عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «ثَلَاثٌ إِذَا خَرَجْنَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا: طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَالدَّجَّالُ، وَدَابَّةُ الْأَرْضِ» رواه مسلم.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tiga perkara, jika ketiganya keluar, maka tidak akan memberikan manfaat kepada satu jiwa, keimanannya yang sebelumnya dia tidak beriman, atau sebelumnya tidak melakukan kebaikan terhadap keimanannya; terbitnya matahari dari arah tenggelamnya, Dajjal, dan daabbatul ardh.’ (HR. Muslim)([1])
Nabi ﷺ memberikan berita tentang tiga tanda hari kiamat; jika telah datang waktunya dan ketiganya telah keluar, maka keimanan orang kafir yang beriman setelahnya tidak akan bisa memberinya manfaat, dan demikian juga amal kebaikan seorang mukmin setelahnya tidak bisa memberikan manfaat, dan tidak terhitung sebagai kebaikan.
Sebagaimana firman Allah subhaanahu wata’aalaa,
هَل يَنظُرُونَ إِلَّآ أَن تَأتِيَهُمُ ٱلمَلَٰٓئِكَةُ أَو يَأتِيَ رَبُّكَ أَو يَأۡتِيَ بَعضُ ءَايَٰتِ رَبِّكَۗ يَومَ يَأتِي بَعضُ ءَايَٰتِ رَبِّكَ لَا يَنفَعُ نَفسًا إِيمَٰنُهَا لَم تَكُن ءَامَنَت مِن قَبلُ أَو كَسَبَت فِيٓ إِيمَٰنِهَا خَيرٗاۗ قُلِ ٱنتَظِرُوٓاْ إِنَّا مُنتَظِرُونَ ١٥٨
“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan Malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: “Tunggulah olehmu sesungguhnya Kamipun menunggu (pula).” (QS. al-An’am (6): 158)
Maknanya adalah, tidaklah orang-orang yang berpaling dan menghalangi manusia dari jalan Allah menungggu selain dari kedatangan malaikat maut dan pembantu-pembantunya kepada mereka untuk mencabut nyawa-nyawa mereka. Atau mereka tidaklah menunggu melainkan kedatangan Rabb-mu –wahai Rasul- untuk memutuskan perkara di antara hamba-hamba-Nya pada hari kiamat. Atau menunggu kedatangan sebagian dari tanda-tanda hari kiamat yang menunjukkan akan kedatanganya; yaitu terbitnya matahari dari arah tenggelamnya. Maka saat hal itu terjadi, keimanan suatu jiwa tidak akan memberikan manfaat kepadanya, jika sebelumnya dia belum beriman. Dan tidak akan diterima satu usaha pun dari amal shalih jika sebelumnya tidak pernah melakukannya.
Apakah yang dimaksud dari hadits ini adalah bahwa satu dari ketiga perkara ini, jika ia muncul maka terputuslah kemanfaatan amal ataukah harus terkumpul kesemuanya?
Sejumlah ulama merajihkan pendapat yang pertama([2]), sementara yang benar adalah pendapat yang kedua. Dikarenakan Nabi ﷺ saat beliau memberitakan bahwa sehari dari hari-hari Dajjal adalah seperti setahun, para sahabat bertanya kepada beliau, ‘Bagaimanakah keberadaan shalat di dalamnya?’ Maka beliau menjawab mereka… maka ini menunjukkan bahwa amal setelah munculnya Dajjal kemanfaatannya tidak terputus.
Tanda yang pertama, terbitnya matahari dari arah tenggelamnya.
Telah shahih dari Abu Dzar radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda,
«أَتَدْرُونَ أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ الشَّمْسُ»؟ قَالُوا: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: «إِنَّ هَذِهِ تَجْرِي حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ الْعَرْشِ، فَتَخِرُّ سَاجِدَةً، فَلَا تَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُقَالَ لَهَا : ارْتَفِعِي ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ. فَتَرْجِعُ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا، ثُمَّ تَجْرِي حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ الْعَرْشِ، فَتَخِرُّ سَاجِدَةً وَلَا تَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُقَالَ لَهَا: ارْتَفِعِي ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ. فَتَرْجِعُ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا، ثُمَّ تَجْرِي لَا يَسْتَنْكِرُ النَّاسَ مِنْهَا شَيْئًا حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا ذَاكَ تَحْتَ الْعَرْشِ، فَيُقَالُ لَهَا: ارْتَفِعِي أَصْبِحِي طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِكِ. فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِهَا. أَتَدْرُونَ مَتَى ذَاكُمْ ؟ ذَاكَ حِينَ (لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا)»
“Tahukah kalian kemanakah matahari ini pergi?” Mereka menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’ Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya matahari ini berjalan hingga sampai di tempat diamnya di bawah ‘Arsy, kemudian dia tersungkur sujud. Tiada hentinya ia dalam keadaan demikian hingga dikatakan kepadanya, ‘Bangkitlah, dan kembalilah Engkau dari arah mana kamu datang.’ Maka diapun kembali, dan di pagi hari ia terbit dari arah terbitnya. Kemudian dia berjalan hingga sampai di tempat diamnya di bawah ‘Arsy, lantas tersungkur sujud, dan tidak henti-hentinya dia dalam keadaan demikian hingga dikatakan kepadanya, ‘Naiklah, kembalilah Engkau dari arah mana Engkau datang. Maka diapun kembali, lalu terbit di pagi hari dari tempat terbitnya. Kemudian dia berjalan, sementara manusia tidak mencurigainya sedikitpun hingga dia sampai ke tempat berdiamnya di bawah ‘Arsy. Kemudian dikatakan kepadanya, ‘Naiklah, terbitlah di pagi hari dari tempat tenggelammu.’ Maka di pagi hari ia terbit dari arah tenggelamnya. Tahukah kalian kapankah yang demikian?’ Yang demikian adalah saat ‘keimanan tidak akan memberikan manfaat kepada satu jiwapun yang sebelumnya dia tidak beriman, atau tidak berbuat suatu kebaikan di dalam keimanannya.’ (HR. al-Bukhari Muslim)([3])
Tanda kedua, Dajjal
Al-Masiih ad-Dajjaal; lafazh al-Masiih adalah termasuk termasuk lafazh yang kontradiktif; disebut secara mutlak kepada as-shiddiq (orang yang membenarkan) dan juga kepada ad-dhilliil (orang yang menyesatkan).
Al-Masih ad-Dajjal di sebut al-Masih, karena matanya terhapus. Nabi ﷺ bersabda,
«الدَّجَّالُ مَمْسُوحُ الْعَيْنِ مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ كَافِرٌ، ثُمَّ تَهَجَّاهَا ك ف ر يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُسْلِمٍ»
“ad-Dajjal, terhapus matanya, tertulis di antara kedua matanya Kafir, kemudian beliau mengejanya kaaf faa` roo`, setiap muslim akan bisa membacanya.” (HR. Muslim) ([4])
Dia disebut Dajjaal karena dia memoles syubhat-syubhat yang bersamanya terhadap manusia. Ad-Dajlu adalah penutupan sesuatu dan ad-Dajjal adalah pemalsu lagi pendusta.
Dan tidak cocok mengutarakan pembahasan yang berkaitan dengan al-Masiih ad-Dajjal di dalam halaqah kecil seperti ini. Akan tetapi saya ingin menyebut sebuah permasalahan yang berada pada puncak kepentingan lagi berkaitan dengan al-Masiih ad-Dajjal. Yaitu, bagaimanakah seorang muslim melindungi diri dari fitnah ini?
Jawabannya adalah terlindungi dengan beberapa perkara;
Pertama, dengan mengoreksi keyakinan tentang Allah hingga menjadi keyakinan yang benar. Maka barangsiapa mengetahui nama-nama Allah, dan sifat-sifat-Nya, maka dia akan mengetahui bahwa Allah memiliki dua mata, dan bahwa Dia tidaklah buta sebelah, sementara Dajjal buta sebelah. Dan dia mengetahui bahwa Allah I tidak makan, tidak minum, sementara Dajjal makan dan minum. Dan Allah tidak bisa dilihat di dunia sementara Dajjal bisa dilihat di dunia.
Kedua, dengan istiqamah di atas agama Allah, dan istiqamah meniti jalannya orang-orang shalih.
Dikarenakan Nabi ﷺ telah bersabda,
«إِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا فِيكُمْ فَأَنَا حَجِيجُهُ دُونَكُمْ، وَإِنْ يَخْرُجْ وَلَسْتُ فِيكُمْ فَامْرُؤٌ حَجِيجُ نَفْسِهِ، وَاللهُ خَلِيفَتِي عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ»
“Jika dia keluar, sementara aku berada di tengah-tengah kalian, maka aku adalah musuhnya yang akan membela kalian, dan jika dia keluar, sementara aku tidak berada di tengah-tengah kalian, maka setiap orang adalah pembela dirinya sendiri, sementara Allah adalah penggantiku bagi setiap muslim.” (HR. Muslim)([5])
Maksudnya bahwa Allah akan melindungi setiap muslim. Dan muslim yang mendapatkan hak penjagaan Allah adalah muslim yang shalih.
Allah subhaanahu wata’aalaa berfirman,
وَهُوَ يَتَوَلَّى ٱلصَّٰلِحِينَ ١٩٦
“… dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (QS. al-A’raaf (7): 196)
Telah valid di dalam Sunan Ibni Majah bahwa ada seorang pemuda shalih yang Dajjal tidak kuasa menggoncangkan keimanannya dengan syubhat-syubhatnya.
Nabi ﷺ bersabda,
«وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يُسَلَّطَ عَلَى نَفْسٍ وَاحِدَةٍ فَيَقْتُلَهَا وَيَنْشُرَهَا بِالْمِنْشَارِ حَتَّى يُلْقَى شِقَّتَيْنِ ثُمَّ يَقُولَ: انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا، فَإِنِّي أَبْعَثُهُ الْآنَ ثُمَّ يَزْعُمُ أَنَّ لَهُ رَبًّا غَيْرِي. فَيَبْعَثُهُ اللهُ وَيَقُولُ لَهُ الْخَبِيثُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللهُ، وَأَنْتَ عَدُوُّ اللهِ، أَنْتَ الدَّجَّالُ، وَاللهِ مَا كُنْتُ بَعْدُ أَشَدَّ بَصِيرَةً بِكَ مِنِّي الْيَوْمَ»
“Dan sesungguhnya termasuk bagian dari fitnahnya adalah ia dibuat kuasa atas satu jiwa, lalu dia membunuhnya dan menggergajinya dengan gergaji hingga dilemparkan menjadi dua bagian, kemudian dia berkata, ‘Lihatlah kepada hambaku ini, sesungguhnya aku akan membangkitkannya sekarang, kemudian dia akan mengeklaim bahwa dia memiliki Tuhan selain aku.’ Lalu Allah pun membangkitkannya, lalu Dajjal yang buruk berkata, ‘Siapakah Tuhanmu? Maka dia berkata, ‘Tuhanku adalah Allah, dan engkau adalah musuh Allah, engkau adalah Dajjal, demi Allah, tidaklah sebelumnya aku lebih mengerti tentangmu daripada hari ini.” ([6])
Dan inilah yang dilakukan oleh keimanan saat menembus ke dalam hati dan menguasainya.
Ketiga, meminta perlindungan kepada Allah dari fitnahnya setelah bertasyahhud di dalam shalat.
Nabi ﷺ bersabda,
«إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ: يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ»
“Jika salah seorang dari kalian bertasyahhud, maka hendaknya dia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara; dia berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab neraka Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari keburukan fitnah al-Masiih ad-Dajjaal.” ([7])
Keempat, menghafal sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi; berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
«مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْف عُصِمَ مِنْ الدَّجَّالِ»
“Barangsiapa hafal sepuluh ayat dari awal surat al-Kahfi, maka dia terjaga dari Dajjal.” ([8])
Nabi ﷺ bersabda,
«فَمَنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ، فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ فَوَاتِحَ سُورَةِ الْكَهْفِ»
“Maka barangsiapa diantara kalian mendapatinya, maka hendaknya dia membacakan ayat-ayat pembuka dari surat al-Kahfi kepadanya.” ([9])
Kelima, melarikan diri darinya; berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
«مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ فَلْيَنْأَ عَنْهُ، فَوَاللهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيهِ وَهُوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَيَتَّبِعُهُ؛ مِمَّا يَبْعَثُ بِهِ مِنْ الشُّبُهَاتِ»
“Barangsiapa mendengar Dajjal, maka hendaknya dia menghindar darinya, maka demi Allah, sesungguhnya ada seorang laki-laki benar-benar dia mendatanginya, sementara dia menyangka bahwa ia beriman, lalu diapun mengikutinya karena syubhat-syubhat dia bangkitkan.” ([10])
Dan kebinasaan Dajjal adalah akan ada pada tangan Nabi ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalaam di pintu Lud. Maka jika dia telah terbunuh, para pengikutnya dari kalangan orang-orang Yahudipun bersembunyi. Mereka bersembunyi di balik bebatuan dan pepohonan, lalu Allah membuat batu dan pohon bisa berbicara.
Nabi ﷺ bersabda,
«فَإِذَا نَظَرَ إِلَيْهِ الدَّجَّالُ-أي إلى عيسى- ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الْمِلْحُ فِي الْمَاءِ وَيَنْطَلِقُ هَارِبًا، وَيَقُولُ عِيسَى عَلَيْهِ السَّلَام: إِنَّ لِي فِيكَ ضَرْبَةً لَنْ تَسْبِقَنِي بِهَا، فَيُدْرِكُهُ عِنْدَ بَابِ اللُّدِّ الشَّرْقِيِّ، فَيَقْتُلُهُ، فَيَهْزِمُ اللهُ الْيَهُودَ، فَلَا يَبْقَى شَيْءٌ مِمَّا خَلَقَ اللهُ يَتَوَارَى بِهِ يَهُودِيٌّ إِلَّا أَنْطَقَ اللهُ ذَلِكَ الشَّيْءَ، لَا حَجَرَ وَلَا شَجَرَ وَلَا حَائِطَ وَلَا دَابَّةَ، إِلَّا الْغَرْقَدَةَ فَإِنَّهَا مِنْ شَجَرِهِمْ لَا تَنْطِقُ، إِلَّا قَالَ: يَا عَبْدَ اللهِ الْمُسْلِمَ هَذَا يَهُودِيٌّ فَتَعَالَ اقْتُلْهُ»
“Maka jika Dajjal melihatnya –yaitu melihat Nabi ‘Isa-, maka diapun meleleh seperti melelehnya garam di dalam air, lalu diapun beranjak pergi melarikan diri. Dan Nabi ‘Isa ‘alaihissalaam berkata, ‘Sesungguhnya aku memiliki hak satu pukulan terhadapmu, yang engkau tidak akan pernah mendahului aku dengannya. Maka Nabi ‘Isa mendapatinya di pintu Lud sebelah timur, kemudian membunuhnya. Lalu Allah menaklukkan orang-orang Yahudi. Maka tidak tersisa sesuatupun dari makhluk yang telah Allah ciptakan, yang seorang Yahudi bersembunyi di belakangnya melaikan Allah membuat sesuatu itu bisa berbicara. Tidak ada satu batupun, tidak juga pohon, tembok, dan tidak juga hewan melata, kecuali pohon Gharqod, karena ia adalah bagian dari pohon mereka; dia tidak berbicara, melainkan berkata, ‘Wahai hamba Allah muslim, ini adalah orang Yahudi, kemarilah, bunuhlah dia.” (HR. Muslim, Ahmad) ([11])
Tanda Ketiga; keluarnya Daabbah
Allah subhaanahu wata’aalaa berfirman,
وَإِذَا وَقَعَ الْقَوْلُ عَلَيْهِمْ أَخْرَجْنَا لَهُمْ دَابَّةً مِّنَ الْأَرْضِ تُكَلِّمُهُمْ أَنَّ النَّاسَ كَانُوا بِآيَاتِنَا لَا يُوقِنُونَ 82
“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami” (QS. an-Naml (27): 82)
Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata,
أَكْثِرُوا مِنْ تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ يُرْفَعَ. قَالُوا: هَذِهِ الْمَصَاحِفُ تُرْفَعُ، فَكَيْفَ بِمَا فِيْ صُدُوْرِ الرِّجَالِ؟ قَالَ: يُسْرَى عَلَيْهِ لَيْلاً فَيُصْبِحُوْنَ مِنْهُ فُقَرَاءَ، وَيَنْسَوْنَ قَوْلَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَيَقَعُوْنَ فِيْ قَوْلِ الْجَاهِلِيَّةِ وَأَشْعَارِهِمْ، وَذَلِكَ حِيْنَ يَقَعُ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ
“Perbanyaklah oleh kalian membaca al-Qur`an sebelum ia diangkat.’ Mereka berkata, ‘Mushhaf-mushhaf ini akan terangkat? Maka bagaimana dengan apa yang berada di dalam dada-dada manusia? Dia berkata, ‘Akan diangkat pada satu malam, lalu dipagi hari mereka menjadi orang-orang faqir, dan melupakan ucapan laa ilaaha illallaah, lalu mereka terjerumus di dalam ucapan-ucapan jahiliyah dan syi’ir-syi’ir mereka. Dan yang demikian itu saat ketetapan (datangnya hari kiamat) telah terjadi atas mereka.” (HR. ad-Darimiy, at-Thabraniy di dalam al-Ausath, dan ‘Abdurrazzaq di dalam al-Mushannaf)
Hewan melata ini, tidak layak bagi seorang muslim untuk mencari-cari perkara-perkara yang tidak disebutkan di dalam al-Qur`an dan sunnah; seperti ciri-cirinya, rinciannya dan semacamnya. Maka kita beriman bahwa ia adalah satu hewan melata dari makhluk ciptaan Allah yang akan berbicara kepada manusia. Dan kita diam, dari apa yang didiamkan tentangnya.
Hewan ini memiliki dua tugas;
Pertama, berbicara kepada manusia.
Dia akan berkata,
أَنَّ النَّاسَ كَانُوا بِآيَاتِنَا لَا يُوقِنُونَ
‘Bahwasannya manusia dulu yakin dengan ayat-ayat Allah.’ Ini menurut bacaan dengan memfathah hamzah (أَنَّ). Adapun menurut bacaan dengan mengkasrah hamzah (إِنَّ) maka keberadaan ucapannya tidak dijelaskan di dalam ayat tersebut, dikarenakan kalimatnya adalah kalimat isti`naaf. Akan tetapi bacaan-bacaan tersebut sebagiannya menafsirkan sebagian yang lain. Oleh karena itulah, Ubay radhiyallaahu ‘anhu membacanya dengan “تُنَبِّئُهُمْ” (dia memberitakan kepada mereka).
Kedua, apa yang disebutkan di dalam hadits Nabi ﷺ,
«تَخْرُجُ الدَّابَّةُ وَمَعَهَا عَصَا مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام وَخَاتَمُ سُلَيْمَانَ عَلَيْهِ السَّلَام، فَتَخْطِمُ الْكَافِرَ بِالْخَاتَمِ، وَتَجْلُو وَجْهَ الْمُؤْمِنِ بِالْعَصَا»
“Hewan melata tersebut akan keluar, membawa tongkat Nabi Musa ‘alaihissalaam dan cincin Nabi Sulaiman ‘alaihissalaam. Maka dia mensetempel orang kafir dengan cincin, dan mencerahkan wajah orang mukmin dengan tongkat.” (HR. Ahmad) ([12])
Dan ini adalah makna bacaan Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma (تَكْلَمُهم).
(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari kitab Tsulatsiyaat Nabawiyah, Syaikh Mihran Mahir ‘Utsman)
_____________________________________
Footnote:
([1]) HR. Muslim (158), at-Tirmidzi (3072), al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (2/499)-pent
([2]) Di antara mereka adalah al-Munawiy rahimahullah di dalam Faidhul Qadiir (5/393)
([3]) HR. Muslim (159), al-Bukhari (6988)-pent
([6]) HR. Ibnu Majah (4077), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (2/475)-pent
([8]) HR. Muslim (809), Abu Dawud (4323), Ahmad (21760), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (2.478)-pent
([10]) HR. Abu Dawud (4319), lihat Shahiih al-Jaami’ (6301), al-Misykah (5488), al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (2/479)-pent
([11]) HR. Ibnu Majah (4077), Muslim (2922, 2937) al-Bukhari (2767), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (2/489)-pent