وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ﴾
Dan firman-Nya subhaanahu wata’aalaa: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut…” (QS. an-Nahl (16): 36)
Kosakata:
[بَعَثْنَا] (أَرْسَلْنَا) Kami telah mengutus
[كُلِّ أُمَّةٍ] setiap kelompok, masa, dan generasi manusia.
[رَسُولًا] Rasul adalah orang diberi wahyu dengan suatu syari’at dan diperintah untuk menyampaikannya.
[اعْبُدُوا اللهَ] esakanlah Dia dengan peribadatan.
[وَاجْتَنِبُوا] tinggalkanlah oleh kalian dan berpisahlah.
[الطَّاغُوتَ] derivasi dari kata tughyaan yaitu melampaui batas. Maka segala sesuatu yang disembah selain Allah –sementara dia ridha dengan peribadatan tersebut- maka dialah thaghuut.
Makna global dari ayat tersebut:
Bahwasannya Allah subhaanahu wata’aalaa memberitakan bahwa Dia telah mengutus pada setiap kelompok dan masa generasi manusia seorang Rasul yang mengajak mereka untuk beribadah hanya kepada Allah semata, dan meninggalkan sesembahan apapun selain Dia. Maka tiada hentinya Allah mengutus para Rasul kepada manusia dengan tugas yang demikian sejak zaman terjadinya kesyirikan pada anak cucuk Adam di zaman Nabi Nuh ‘alaihissalaam hingga Allah menutup mereka (para Rasul) dengan Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Korelasi ayat tersebut bagi bab.
Yaitu bahwa berdakwah kepada tauhid, serta melarang dari kesyirikan adalah tugas penting seluruh para Rasul dan pengikut mereka.
Faidah-faidah yang diambil dari ayat tersebut:
- Bahwasannya hikmah dalam pengutusan para Rasul adalah mengajak kepada tauhid dan melarang dari syirik.
- Bahwasannya agama para Nabi adalah satu, yaitu pemurnian ibadah hanya untuk Allah sekalipun syari’at-syari’at mereka berbeda-beda.
- Bahwasannya risalah para Rasul berlaku umum untuk setiap umat. Hujjahpun telah tegak terhadap seluruh hamba.
- Keagungan urusan tauhid, dan bahwa tauhid itu wajib bagi keseluruhan umat.
- Di dalam ayat terdapat rukun kalimat laa ilaaha illallaah, yaitu an-nafyu (penafian) dan al-itsbaat (penetapan); maka ayat tersebut menunjukkan bahwa tauhid tidak akan bisa tegak kecuali dengan kedua rukun tersebut kesemuanya; dan bahwa penafian saja tanpa penetapan bukanlah tauhid, dan penetapan saja tanpa penafian juga bukan tauhid.
Sumber: at-Ta’liiq al-Mukhtashar al-Mufiid, Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan