Tiga Perkara Senilai Dunia (2)

عنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ مِحْصَنٍ الأنصاري رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا»

Dari ‘Ubaidillah bin Mihshan al-Anshariy radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang dipagi hari dalam keadaan aman pada jiwanya, sehat pada tubuhnya, dan padanya terdapat kebutuhan pokok harinya, maka seakan-akan telah dikumpulkan baginya dunia dengan seluruh sisi-sisinya.”

Perkara kedua; ‘afiyah

Seandainya telah terkumpul pada diri Anda harta Qorun, namun Allah tidak menganugerahi Anda kesehatan, maka Anda tidak akan punya jalan untuk bisa menikmati harta tersebut. Oleh karena itulah wajib bagi seseorang untuk bersyukur kepada Rabb-nya. Betapa banyak diantara manusia tidak mampu meninggalkan tempat tidurnya karena tidak adanya kesehatan.

Betapa banyak diantara manusia terkena gagal ginjal yang tidak mampu lagi minum air hingga puas?

Sekalipun demikian, Anda akan menemukan salah seorang diantara kita, dengan sepenuh kekuatan dan kesehatannya, jika Anda bertanya kepadanya tentang keadaannya, dia mengeluhkan Rabb-nya kepada hamba-hamba-Nya. Maka ini adalah termasuk sebesar-besarnya kelalaian, wal’iyaadzu billah.

Ucapkanlah Alhamdulillah, dan perbanyaklah ucapan itu. Demi Allah, seandainya salah seorang diantara kita terus menerus sujud sejak dia keluar dari perut ibunya hingga hari kematiannya, pastilah dia belum bisa membalas satu nikmatpun dari nikmat-nikmat yang Allah anugerahkan kepadanya.

Di salam Sunan at-Tirmidzi disebutkan bahwa Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu berdiri diatas mimbar kemudian dia menangis, lantas dia berkata,

قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْأَوَّلِ عَلَى الْمِنْبَرِ ثُمَّ بَكَى، فَقَالَ: «اسْأَلُوا اللهَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ؛ فَإِنَّ أَحَدًا لَمْ يُعْطَ بَعْدَ الْيَقِينِ خَيْرًا مِنْ الْعَافِيَةِ»

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah berdiri diatas mimbar pada tahun pertama, kemudian beliau menangis, lantas beliau bersabda, ‘Mintalah maaf dan kesehatan kepada Allah, karena sesungguhnya seseorang itu tidak akan diberikan satu kebaikan, setelah keyakinan, yang lebih baik daripada kesehatan.”(1)

Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada paman beliau, al-‘Abbas radhiyallaahu ‘anhu,

«يَا عَمِّ أَكْثِرِ الدُّعَاءَ بِالْعَافِيَةِ»

Wahai pamanku, perbanyaklah do’a memohon kesehatan.” (HR. at-Thabraniy)(2)

Pada riwayat al-Bazzar dari Anas radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah melewati suatu kaum yang sedang diberi bencana, lantas beliau bersabda,

« أمَا كَانَ هَؤُلَاءِ يَسْأَلُونَ الْعَافِيَةَ » ؟!

Apakah mereka tidak meminta ‘aafiyah kepada Allah?!”(3)

Dan tidaklah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah meninggalkan do’a-do’a tersebut saat sore dan pagi hari,

«اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي، اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي، وَعَنْ شِمَالِي، وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي»

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon ampunan dan ‘afiyah kepada-Mu di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku memohon ampunan dan ‘afiyah kepadamu pada agama dan duniaku, dan pada keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah aurat (aib)ku, dan berikanlah keamanan kepada jiwaku. Ya Allah jagalah diriku dari depan dan belakangku, dari kanan dan kiriku, dari atasku, dan akan memohon dengan keagungan-Mu agar tidak terpedayakan dari bawahku(4).” (HR. Abu Dawud)(5)

Disana terdapat permasalahan; di dalam al-Qur`an, pada dua tempat disebut,

رَبَّنَآ أَفۡرِغۡ عَلَيۡنَا صَبۡرٗا

Ya Tuhan Kami, tuangkanlah kesabaran atas diri Kami… (QS. al-Baqarah (2): 250, QS. al-A’raaf (7): 126)

Bukankah memohon kesabaran, mengharuskan permohonan bala`? tidakkah hal ini kontradiksi dengan anjuran untuk meminta ‘aafiyah?

Tidak ada kontradiksi antara ayat ini dengan hadits-hadits yang di dalamnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menganjurkan meminta ‘afiyah.

Seseorang, sebelum tertimpa bala`, dia meminta ‘afiyah kepada Allah, jika bala` turun, maka bala` itu terbagi menjadi dua bagian;

Pertama, bala` yang diharapkan hilangnya, maka pada saat itu kita memohon ‘afiyah dan kesabaran kepada Allah.

Kedua, bala` yang tidak diharapkan hilangnya, seperti kematian seseorang, maka kita memohon kesabaran kepada Allah.

Perkata ketiga, rizqi hari tersebut.

Yaitu berupa, makanan dan minum, serta seluruh kebutuhan yang dia butuhkan, baik berupa pengobatan dan semacamnya.

[فَكَأَنَّمَا حِيْزَتْ] yaitu digabung dan dikumpulkan. [لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا] yaitu dengan segala sisinya.

Maka wajib bagi setiap muslim untuk banyak bertahmid dan bersyukur kepada Allah. Maka dengan standar ini, akan menjadi banyak diantara kita yang telah mengumpulkan dunia dan semisalnya. Maka jika dia tidak termasuk golongan orang-orang yang bersyukur, maka sesungguhnya Allah berfirman,

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ٧

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim (14): 7)

(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid III, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)

 

_____________________________________

Footnote:

1() HR. at-Tirmidzi (3558), dihasankan oleh al-Albaniy dalam Shahiih at-Tirmidzi. -pent

2() HR. at-Thabraniy, al-Kabiir (11908), dishahihkan oleh al-Albaniy dalam as-Shahiihah (1523)-pent

3() HR. at-Thabraniy dalam ad-Du’a` (49), dishahihkan oleh al-Albaniy dalam as-Shahiihah (2197)-pent

4() Waki’ berkata, ‘Yaitu dari ditenggelamkan ke bumi.’

5() HR. Abu Dawud (5074), al-Bukhari, Adab al-Mufrad (1200), Ibnu Majah (3871), Ahmad (4785), lihat Shahiih al-Jami’(1274), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (659), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (32/494)-pent

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *