Tiga Perkara Yang Menyelamatkan (3) Takut Kepada Allah

Dari Ibnu ‘Umar L, dia berkata, ‘Rasulullah  bersabda,

[arabic-font]«ثلاثٌ مُنَجِّيَات: الْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَى، وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى، وَخَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلانِيَةِ»[/arabic-font]

“Tiga perkara yang menyelamatkan; berbuat adil di dalam kemurkaan dan keridhaan, hemat  di dalam kefakiran dan kekayaan, dan takut kepada Allah dalam keadaan rahasia dan terang-terangan.” (HR. at-Thabraniy di dalam al-Mu’jam al-Kabir)

Dengan segala sesuatu ini, adanya keselamatan itu dari apa? Dengannya, adanya keselamatan itu dari adzab Allah .

Penyelamat yang ketiga, rasa takut kepada Allah dalam rahasia dan terang-terangan

Al-Jauhairy berkata di dalam as-Shihhaah (VI/2327), ‘al-Khasyyah adalah rasa takut yang dicampuri oleh pengagungan.”

Sungguh Allah telah memuji orang-orang yang takut kepada-Nya, Dia berfirman,

[arabic-font]إِنَّ ٱلَّذِينَ هُم مِّنۡ خَشۡيَةِ رَبِّهِم مُّشۡفِقُونَ ٥٧ وَٱلَّذِينَ هُم بِ‍َٔايَٰتِ رَبِّهِمۡ يُؤۡمِنُونَ ٥٨ وَٱلَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمۡ لَا يُشۡرِكُونَ ٥٩ وَٱلَّذِينَ يُؤۡتُونَ مَآ ءَاتَواْ وَّقُلُوبُهُمۡ وَجِلَةٌ أَنَّهُمۡ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ رَٰجِعُونَ ٦٠ أُوْلَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَهُمۡ لَهَا سَٰبِقُونَ ٦١[/arabic-font]

Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (QS. al-Mu`minuun (23): 57-61)

Allah berfirman,

[arabic-font]وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَخۡشَ ٱللَّهَ وَيَتَّقۡهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَآئِزُونَ ٥٢[/arabic-font]

Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan. (QS. an-Nuur (24): 52)

Allah berfirman,

[arabic-font]إِنَّ ٱلَّذِينَ يَخۡشَوۡنَ رَبَّهُم بِٱلۡغَيۡبِ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَأَجۡرٞ كَبِيرٞ ١٢[/arabic-font]

Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (QS. al-Mulk (67): 12)

Allah berfirman,

[arabic-font]إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ خَيۡرُ ٱلۡبَرِيَّةِ ٧ جَزَآؤُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ جَنَّٰتُ عَدۡنٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ ٨[/arabic-font]

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (QS. al-Bayyinah (98): 7-8)

Telah valid di dalam as-Shahihain dari Abu Hurairah I, bahwa Rasulullah bersabda,

[arabic-font]«قَالَ رَجُلٌ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ: فَإِذَا مَاتَ فَحَرِّقُوهُ وَاذْرُوا –فرقوا- نِصْفَهُ فِي الْبَرِّ وَنِصْفَهُ فِي الْبَحْرِ، فَوَاللَّهِ لَئِنْ قَدَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ لَيُعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا لَا يُعَذِّبُهُ أَحَدًا مِنْ الْعَالَمِينَ. فَأَمَرَ اللَّهُ الْبَحْرَ فَجَمَعَ مَا فِيهِ، وَأَمَرَ الْبَرَّ فَجَمَعَ مَا فِيهِ، ثُمَّ قَالَ: لِمَ فَعَلْتَ؟ قَالَ: مِنْ خَشْيَتِكَ وَأَنْتَ أَعْلَمُ. فَغَفَرَ لَهُ»[/arabic-font]

“Seorang laki-laki yang belum beramal satu kebaikanpun berkata, ‘Maka jika dia mati, maka bakarlah ia, lalu tebarkanlah separuh (abu)nya di daratan dan separuh (abu)nya di lautan. Maka demi Allah, sungguh jika Allah mentaqdirkannya, maka pastilah Allah akan mengadzabnya dengan adzab yang dia tidak pernah dia mengadzab seorangpun dari alam semesta. Lalu Allah memerintah lautan kemudian menghimpun apa yang ada di dalamnya, lalu memerintah daratan kemudian menghimpun apa yang ada di dalamnya. Kemudian Dia berfirman, ‘Mengapa Engkau melakukan (hal itu)?’ Dia menjawab, ‘Karena rasa takut kepada-Mu, sementara Engkau Maha Mengetahui.’ Lalu Allah mengampuninya.”

Dan jalan takut kepada Allah dalam keadaan rahasia dan terang-terangan adalah Anda mengetahui bahwa Allah, tidak ada suatu perkara samarpun yang samar bagi Allah, dan bahwa Dia melihat tempat Anda, mendengar ucapan Anda, mengetahui rahasia, dan bisikan Anda. Maka barangsiapa menghadirkan hal itu di dalam kesendiriannya, maka hal itu akan mewajibkan dirinya untuk meninggalkan kemaksiatan di dalam kerahasiaan.

Imam as-Syafi’iy V berkata,

[arabic-font]أَعَزُّ الْأَشْيَاءِ ثَلاَثَةٌ: الْجُوْدُ مِنْ قِلَّةٍ، وَالْوَرَعُ فِيْ خَلْوَةٍ، وَكَلِمَةُ الْحَقِّ عِنْدَ مَنْ يُرْجٰى وَيُخَافَ[/arabic-font]

“Perkara-perkara yang paling mulia ada tiga; kedermawanan dari (orang yang) kekurangan; sikap wara` di dalam kesendirian; dan kalimat yang haq di sisi orang yang diharapkan dan ditakuti.”([1])

Ibnu as-Sammak al-Waa’idz pernah menulis kepada saudaranya,

[arabic-font]أَمَّا بَعْدُ، أُوْصِيْكَ بِتَقْوَى اللهِ الَّذِيْ هُوَ نَجِيُّكَ فِيْ سَرِيْرَتِكَ، وَرَقِيْبُكَ فِيْ عَلاَنِيَّتِكَ، فَاجْعَلِ اللهَ مِنْ بَالِكَ عَلىَ كُلِّ حَالِكَ فِيْ لَيْلِكَ وَنَهَارِكَ، وَخَفِ اللهَ بِقَدْرِ قُرْبِهِ مِنْكَ وَقُدْرَتِهِ عَلَيْكَ، وَاعْلَمْ أَنَّكَ بِعَيْنِهِ لَيْسَ تَخْرُجُ مِنْ سُلْطَانِهِ إِلىٰ سُلْطَانِ غَيْرِهِ، وَلاَ مِنْ مُلْكِهِ إِلىَ مُلْكِ غَيْرِهِ، فَليَعْظُمْ مِنْهُ حَذَرُكَ، وَلْيُكْثِرْ مِنْهُ وَجَلُكَ، وَالسَّلاَمُ[/arabic-font]

Amma ba’du, kuwasiatkan Engkau untuk bertaqwa kepada Allah yang Engkau bisiki dalam rahasiamu, dan pengawasmu di dalam terang-teranganmu. Maka jadikanlah Allah termasuk perhatianmau di dalam segala keadaanmu, di malam dan siang harimu. Takutlah kepada Allah dengan kadar kedekatan-Nya darimu, dan kekuasaan-Nya atasmu. Dan ketahuilah bahwa Engkau dengan penglihatan-Nya Engkau tidak bisa keluar dari kekuasaan-Nya menuju kekuasaan selain-Nya, dari kerajaan-Nya ke kerajaan selain-Nya. Maka hendaknya kewaspadaanmu dari-Nya menjadi besar, dan ketakutanmu kepada-Nya menjadi banyak. Wassalam.”

Abu al-Jild berkata,

[arabic-font]أَوْحَى اللهُ تَعَالىَ إِلىَ نَبِيٍّ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ: (قُلْ لِقَوْمِكَ: مَا بَالُكُمْ تَسْتَرُوْنَ الذُّنُوْبَ مِنْ خَلْقِيْ وَتُظْهِرُوْنَهَا لِيْ، إِنْ كُنْتُمْ تَرَوْنَ أَنِّيْ لاَ أَرَاكُمْ  فَأَنْتُمْ مُشْرِكُوْنَ بِيْ، وَإِنْ كُنْتُمْ تَرَوْنَ أَنِّيْ أَرَاكُمْ فَلِمَ جَعَلْتُمُوْنِيْ أَهْوَنَ النَّاظِرِيْنَ إِلَيْكُمْ)؟[/arabic-font]

“Allah mewahyukan kepada salah seorang Nabi diantara para Nabi, ‘Ucapkanlah kepada kaummu, ‘Ada apa gerangan kalian menutupi dosa-dosa dari (pandangan, pengetahuan) makhluk-Ku, lalu kalian menampakkannya kepada-Ku. Jika kalian berpandangan bahwa Aku tidak melihat kalian, maka kalian adalah orang-orang yang mensekutukan-Ku, dan jika kalian berpandangan bahwa Aku melihat kalian, maka mengapakah kalian menjadikan-Ku sehina-hinanya Dzat yang melihat kalian?”

Wuhaib bin al-Ward V berkata,

[arabic-font]خَفِ اللهَ عَلىَ قَدْرِ قُدْرَتِهِ عَلَيْكَ، وَاسْتَحْيِ مِنْهُ عَلىَ قَدْرِ قُرْبِهِ مِنْكَ[/arabic-font]

“Takutlah kepada Allah sesuai dengan kadar kekuasaan-Nya terhadapmu, dan malulah darinya sesuai dengan kadar kedekatan-Nya darimu.”

Seorang laki-laki berkata kepadanya, ‘Nasihatilah saya.’ Maka dia berkata,

[arabic-font]اتَّقِ اللهَ أَنْ يَكُوْنَ أَهْوَنَ النَّاظِرِيْنَ إِلَيْكَ[/arabic-font]

“Bertaqwalah kepada Allah dari Engkau menjadikan-Nya sehina-hinanya Dzat yang melihat Engkau.”

Ibnu Rajab V berkata, ‘Salah seorang diantara mereka masuk ke dalam rimba belukar seraya berkata, ‘Seandainya aku bersendirian di sini dengan suatu maksiat, siapakah yang akan melihatku?’ Maka dia mendengar orang yang berteriak dengan suara yang memenuhi rimba belukar,

[arabic-font]أَلَا يَعۡلَمُ مَنۡ خَلَقَ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلۡخَبِيرُ ١٤[/arabic-font]

Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? (QS. al-Mulk (67): 14)

Sebagian diantara mereka menggoda seorang wanita badui, ia berkata kepadanya, ‘Tidak ada yang melihat kita kecuali bintang.’ Maka dia menjawab, ‘Lalu dimanakah Dzat yang membuatnya bercahaya?’

Dan diantara mutiara al-Harist al-Muhasibiy,

[arabic-font]الْمُرَاقَبَةُ عِلْمُ الْقَلْبِ بِقُرْبِ الرَّبِّ[/arabic-font]

Muraqabah itu adalah pengetahuan hati akan kedekatan Tuhan.”

Al-Junaid pernah ditanya dengan apa dia bisa terbantu untuk menundukkan pandangan? Maka dia berkata,

[arabic-font]بِعِلْمِكَ أَنَّ نَظْرَ اللهِ إِلَيْكَ أَسْبَقُ مِنْ نَظْرِكَ إِلىَ مَا تَنْظُرُهُ.[/arabic-font]

‘Dengan pengetahuanmu bahwa pandangan Allah kepadamu lebih mendahului pandanganmu kepada apa yang Engkau melihatnya.’

Imam Ahmad pernah melantunkan bait syi’ir:

[arabic-font]إِذَا مَا خَلَوْتَ الدَّهْرَ يَوْماً فَلاَ تَقُلْ      خَلَوْتُ وَلَكِنْ قُــلْ عَلَيَّ رَقِيْبُ [/arabic-font] [arabic-font]وَلاَ تَحْسَبَنَّ اللهَ يَغْفُلُ سَاعَـــــةً                   وَلاَ أَنَّ مَا يَخْفَى عَلَيْهِ يَغِيْبُ[/arabic-font]

Jika Engkau bersendirian di suatu hari, maka janganlah Engkau mengatakan aku sendirian…

Akan tetapi katakan, ‘Ada yang mengawasiku’…

Dan janganlah Engkau menganggap Allah lalai pada suatu waktu..

Dan (jangan Engkau menganggap) bahwa apa yang samar, akan hilang (tersembunyi) atas-Nya …

Dan hendaknya dimaklumi bahwa orang yang bisa melanggar apa yang Allah haramkan atasnya di dalam kesendirian, maka sesungguhnya Allah akan memenuhi hati-hati orang mukmin dengan kebencian kepadanya.

Abu ad-Darda` berkata,

[arabic-font]لِيَتَّقِ أَحَدُكُمْ أَنْ تَلْعَنُهُ قُلُوْبُ الْمُؤْمِنِيْنَ وَهُوَ لاَ يَشْعُرُ، يَخْلُو بِمَعَاصِي اللهِ، فَيُلْقِي اللهُ لَهُ الْبُغْضَ فِيْ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ[/arabic-font]

“Hendaknya salah seorang diantara kalian takut hati-hati orang mukmin akan melaknatnya sementara dia tidak menyadarinya. Dia bersendirian dengan maksiat kepada Allah, lalu Allah melemparkan kebencian di dalam hati-hati orang-orang mukmin.”

Ibnu Rajab V berkata,

[arabic-font]وَمِنْ أَعْجَبِ مَا رُوِيَ فِيْ هَذَا مَا رُوِيَ عَنْ أَبِيْ جَعْفَرَ السَّائِحِ قَالَ: كَانَ حُبَيْبٌ أَبُوْ مُحَمَّدٍ تَاجِراً يَكْرِيْ الدَّرَاهِمَ، فَمَرَّ ذَاتَ يَوْمٍ، فَإِذَا هُوَ بِصِبْيَانٍ يَلْعَبُوْنَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: قَدْ جَاءَ آكِلُ الرِّبَا، فَنَكَسَ رَأْسُهُ، وَقَالَ: يَا رَبِّ، أَفْشَيْتَ سِرِّيْ إِلىَ الصِّبْيَانَ، فَرَجَعَ فَجَمَعَ مَالَهُ كُلَّهُ ، وَقَالَ: يَا ربِّ إِنِّيْ أَسِيْرٌ، وَإِنِّيْ قَدْ اشْتَرَيْتُ نَفْسِيْ مِنْكَ بِهَذَا الْمَالِ فَأَعْتِقْنِيْ، فَلَمَّا أَصْبَحَ، تَصَدَّقَ بِالْمَالِ كُلِّهِ وَأَخَذَ فِيْ الْعِبَادَةِ، ثُمَّ مَرَّ ذَاتَ يَوْمٍ بِأُولَئِكَ الصِّبْيَانِ، فَلَمَّا رَأَوْهُ قَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: اسْكُتُوا فَقَدْ جَاءَ حُبَيْبٌ الْعَابِدُ[/arabic-font]

“Diantara perkara paling ajaib yang pernah diriwayatkan di dalam hal ini adalah apa yang diriwayatkan dari Abu Ja’far as-Sa’ih, dia berkata, ‘Adalah Hubaib Abu Muhammad adalah seorang saudagar yang menyewakan dirham. Suatu hari dia lewat, dan ternyata dia melewati anak-anak kecil yang sedang bermain-main. Lalu sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, ‘si pemakan riba telah datang.’ Maka diapun menundukkan kepalanya lantas berkata, ‘Wahai Tuhanku, Engkau bongkar rahasiaku kepada anak-anak.’ Maka diapun pulang, kemudian mengumpulkan seluruh hartanya lantas berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya aku adalah tawanan, dan sesungguhnya aku telah membeli jiwaku darimu dengan harta ini, maka bebaskanlah aku.’ Maka dipagi hari, dia bersedekah dengan seluruh hartanya kemudian dia mulai beribadah. Kemudian di suatu hari, dia melewati anak-anak tersebut, maka disaat mereka melihatnya, sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, ‘Diamlah kalian, Hubaib si ahli ibadah telah datang.’

Dan saya tutup makalah ini dengan sebuah hadits Rasul kita ; riwayat Ibnu Majah dari Tsauban I, dari Nabi , bahwa beliau bersabda,

[arabic-font]«لَأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ، فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا». قَالَ ثَوْبَانُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا، جَلِّهِمْ لَنَا، أَنْ لَا نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَا نَعْلَمُ. قَالَ: «أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ، وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ، وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ، وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا»[/arabic-font]

“Sungguh benar-benar aku mengetahui kaum-kaum dari umatku yang mereka akan datang pada hari kiamat dengan kebaikan-kebaikan seperti gunung Tihamah. Lalu Allah D menjadikannya seperti debu yang berterbangan.’ Tsauban berkata, ‘Ya Rasulallah, sifati mereka untuk kami, terangkan mereka untuk kami, agar kami tidak menjadi bagian dari mereka, sementara kami tidak mengetahui.’ Maka beliau bersabda, ‘Adapun sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian, dan dari bangsa kalian, mereka mengambil bagian dari malam sebagaimana kalian ambil. Akan tetapi mereka adalah kaum-kaum yang jika mereka bersendirian dengan apa-apa yang Allah haramkan, maka mereka melanggarnya.”

(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid II, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)

________________________________________

Footnote:

([1]) Untuk atsar ini ini dan setelahnya, lihatlah Jaami’ al-‘Uluum wa al-Hikam, hal. 162.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *