «لَيْسَ هُوَ كَمَا تَظُنُّونَ، إِنَّمَا هُوَ كَمَا قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ:  يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ .[/arabic-font] “Tatkala turun ayat, ‘Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman,’ (QS. al-An’aam (6): 82) hal itu memberatkan para sahabat Rasulullah , lalu mereka berkata, ‘Mana diantara kita yang tidak menzhalimi dirinya sendiri? Maka Rasulullah bersabda, ‘Tidaklah ia seperti apa yang kalian sangka, namun itu hanyalah seperti apa yang dikatakan oleh Luqman kepada putranya, ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman (31): 13)

Kesyirikan adalah sebuah kezhaliman dikarenakan ia adalah pemalingan ibadah yang tidak berhak terhadapnya kecuali Allah kepada selain-Nya. Oleh karena itulah, disaat orang-orang musyrik terkumpul di dalam neraka, maka para penyembah berkata kepada para sesembahan,
[arabic-font] تَٱللَّهِ إِن كُنَّا لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ ٩٧ إِذۡ نُسَوِّيكُم بِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٩٨[/arabic-font] “Demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam.” (QS. as-Syu’araa` (26): 97-98)

Maknanya adalah, demi Allah, sungguh dulu kami benar-benar pergi meninggalkan kebenaran saat saat kami mensejajarkan kalian dengan Rabbul ‘aalamiin, lalu kami menyembah kalian selain-Nya.

Maka sezhalim-zhalimnya kezhaliman, seburuk-buruknya keburukan, serendah-rendahnya kerendahan, sekeji kejinya kekejian adalah mensekutukan Allah.

Ia adalah yang terbesar dari seluruh dosa-dosa besar.

Oleh karena itulah Ibnu Mas’ud I berkata,
[arabic-font] لِأَنْ أَحْلِفَ بِاللهِ كَاذِبًا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَحْلِفَ بِغَيْرِهِ صَادِقًا[/arabic-font] “Sungguh aku bersumpah dengan menyebut asma Allah dengan dusta lebih aku sukai daripada aku bersumpah dengan menyebut selain-Nya dengan kejujuran.”
Bersumpah dusta dengan menyebut asma Allah adalah dosa besar, ia adalah yamiinul ghamuus, dinamakan demikian karena sumpah itu akan menenggelamkan pelakunya ke dalam neraka, maka ini lebih ringan –sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud I– daripada bersumpah jujur dengan menyebut selain Allah, dikarenakan itu adalah kesyirikan, wal’iyaadzu billah. Maka syirik kecil, lebih besar daripada keseluruhan dosa-dosa besar. Maka bagaimana pula dengan syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam?!

Ibnul Qayyim V berkata di dalam Nuuniyahnya:
[arabic-font] والشرك فاحذره فشرك ظاهر        ذا القسم ليس بقابل الغفران[/arabic-font] [arabic-font] وهو اتّخاذ النّدّ للرحمـن أي        يا كان من حجر ومن إنسان[/arabic-font] [arabic-font] يدعوه أو يرجوه        ثمّ يخــافه ويحبّه كمحبّة الدّيـــان[/arabic-font] Dan syirik, maka wasapadalah, maka kesyirikan yang nyata, yang memiliki pembagian, tidak akan menerima pengampunan
Ia adalah menjadikan tandingan bagi ar-Rahman, apapun adanya, (baik) terbuat dari batu ataupun manusia
Dia menyerunya, atau mengharapkannya, kemudian takut kepadanya, serta mencintainya seperti kecintaan terhadap agama

Ibnu Hajar V berkata di dalam Fathul Baariy (XII/277), ‘Syirik adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, karena ia menjadikan Dzat yang telah mengeluarkannya dari ketiadaan kepada keberadaan (wujud) sama (dengan selain-Nya), maka dia telah menasabkan nikmat kepada selain yang memberikan kenikmatan.’

Dia V juga berkata, di dalam al-Fath (XII/210), ‘Kesyirikan lebih dimurkai oleh Allah daripada seluruh kemaksiatan.’

Ibnul Qayyim V berkata di dalam al-Waabil as-Shoyyib min al-Kalim at-Thayyib, hal 32, ‘Perumpamaan orang musyrik itu seperti orang yang dipekerjakan oleh tuannya di dalam rumahnya. Lalu dia bekerja, dan memberikan hasil dan kerjanya kepada selain tuannya. Maka seorang musyrik, dia beramal untuk selain Allah ﷻ di negeri Allah ﷻ, dan ia bertaqarrub kepada musuh Allah dengan nikmat-nikmat Allah .’
[arabic-font] فيا عجبا كيف يعصى الإله أم كيف يجحده الجاحد؟[/arabic-font] [arabic-font] وفي كل شيء له آيــة تدل على أنه الواحــــد[/arabic-font] Maka betapa menakjubkan, bagaimana dia bermaksiat kepada al-Ilaah, dan bagaimana menentang-Nya sang penentang
Dan pada segala sesuatu terdapat tanda kekuasaan yang menunjukkan bahwa Dia itu Maha Esa

Maka syirik macam ini, tidak akan diampuni oleh Allah . Allah telah berfirman di dalam dua tempat pada surat an-Nisa` (4):
[arabic-font] إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ[/arabic-font] “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. an-Nisa` (4): 48, 116)

Kedua, kezhaliman yang diampuni, yaitu kezhaliman para hamba terhadap diri mereka sendiri
Yaitu dengan kemaksiatan, maka orang yang bermaksiat kepada Allah, maka dia telah menzhalimi dirinya sendiri. Bagaimana hal itu? Dikarenakan ia telah membawa dirinya kepada kebinasaan dengan melakukan maksiat. Dan termasuk bagian dari hak jiwa yang wajib dia tunaikan adalah dengan jiwanya dia berjalan meniti jalan yang lurus. Inilah amanah yang dipikul oleh manusia. Maka barangsiapa bermaksiat, sungguh dia telah mengkhianatinya.

Nash-nash telah menunjukkan bahwa setiap dosa selain syirik kepada Allah berada di bawah kehendak Allah. Jika Allah mau, maka Allah akan mengadzab pelakunya, dan jika Dia mau, maka Dia akan memberikan ampunan kepada mereka.

Di dalam as-Shahihain dari ‘Ubadah bin as-Shamit I, dia berkata, ‘Dulu kami bersama Rasulullah di dalam sebuah majlis, lalu beliau bersabda,
[arabic-font] «تُبَايِعُونِي عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَزْنُوا، وَلَا تَسْرِقُوا، وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَعُوقِبَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ، وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَسَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ، إِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ»[/arabic-font] “Kalian baiat aku agar kalian tidak mensekutukan Allah dengan sesuatupun, jangan kalian berzina, mencuri, dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan haq. Maka barangsiapa memenuhi (baiat ini) diantara kalian, maka pahalanya tanggungan Allah. Dan barangsiapa menimpa sesuatu dari yang demikian, lalu dia dihukum dengannya, maka hukuman itu adalah kaffarah (tebusan) baginya. Dan barangsiapa menimpa sesuatu dari yang demikian, lalu Allah menutupi dosa itu atasnya, maka perkaranya kembali kepada Allah, jika Allah mau, maka Dia akan memaafkannya, jika Allah mau maka Dia akan menyiksanya.”

Kezhaliman ketiga, kezhaliman hamba, sebagian mereka kepada sebagian yang lain, dan kezhaliman ini tidak akan dibiarkan oleh Allah.
Dan makna Allah tidak akan membiarkannya adalah membiarkannya tanpa hisab dan tuntutan, sebagaimana dikatakan oleh al-Mula ‘Aliy al-Qariy V.

Nabi tidak mengatakan Allah tidak akan mengampuninya, dikarenakan dosa itu bukan syirik, akan tetapi Allah tidak akan meninggalkannya. Sekalipun seandainya Allah mengampuni si zhalim yang bertaubat, maka haruslah dia membuat yang terzahlimi ridha sebagaimana telah datang riwayatnya pada sebagian nash-nash.

Maka wajib atas setiap manusia untuk mewaspadai kezhaliman. Sungguh telah datang larangan dari kezhaliman pada nash-nash yang berbilang.
Dari Abu Dzar I, dari Nabi , dalam perkara yang telah beliau riwayatkan dari Allah tabaaroka wa ta’aala, bahwa Dia berfirman,
[arabic-font] (يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا)[/arabic-font] “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah haramkan kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku telah menjadikannya sebagai perkara yang diharamkan diantara kalian, maka janganlah kalian saling berbuat zhalim.” (HR. Muslim)

Di dalam as-Shahihain, dari ‘Abdullah bin ‘Umar L, dia berkata, ‘Rasulullah bersabda,
[arabic-font] «الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ»[/arabic-font] “Seorang muslim adalah saudara muslim (yang lain), dia tidak akan menzhaliminya, dan tidak akan menyerahkannya (kepada kezhaliman).”

Pada hari Nahr (Idul Adha) Nabi kita berdiri berkhutbah di tengah manusia seraya bersabda,
[arabic-font] :«أَيُّ يَوْمٍ هَذَا»؟ قال أبو بكرة: فَسَكَتْنَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ سِوَى اسْمِهِ. قَالَ :«أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ»؟ قُلْنَا : بَلَى. قَالَ :«فَأَيُّ شَهْرٍ هَذَا»؟ فَسَكَتْنَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ، فَقَالَ :«أَلَيْسَ بِذِي الْحِجَّةِ»؟ قُلْنَا: بَلَى. قَالَ:«فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ، بَيْنَكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، لِيُبَلِّغ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ»[/arabic-font] “Hari apa ini?’ Abu Bakrah berkata, ‘Kamipun diam hingga kami menyangka bahwa beliau akan menamainya dengan selain namanya.’ Beliau bersabda, ‘Bukankah ini adalah hari Nahr?’ Kami berkata, ‘Benar.’ Beliau bersabda, ‘Bulan apa ini.’ Kamipun diam, hingga kami menyangka bahwa beliau akan menamainya dengan selain namanya. Beliau bersabda, ‘Bukankah ini adalah bulan Dzulhijjah?’ Kami menjawab, ‘Benar.’ Beliau bersabda, ‘Maka sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan kalian adalah haram diantara kalian, seperti keharaman hari kalian ini, di bulan kalian ini, dan di negeri kalian ini. Hendaknya yang hadir menyampaikannya kepada yang tidak hadir.” (HR. al-Bukhari Muslim)

Di dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah I, dia berkata, ‘Rasulullah bersabda,
[arabic-font] «اتَّقُوا الظُّلْمَ»[/arabic-font] “Takutlah kalian dari kezhaliman.” (HR. Muslim)

Telah datang penakutan darinya dalam banyak nash dalam rangka memperingatkan pelakunya, dan menjelaskan keburukan akibatnya…

Maka orang yang berbuat zhalim adalah pendosa yang terancam dengan adzab yang pedih. Allah berfirman,
[arabic-font] إِنَّمَا ٱلسَّبِيلُ عَلَى ٱلَّذِينَ يَظۡلِمُونَ ٱلنَّاسَ وَيَبۡغُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّۚ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ ٤٢[/arabic-font] “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. mereka itu mendapat azab yang pedih.” (QS. as-Syuura (42): 42)
As-Sabiil adalah kesalahan dan dosa.

Dan orang yang berbuat zhalim tidak akan ada penolong baginya. Allah berfirman,
[arabic-font] وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٍ ٢٧٠[/arabic-font] “… orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.” (QS. al-Baqarah (2): 270)
[arabic-font] وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِن نَّصِيرٖ ٧١[/arabic-font] “… dan bagi orang-orang yang zalim sekali-kali tidak ada seorang penolongpun.” (QS. al-Hajj (22): 71)

Yaitu yang menghalangi adzab Allah dari mereka.

Di dalam as-Shahihain terdapat sabda Nabi ,
[arabic-font] «إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ». قَالَ ثُمَّ قَرَأَ:  وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ.[/arabic-font] “Sesungguhnya Allah, benar-benar akan membiarkan orang yang berbuat zhalim hingga jika Dia menghukumnya, maka Dia tidak akan meloloskannya.’ Dia berkata, ‘Kemudian beliau membaca, “Dan Begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.”

Orang yang zhalim dibenci oleh Allah, dan Dia tidak menyukainya, Allah berfirman,
[arabic-font] وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ ٥٧[/arabic-font] “… dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Aali ‘Imraan (3): 57)

Dan do’anya orang yang terzhalimi tidak akan tertolak. Nabi bersabda,
[arabic-font] «دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَإِنْ كَانَ كَافِراً لَيْسَ دُوْنَهَا حِجَابٌ»[/arabic-font] “Do’anya orang yang terzhalimi, sekalipun dia kafir, tidak ada penghalang yang menghalanginya.” (HR. Abu Ya’la)
[arabic-font] لا تظلمن إذا ما كنت مقتدراً فالظلم ترجع عقباه إلى الندم[/arabic-font] [arabic-font] تنام عينك والمظلـوم منتبـه يدعو عليك وعين الله لم تنم[/arabic-font] Janganlah sekali-kali berbuat zhalim jika Engkau berkuasa
Kezhaliman, akhirnya menuju kepada penyesalan
Kedua matamu tidur, sementara yang terzhalimi terjaga
Mendo’akan kebinasaanmu, sementara mata Allah tidak pernah tidur

(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid II, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *