Tiga Perkara Yang Membinasakan (1) Bakhil

Dari Ibnu ‘Umar L, dia berkata, ‘Rasulullah  bersabda,

[arabic-font]«ثَلاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بنفْسِهِ»[/arabic-font]

“Tiga perkara yang membinasakan; kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan takjubnya seseorang terhadap dirinya sendiri.” (HR. at-Thabraniy di dalam al-Mu’jam al-Kabiir)

 

Al-muhlikaat, adalah perkara-perkara yang menjerumuskan kepada kebinasaan.

 

Yang pertama, kebakhilan yang ditaati.

Kebakhilan tersebut telah dikhususkan dengan yang ditaati untuk memberikan peringatan bahwa kebakhilan di dalam jiwa tidaklah termasuk perakra yang berhak mendapatkan celaan, karena itu bukan termasuk bagian dari perbuatannya, namun yang dicela hanyalah ketundukan kepadanya.

As-Syukh, adalah kebakhilan dengan disertai ketamakan. Dan dikatakan ia adalah mengambil yang bukan miliknya karena zhalim dan permusuhan, baik berupa harta atau selainnya.

Datang seorang laki-laki kepada Ibnu Mas’ud I seraya berkata, ‘Wahai Abu Abdirrahman, sesungguhnya aku takut binasa. Lalu ‘Abdullah berkata kepadanya, ‘Apa itu?’ dia berkata, ‘Aku mendengar Allah berfirman,

[arabic-font]وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٩[/arabic-font]

… dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung. (QS. al-Hasyr (59): 9)

Dan aku adalah seorang laki-laki yang bakhil, hampir-hampir aku tidak mengeluarkan sesuatupun dari tanganku.’ Maka Ibnu Mas’ud I berkata,

[arabic-font]لَيْسَ ذَلِكَ بِالشُّحِّ الَّذِيْ ذَكَرَ اللهُ فِيْ الْقُرْآنِ، إِنَّمَا الشُّحُّ الَّذِيْ ذَكَرَ اللهُ فِي الْقُرْآنِ أَنْ تَأْكُلَ مَالَ أَخِيْكَ ظُلْمًا، وَلَكِنْ ذَلِكَ الْبُخْلُ، وَبِئْسَ الشَّيْءِ الْبُخْلُ[/arabic-font]

“Bukanlah bakhil yang demikian yang telah Allah sebutkan di dalam al-Qur`an, namun bakhil yang telah Allah sebutkan di dalam al-Qur`an adalah Engkau memakan harta saudaramu dengan cara zhalim. Namun itu adalah pelit, dan seburuk-buruk sesuatu adalah pelit.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jariir di dalam at-Tafsir)

Lalu apa perbedaan antara as-syukhkhu dan al-bukhlu?

As-syukhkhu adalah tamak terhadap apa yang tidak ada pada dirinya. Sementara al-bukhlu adalah tamak terhadap apa yang ada padanya.

Al-Qurthubiy V berkata, ‘Thawus berkata, ‘al-Bukhlu, adalah seorang manusia bakhil dengan apa yang ada pada dirinya, sementara ­as-syukhkhu adalah bakhil dengan apa yang ada di tangan-tangan manusia, dia senang jika apa yang ada di tangan mereka menjadi miliknya dengan yang halal dan haram.’ (at-Tafsir, XVIII/21)

Dan ini adalah satu pendapat.

Ibnul Qayyim V berkata, ‘Perbedaan antara as-syukhkhu dan al-bukhlu adalah bahwa as-syukhkhu adalah sangat tamak terhadap sesuatu, mengulang-ulang pencariannya, melakukan penyelidikan dalam rangka meraihnya, serta kerakusan jiwa terhadapnya. Sementara al-bukhlu adalah menolak untuk membelanjakannya setelah dia meraihnya, dia mencintainya dan menahannya. Maka dia adalah orang yang bersifat syukh sebelum mendapatkannya, dan bersifat bakhil setelah mendapatkannya. Maka bakhil adalah buah dari sifat syukh, dan sifat syukh mengajak kepada kebakhilan. Syukh tersembunyi di dalam jiwa, maka barangsiapa bersikap bakhil, maka sungguh dia telah mentaati syukhnya, dan barangsiapa tidak bakhil, maka dia telah bermaksiat kepada syukhnya, dan terjaga dari keburukannya. Dan dialah orang yang beruntung. Allah berfirman,

[arabic-font]وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٩[/arabic-font]

… dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntun. (QS. al-Hasyr (59): 9) (al-Waabil as-Shaib, hal. 52)

Dan ayat ini terulang pada dua tempat dari al-Qur`an; yaitu pada surat al-Hasyr dan at-Taghabun. Dan maknanya adalah barangsiapa selamat dari sifat syukh, maka sungguh dia telah beruntung dan sukses.

Dan sebab nuzul ayat yang ada di al-Hasyr adalah apa yang telah shahih di dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Hurairah I bahwa ada seorang laki-laki mendatangi Nabi , lalu Nabi mengutus utusan kepada istri-istri beliau, lalu mereka berkata, ‘Kami tidak memiliki apa-apa kecuali air.’ Maka Rasulullah bersabda,

[arabic-font]«مَنْ يُضِيفُ هَذَا»؟ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ: أَنَا. فَانْطَلَقَ بِهِ إِلَى امْرَأَتِهِ، فَقَالَ أَكْرِمِي ضَيْفَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم. فَقَالَتْ: مَا عِنْدَنَا إِلَّا قُوتُ صِبْيَانِي. فَقَالَ: هَيِّئِي طَعَامَكِ، وَأَصْبِحِي سِرَاجَكِ، وَنَوِّمِي صِبْيَانَكِ إِذَا أَرَادُوا عَشَاءً. فَهَيَّأَتْ طَعَامَهَا، وَأَصْبَحَتْ سِرَاجَهَا، وَنَوَّمَتْ صِبْيَانَهَا، ثُمَّ قَامَتْ كَأَنَّهَا تُصْلِحُ سِرَاجَهَا فَأَطْفَأَتْهُ، فَجَعَلَا يُرِيَانِهِ أَنَّهُمَا يَأْكُلَانِ، فَبَاتَا طَاوِيَيْنِ، فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ: «عجِب اللَّهُ اللَّيْلَةَ فَعَالِكُمَا»، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: }وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ{.[/arabic-font]

“Siapa yang mau menjamu orang ini?’ Maka berkatalah seorang laki-laki dari kalangan Anshar, ‘Saya.’ Lalu diapun pergi dengan lelaki itu menuju istrinya, kemudian berkata (kepada istrinya), ‘Muliakanlah tamu Rasulullah .’ Sang istri berkata, ‘Kita tidak memiliki apa-apa kecuali makanan anak-anakku.’ Dia berkata, ‘Siapkanlah makananmu, nyalakanlah lampumu, dan tidurkanlah anak-anakmu jika mereka ingin makan malam.’ Lalu sang istripun menyiapkan makanannya, lalu menyalakan lampunya, menidurkan anak-anaknya, kemudian dia berdiri seakan-akan dia hendak memperbaiki lampunya, lalu dia mematikannya. Kemudian keduanya memperlihatkan seakan-akan keduanya sedang makan. Lalu dimalam hari itu keduanya tidur dalam keadaan kelaparan. Maka tatkala di pagi hari, laki-laki Anshar itu pergi menuju Rasulullah , lalu beliau bersabda, ‘Allah takjub dengan perbuatan kalian berdua tadi malam.’ Lalu Allah menurunkan ayat:… dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.

Sungguh Nabi telah memberikan peringatan dari sifat syukh, dari Jabir bin ‘Abdillah I, bahwa Rasulullah bersabda,

[arabic-font]«اتَّقُوا الظُّلْمَ؛ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ؛ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ»[/arabic-font]

“Takutlah kalian dari kezhaliman, dikarenakan kezhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Dan takutlah kalian dari syukh, dikarenakan syukh adalah perkara yang membinasakan orang-orang yang sebelum kalian. Syukh itu membawa mereka untuk menumpahkan darah-darah mereka, dan menghalalkan kehormatan-kehormatan mereka.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah I, bahwa Rasulullah bersabda,

[arabic-font]«اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ» قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هِيَ؟ قَالَ: «الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالشُّحُّ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ»[/arabic-font]

“Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang menghancurkan.” Dikatakan, ‘Ya Rasulullah, apa yang membinasakan itu?’ Beliau bersabda, ‘Mensekutukan Allah, syukh, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan hak, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh zina wanita baik-baik yang lalai (dari berbuat maksiat) lagi beriman.” (HR. an-Nasa`iy)

Di dalam Sunan Abi Dawud terdapat sabda Nabi kita ,

[arabic-font]«شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَجُبْنٌ خَالِعٌ»[/arabic-font]

“Seburuk-buruk perkara yang ada pada diri seorang laki-laki adalah syukh (bakhil) yang kaget (dan panik jika dikeluarkan dari hartanya apa yang menjadi kewajibannya), dan sifat pengecut yang (mampu) melepas (hatinya karena sangat takutnya).”

 

(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid II, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *