Dari Anas bin Malik I, dari Nabi ﷺ, bahwa beliau bersabda,
«ثَلاَثٌ لَنْ تَزَالَ فِيْ أُمَّتِيْ: التَّفَاخُرُ فِي الْأَحْسَابِ، وَالنِّيَاحَةُ، وَالْأَنْوَاءُ»
“Tiga (perkara) akan terus ada pada umatku; saling berbangga dalam kedudukan; niyahah, dan meminta hujan dengan bintang.” (HR. Abu Ya’la, dan ad-Dhiya` al-Maqdisi)
Riwayat Imam Muslim:
«أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ، لَا يَتْرُكُونَهُنَّ: الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ، وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ، وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ، وَالنِّيَاحَةُ»
“Empat perkara di dalam umatku termasuk perkara jahiliyah, mereka tidak akan meninggalkannya; berbangga dalam kedudukan, celaan terhadap nasab, meminta hujan dengan bintang, dan niyahah.”
Perkara pertama dari tsulatsiyah ini adalah berbangga dengan kedudukan.
Sabda beliau ﷺ, fii al-ahsaab, maksudnya adalah dalam urusannya dan sebabnya. Dan al-hasab adalah perkara yang terhitung oleh seseorang berupa tabiat (kebiasaan) yang ada pada dirinya, seperti sifat keberanian, kefashihan, dan selainnya… Dan dikatakan juga al-hasab itu adalah apa yang dihitung oleh manusia berupa kebanggaan terhadap leluhurnya.
Yang dimaksud oleh hadits tersebut adalah saling berbangga dan saling mengagungkan dengan menyebut kelebihan-kelebihan mereka, peninggalan-peninggalan mereka, dan keutamaan-keutamaan mereka. Dan itu adalah sebuah kebodohan yang besar, karena tidak ada kebanggaan kecuali dengan ketaatan, dan tidak ada kemuliaan bagi seorangpun kecuali karena Allah.
Maka seseorang tidak akan bisa mengambil manfaat kecuali dengan ketaqwaan kepada Allah ﷻ, maka tidak selayaknya bagi seorangpun untuk saling berbangga dengan yang demikian.
Seseorang tidak akan bisa mengambil manfaat dengan nasabnya. Di dalam hadits yang lain pada Shahih Muslim, Nabi ﷺ bersabda,
«وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ »
“Barangsiapa amalnya memperlambat dia, maka nasabnya tidak akan bisa mempercepatnya.”
Dia tidak akan mengambil manfaat dengan hartanya jika dia tidak menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman,
وَمَآ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُم بِٱلَّتِي تُقَرِّبُكُمۡ عِندَنَا زُلۡفَىٰٓ إِلَّا مَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا
“Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh…” (QS. Saba` (34): 37)
Segala hal ini tidak memiliki kapasitas apapun di sisi Allah ﷻ.
Disebutkan di dalam hadits Ibnu Majah dan al-Mu’jam al-Kabiir milik imam at-Thabraniy, dari Sahl bin Sa’d I, dia berkata,
مَرَّ بِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم رَجُلٌ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: «مَا رَأْيُكَ فِي هَذَا»؟ قال سهل: هَذَا رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِ النَّاسِ، هَذَا حَرِيٌّ إِنْ خَطَبَ أَنْ يُنْكَحَ، وَإِنْ شَفَعَ أَنْ يُشَفَّعَ، وَإِنْ قَالَ أَنْ يُسْمَعَ لِقَوْلِهِ. ثُمَّ مَرَّ رَجُلٌ، فَقَالَ: «مَا رَأْيُكَ فِي هَذَا»؟ قُلْتُ: هَذَا رَجُلٌ مِنْ فُقَرَاءِ الْمُسْلِمِينَ، هَذَا حَرِيٌّ إِنْ قَالَ أَنْ لا يُسْمَعَ لِقَوْلِهِ، وَإِنْ خَطَبَ أَنْ لا يُنْكَحَ، وَإِنْ شَفَعَ أَنْ لا يُشَفَّعَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «لَهَذَا خَيْرٌ مِنْ مِلْءِ الأَرْضِ مِثْلَ هَذَا»
‘Ada seorang laki-laki melewati Nabi ﷺ, lalu beliau melihat kepadanya lantas bersabda, ‘Apa pendapatmu tentang orang ini?’ Sahl berkata, ‘Ini adalah seorang laki-laki yang termasuk tokoh-tokohnya manusia, orang ini layak dinikahkan jika melamar, layak dikabulkan syafaatnya jika dia memberikan syafa’at, jika di berbicara, maka akan didengarkan ucapannya.’ Kemudian lewatlah seorang laki-laki, lalu Nabi ﷺ bersabda, ‘Apa pendapatmu tentang orang ini?’ Saya katakan, ‘Ini adalah seorang laki-laki dari orang-orang faqirnya kaum muslimin, orang ini layak untuk tidak didengarkan ucapannya jika dia berbicara, tidak dinikahkan jika dia melamar, tidak dikabulkan syafaatnya jika dia memberikan syafaat. Maka Nabi ﷺ bersabda, ‘Sungguh orang (yang kedua) ini benar-benar lebih baik dari sepenuh bumi orang semisal (orang yang pertama) ini.’
Di dalam Shahihain, bahwa saat diturunkan ayat,
وَأَنذِرۡ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ ٢١٤
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,” (QS. as-Syu’araa` (26): 214) beliau ﷺ bersabda,
«يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ اللَّهِ لاَ أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لاَ أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، يَا عَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لاَ أُغْنِي عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، يَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لاَ أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ سَلِينِي بِمَا شِئْتِ لاَ أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا»
“Wahai sekalian orang-orang Quraisy, belilah diri kalian sendiri dari (murka) Allah, aku tidak akan bisa berguna bagi kalian terhadap (murka) Allah sedikitpun, wahai Bani ‘Abdi al-Muththalib, aku tidak berguna sedikitpun bagi kalian dari (murka) Allah, Wahai ‘Abbas bin ‘Abdi al-Muththalib, aku tidak berguna sedikitpun bagimu dari (murka) Allah, Wahai Shafiyah, bibi Rasulullah, aku tidak berguna sedikitpun bagimu dari (murka) Allah, Wahai Fathimah binti Rasulillah, mintalah kamu kepadaku apa yang kamu suka, aku tidak berguna sedikitpun bagimu dari murka Allah.”
Di dalam Shahihain, dari Abu Hurairah I, dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda,
«إِنَّهُ لَيَأْتِي الرَّجُلُ الْعَظِيْمُ السَّمِيْنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ»
“Sesungguhnya akan benar-benar datang seorang laki-laki yang besar lagi gemuk pada hari kiamat, dia di sisi Allah tidak bisa menandingi beratnya sayap nyamuk.”
Perkara kedua dari perkara-perkara jahiliyah yang Nabi ﷺ telah memberikan peringatan darinya kepada kita adalah niyahah (meratap).
Apa itu niyahah? Niyahah adalah tangisan dengan keterputus asaan, dan ratapan, atau dikatakan, teriakan, dan ratapan dalam tangisan sebagaimana disebutkan di dalam Mu’ajamu Lughati al-Fuqaha`.
Niyahah adalah sebuah kekufuran, wal’iyadzu billah. Nabi ﷺ bersabda,
«اثْنَتَانِ فِي النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌ: الطَّعْنُ فِي النَّسَبِ، وَالنِّيَاحَةُ عَلىَ الْمَيِّتِ»
“Dua perkara di dalam manusia; yang keduanya adalah kekufuran bagi mereka; celaan terhadap nasab, dan meratapi mayat.” (HR. Muslim)
Di dalam Musnad Imam Ahmad dari Ibnu ‘Abbas L, dia berkata,
لَمَّا افْتَتَحَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ رَنَّ إِبْلِيْسُ رَنَّةً فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ جُنُوْدُهُ، فَقَالَ: ايْأَسُوا أَنْ تَرُدُّوا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ عَلىَ الشِّرْكِ بَعْدَ يَوْمِكُمْ هَذَا، وَلَكِنْ افْتَنُوْهُمْ فِيْ دِيْنِهِمْ وَأَفْشُوا فِيْهِمْ النَّوْحَ.
“Tatkala Rasulullah ﷺ menaklukkan kota Makkah, Iblispun meraung. Lalu berkumpullah pasukannya. Lalu dia berkata, ‘Putus asalah kalian dari bisa mengembalikan umat Muhammad kepada kesyirikan setelah hari kalian ini. Akan tetapi fitnahlah mereka di dalam agama mereka, dan tebarkan di tengah-tengah mereka ratapan.”
Dia ridha dengan yang demikian, dikarenakan niyahah adalah sebuah kekufuran, wal’iyadzu billah.
Dan Nabi ﷺ telah melaknat dua suara di dunia; diantara keduanya adalah niyahah.
Di dalam Shahihain,
«لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُوْدَ، وَشَقَّ الْجُيُوْبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ»
“Bukan termasuk golongan kami orang yang menampar pipi, merobek baju, dan menyeru dengan seruan jahiliyah.”
Adalah Nabi ﷺ, jika beliau membaiat seorang wanita, maka beliau membaiat dia diatas pencabutan niyahah dan tidak melakukannya.
Pada riwayat Ibnu Majah,
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْخَامِشَةَ وَجْهَهَا، وَالشَّاقَّةَ جَيْبَهَا، وَالدَّاعِيَةَ بِالْوَيْلِ وَالثُّبُوْرِ»
“Rasulullah ﷺ melaknat wanita yang mencakari wajahnya, yang merobek bajunya, dan yang menyeru dengan kemalangan, dan kerusakan.”
Wanita yang berbuat niyahah, jika dia tidak bertaubat, maka nanti dia akan dibangkitkan dari kuburnya –sebagaimana telah dikabarkan oleh Rasulullah ﷺ– pada hari kiamat dengan mengenakan jubah dari tir, dan mantel dari gatal, wal’iyaadzu billah.
Cukuplah seorang wanita itu mengetahui bahwa mayit itu akan di adzab dengan tangisan keluarganya, sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi ﷺ. Maka apakah wanita yang berakal ridha dia menjadi sebab diadzabnya si mayit kerena tangisannya?
Disini, kadang ada seseorang yang bertanya, ‘Bagaimana bisa si mayit diadzab karena tangisannya, sementara Allah ﷻ telah berfirman,
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٞ وِزۡرَ أُخۡرَىٰۚ
“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain…” (QS. Fathir (35): 18)?
Maka jawabannya adalah dengan salah satu dari dua sisi;
Dia akan diadzab jika dia memberikan wasiat agar dia diratapi; atau jika dia mengetahui bahwa mereka akan melakukannya yang demikian terhadap orang-orang yang telah mati, dan dia tidak berwasiat untuk meninggalkan ratapan tersebut.
Perkara ketiga, meminta hujan dengan bintang.
Di dalam riwayat Muslim,
«وَالْاِسْتِسْقاَءُ بِالنُّجُوْمِ»
“Meminta hujan dengan bintang-bintang.”
Yang dimaksud adalah penisbahan turunnya hujan kepada bintang-bintang. Dan bahwa Allah telah memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengannya.
Telah shahih di dalam Shahihain, dari Zaid bin Khalid al-Juhaniy I, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ shalat bersama kami shalat subuh di Hudaibiyah selepas hujan yang terjadi di malam hari. Maka tatkala beliau selesai shalat, beliau menghadap kepada manusia seraya bersabda,
«هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ»؟ قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: «قَالَ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بي وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ»
“Tahukan kalian, apa yang difirmankan oleh Rabb kalian.” Mereka berkata, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Beliau bersabda, ‘Dia berfirman, ‘Di pagi hari ini ada diantara hamba-hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan kufur kepada-Ku. Adapun orang yang berkata, ‘Kami telah diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah, maka dialah yang beriman kepada-Ku dan kufur kepada bintang-bintang. Adapun orang yang berkata, ‘Kami telah diberi hujan karena bintang ini dan bitang ini, maka dialah yang telah kufur kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.”
Maka yang wajib atas manusia adalah, menisbahkan segala nikmat kepada pemberinya; kepada Allah ﷻ.
Perkara-perkara ini adalah termasuk masalah-masalah jahiliyah yang Nabi ﷺ telah memerintahkan untuk menyelisihinya. Nabi ﷺ telah bersabda,
«أَبْغَضُ النَّاسِ إِلىَ اللهِ ثَلاَثَةٌ» وَذَكَرَ مِنْهُمْ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اتَّبَعَ سُنَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ.
“Manusia yang paling dibenci oleh Allah ada tiga;” lalu beliau ﷺ menyebut diantara mereka adalah orang yang mengikuti sunnah jahiliyah.
(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid I, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)