Tiga Orang Yang Dirindukan Sorga

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «إِنَّ الْجَنَّةَ لَتَشْتَاقُ إِلَى ثَلَاثَةٍ: عَلِيٍّ، وَعَمَّارٍ، وَسَلْمَانَ»

 

Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Sesungguhnya sorga benar-benar rindu kepada tiga orang, ‘Aliy, ‘Ammaar, dan Salmaan.” (HR. At-Tirmidzi, dan ia adalah hadits hasan dengan keseluruhan jalurnya, sebagaimana disebutkan di dalam Shahiih al-Jaami’)([1])

 

Hadits-hadits yang semisal ini, wajib bagi setiap muslim untuk mengimaninya, dengan membiarkannya sesuai dengan zhahirnya, kemudian mengimani apa yang dikatakan oleh Rasulullah ﷺ.

 

Maka sorga, merindukan tiga orang yang disebutkan oleh Nabi ﷺ di dalam hadits tersebut.

 

Dan kita tidak mengatakan bahwa yang dimaksud adalah yang merindukan itu adalah penghuni sorga. Nabi ﷺ telah melebih-lebihkan penjelasan beliau hingga bersabda, ‘Sesungguh sorga merindukan mereka.’

 

Dan kita tidak akan mengatakan, yang dimaksud adalah bahwa yang merindukan mereka adalah penghuni sorga, dari kalangan para bidadari, anak-anak muda dan para malaikat.

 

Dzat yang telah mengadakan (menciptakan) mereka serta mampu membuat mereka rindu, pastilah kuasa untuk mengadakan kerinduan itu pada sorga.

 

Al-‘Allamah Ibnu ‘Utsimin rahimahullah berkata di dalam Tafsir beliau terhadap surat al-Kahfi dalam ayat

 

فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارٗا يُرِيدُ أَن يَنقَضَّ

 

“… kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh,… (QS. al-Kahfi (18): 77)

 

Yaitu bahwa ia tengah miring ingin roboh. Maka jika dikatakan, ‘Apakah tembok tersebut memiliki keinginan? Maka jawabnya adalah, ‘Ya, dia memiliki keinginan’. Maka sesungguhnya miringnya dia menunjukkan akan keinginan dia untuk roboh.  Dan janganlah Engkau heran jika benda-benda mati memiliki keinginan. Itulah ia, gunung Uhud, Nabi ﷺ bersabda tentangnya, “Sesungguhnya ia adalah gunung yang mencintai kita, dan kita mencintainya.’ Maka sifat cinta (mahabbah) adalah satu sifat tambahan bagi iradah (keinginan). Adapun ucapan sebagian manusia yang membolehkan adanya majaz di dalam al-Qur`an, ‘Sesungguhnya ini adalah kiasan, dan bahwa benda mati tidak memiliki keinginan’, maka tidak ada sisi (yang benar) baginya.

 

Berkata al-‘Allaamah al-Qur`aaniy, as-Syinqithi rahimahullah tentang ayat yang sama, ‘Ayat yang mulia ini, termasuk diantara dalil terbesar yang dijadikan dalil oleh orang-orang yang berkata bahwa ada majaz di dalam al-Qur`an. Seraya mereka mengeklaim bahwa iradah (keinginan) tembok tersebut untuk roboh tidak mungkin terjadi secara hakiki, namun itu hanyalah majaziy. Sementara ayat-ayat dari al-Qur`an telah menunjukkan bahwa tidak ada halangan bagi keberadaan iradah (keinginan) untuk tembok tersebut secara hakiki, dikarenakan Allah subhaanahu wata’aalaa mengetahui bahwa benda-benda mati memiliki keinginan-keinginan, perbuatan-perbuatan, dan ucapan-ucapan yang tidak bisa diketahui oleh makhluq.

 

Sebagaimana penjelasan Allah subhaanahu wata’aalaa, bahwa Dia mengetahui yang demikian, suatu perkara yang tidak diketahui makhluk-Nya, yaitu di dalam firman Allah subhaanahu wata’aalaa,

 

وَإِن مِّن شَيءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمدِهِۦ وَلَٰكِن لَّا تَفقَهُونَ تَسبِيحَهُمۡۚ

 

“… dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka… (QS. al-Israa` (17): 44)

 

Maka Dia menjelaskan dengan gamblang bahwa kita tidak bisa memahami tasbih mereka, dan tasbih mereka terjadi karena iradah (keinginan) mereka, dimana Allah subhaanahu wata’aalaa mengetahuinya, dan kita tidak mengetahuinya. Dan permisalan yang demikian sangat banyak di dalam al-Qur`an dan sunnah.

 

Maka diantara ayat-ayat yang menjadi dalil atasnya adalah firman Allah subhaanahu wata’aalaa,

 

وَإِنَّ مِنَ ٱلحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنهُ ٱلأَنهَٰرُۚ وَإِنَّ مِنهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخۡرُجُ مِنۡهُ ٱلۡمَآءُۚ وَإِنَّ مِنۡهَا لَمَا يَهۡبِطُ مِنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِۗ

“… padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah…. (QS. al-Baqarah (2): 74)

 

Maka penjelasan Allah subhaanahu wata’aalaa secara gamblang bahwa sebagian batu meluncur jatuh karena takut kepada-Nya adalah sebuah dalil yang jelas tentangnya. Dikarenakan rasa takut tersebut dengan pengetahuan yang Allah subhaanahu wata’aalaa mengetahuinya sementara kita tidak mengetahuinya.

 

Dan firman-Nya subhaanahu wata’aalaa,

 

إِنَّا عَرَضنَا ٱلأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلأَرضِ وَٱلجِبَالِ فَأَبَينَ أَن يَحمِلنَهَا وَأَشفَقنَ مِنهَا وَحَمَلَهَا ٱلإِنسَٰنُۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا ٧٢

 

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat([2]) kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zhalim dan Amat bodoh. (QS. Al-Ahzab (33): 72)

 

Dan penjelasan gamblang Allah subhaanahu wata’aalaa bahwa langit, bumi dan gunung-gunung menolak, dan ketakutan, menunjukkan bahwa yang demikian itu terjadi dengan keinginan dan pengetahuan, yang diketahui oleh-Nya subhaanahu wata’aalaa, sementara kita tidak mengetahuinya.

 

Diantara hadits-hadits yang menjadi dalil atas yang demikian adalah hadits yang valid di dalam Shahih Muslim bahwa Nabi ﷺ bersabda,

 

«إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَيَّ …»

 

“Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui sebuah batu yang dulu mengucapkan salam kepadaku di Makkah.”([3])

 

Dan hadits yang telah shahih di dalam Shahih al-Bukhari, tentang rintihan batang pohon korma yang biasa Nabi ﷺ berkhutbah diatasnya, dia merintih karena sedih berpisah dengan beliau ﷺ. Maka ucapan salam batu tersebut, dan rintihan batang pohon korma tersebut, keduanya adalah dengan iradah (keinginan) dan idraak (pengetahuan), yang Allah mengetahuinya, sementara kita tidak mengetahuinya.

 

Sebagaimana Allah subhaanahu wata’aalaa juga telah menjelaskan dengan gamblang di dalam firman-Nya,

 

وَلَٰكِن لَّا تَفقَهُونَ تَسبِيحَهُمۡۚ

 

“… tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka… (QS. al-Israa` (17): 44)

 

Maka klaim orang yang tidak ada ilmu padanya, bahwa perkara-perkara ini tidak ada hakikatnya, namun ia hanyalah suatu pembuatan contoh, maka klaim ini adalah klaim yang batil. Dikarenakan nash-nash al-Qur`an dan sunnah tidak boleh dipalingkan dari maknanya yang jelas lagi tegas kecuali dengan dalil yang wajib kembali kepadanya. Dan contoh yang semisal sangat banyak.

 

Dan dengannya, Anda bisa mengetahui bahwa tidak ada halangan bagi tetapnya keinginan tembok tersebut di atas hakikatnya, karena adanya kemungkinan Allah mengetahui keinginan dia untuk roboh, sekalipun makhluk-Nya tidak mengetahui keinginan tersebut. Dan ini jelas sekali sebagaimana yang Engkau lihat.’ (Adhwaa`ul Bayaan, III/339)

 

Maka sorga merindukan, dan penghuninya merindukan ketiga orang tersebut. Dan saya akan menyebutkan bagi masing-masing sedikit manaqib (keutamaan-keutaamaan, dan keistimewaan) mereka.

 

Pertama, ‘Aliy bin Abi Thalib

 

Dia adalah putra paman Rasulullah ﷺ, dan suami dari putri beliau, Fathimah radhiyallaahu ‘anha. Dia adalah orang yang tidak pernah sama sekali sujud kepada berhala.

 

Di dalam as-Shahiihain disebutkan, saat Nabi ﷺ keluar menuju peperangan Tabuk, beliau memasrahkan perwakilan kepemimpinan Madinah kepada ‘Aliy radhiyallaahu ‘anhu, lalu dia berkata kepada Nabi ﷺ,

 

أَتُخَلِّفُنِي فِي الصِّبْيَانِ وَالنِّسَاءِ؟ فقَالَ لَهُ ﷺ: «أَلَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى؟ إِلَّا أَنَّهُ لَيْسَ نَبِيٌّ بَعْدِي»

 

“Apakah Anda meninggalkan saya di tengah anak-anak dan kaum wanita?’ Maka beliau ﷺ bersabda kepadanya, ‘Tidakkah Engkau ridha kedudukanmu dariku seperti kedudukan Harun bagi Musa? Hanya saja tidak ada satu Nabipun setelahku.”([4])

 

Dan ini adalah satu keutamaan yang agung bagi ‘Aliy radhiyallaahu ‘anhu.

 

Di dalam as-Shahiihain juga, dari Sahl bin Sa’d radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

 

«لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يُحِبُّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ، وَيُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُوْلُهُ، يَفْتَحُ اللهُ عَلَى يَدَيْهِ». قَالَ: فَبَاتَ النَّاسُ يَدُوكُونَ لَيْلَتَهُمْ أَيُّهُمْ يُعْطَاهَا، فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّاسُ غَدَوْا عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ كُلُّهُمْ يَرْجُو أَنْ يُعْطَاهَا، فَقَالَ: «أَيْنَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ»؟ فَقَالُوا: يَشْتَكِي عَيْنَيْهِ يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: «فَأَرْسِلُوا إِلَيْهِ، فَأْتُونِي بِهِ». فَلَمَّا جَاءَ بَصَقَ فِي عَيْنَيْهِ، وَدَعَا لَهُ فَبَرَأَ حَتَّى كَأَنْ لَمْ يَكُنْ بِهِ وَجَعٌ، فَأَعْطَاهُ الرَّايَةَ. فَقَالَ عَلِيٌّ: يَا رَسُولَ اللهِ أُقَاتِلُهُمْ حَتَّى يَكُونُوا مِثْلَنَا؟ فَقَالَ: «انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ، ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيهِ؛ فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ»

 

“Sungguh, aku benar-benar akan memberikan panji (kepemimpinan) besok kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan Allah serta Rasul-Nya mencintainya, dan Allah akan memberikan kemenangan melalui tangannya.”

 

Dia berkata, ‘Maka manusiapun terjaga hingga lewat tengah malam berbicara sepanjang malam mereka, siapakah diantara mereka yang akan diberi panji tersebut. Maka, tatkala di pagi hari, manusiapun berangkat pagi menemui Rasulullah ﷺ, masing-masing berharap dialah yang akan diberi panji tersebut.

 

Lalu beliau bersabda, ‘Dimanakah ‘Aliy bin Abi Thalib?’ Mereka menjawab, ‘Dia mengeluhkan sakit di kedua matanya, ya Rasulullah.’ Maka beliau bersabda, ‘Kirim utusan kepadanya, datangkan dia kepadaku dengannya.’ Maka tatkala ‘Aliy datang, Nabipun meludah di kedua matanya, dan berdo’a untuknya, hingga dia sembuh hingga seakan-akan tidak pernah ada penyakit padanya. Kemudian Nabi pun memberikan panji itu kepadanya.

 

Lalu ‘Aliy berkata, ‘Ya Rasulallah, saya memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita?’ Beliau bersabda, ‘Berjalanlah diatas kewaspadaan (dan ketenangan)mu hingga Engkau sampai pekarangan tanah mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam, dan beritakanlah kepada mereka, apa yang menjadi kewajiban mereka terhadap hak Allah padanya. Maka demi Allah, sungguh Allah memberikan hidayah kepada satu orang karena sebabmu, itu lebih baik bagimu daripada Engkau memiliki onta merah.”([5])

 

Di dalam Shahih Muslim, ‘Aliy radhiyallaahu ‘anhu berkata,

 

وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ ﷺ إِلَيَّ: أَنْ لَا يُحِبَّنِي إِلَّا مُؤْمِنٌ، وَلَا يُبْغِضَنِي إِلَّا مُنَافِقٌ

 

“Demi Dzat yang telah membelah biji-bijian, dan menciptakan segala jiwa, sesungguhnya Nabi al-Ummiy ﷺ telah benar-benar menegaskan kepadaku, bahwa tidak mencintaiku kecuali orang mukmin, dan tidak membenciku kecuali orang munafiq.”([6])

 

Dia termasuk orang yang Rasulullah ﷺ wafat dalam keadaan meridhainya.

 

Dan sebelum saya meninggalkan ‘Aliy radhiyallaahu ‘anhu menuju selain beliau, saya akan menyebut ucapan Ibnu Katsir rahimahullah, dia berkata, ‘Sungguh, hal ini telah menjadi berlebih pada ungkapan banyak diantara para penyalin naskah kitab, dengan menyendirikan ‘Aliy radhiyallaahu ‘anhu dengan penyebutan ‘alaihissalam daripada seluruh sahabat yang lain; atau penyebutan karramallaahu wajhahu. Hal ini, sekalipun maknanya benar, namun selayaknyalah menyamakan seluruh sahabat di dalam masalah tersebut. Karena ini adalah termasuk bagian dari pengagungan dan pemuliaan. Dua syaikh (Abu Bakar dan ‘Umar) serta Amiirul Mukminiin ‘Utsman bin ‘Affan, lebih berhak dengan penyebutan itu darinya, mudah-mudahan Allah meridhai mereka semua.’ (Tafsir al-Qur`an al-‘Azhiim, VI/478-479)

 

Kedua, ‘Ammar bin Yasir radhiyallaahu ‘anhu.

 

Ibunya adalah Sumayyah, bekas budak Bani Makhzuum, dia adalah diantara pembesar para sahabat wanita, radhiyallaahu ‘anha.

 

Orang-orang yang pertama kali menyatakan keIslamannya ada enam; Abu Bakar; ‘Ammar; Ibunya ‘Ammar, Sumayyah; Shuhaib; Bilal; dan al-Miqdaad radhiyallaahu ‘anhum.

 

Dan wanita yang pertama kali mati syahid di dalam Islam adalah ibunya, Sumayyah, yang telah ditusuk oleh Abu Jahal –laknatullah– dengan tombak pada qubulnya, lalu membunuhnya.

 

Sungguh Nabi ﷺ telah bersabda kepada keluarga Yasir, saat mereka tengah disiksa,

 

« صَبْرًا آلَ يَاسِرٍ، فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ »

 

“Sabarlah, wahai keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat perjumpaan kalian adalah sorga.” (HR. Abu Nu’aim al-Ashbahaniy di dalam Ma’rifatu as-Shahaabah)([7])

 

Dan disaat orang-orang musyrik menyiksanya dengan api, Nabi ﷺ melewatinya kemudian melewatkan tangan beliau diatas kepalanya seraya bersabda,

 

«يَا نَارُ كُوْنِيْ بَرْداً وَسَلاَماً عَلىَ عَمَّارٍ كَمَا كُنْتِ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ، تَقْتُلُكَ الْفِئَةُ الْبَاغِيَةُ»

 

“Wahai api, jadilah Engkau dingin dan keselamatan bagi ‘Ammar, sebagaimana dulu Engkau terhadap Ibrahim. Yang akan membunuhmu nanti adalah kelompok yang memberontak.” (HR. Ibnu Sa’d)([8])

 

Sungguh, ayat ini telah turun tentangnya,

 

إِلَّا مَن أُكرِهَ وَقَلبُهُۥ مُطمَئِنُّۢ بِٱلإِيمَٰنِ

 

“… kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)… (QS. an-Nahl (16): 106)

 

Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Qatadah rahimahullah.

 

Ibnu Hajar rahimahullah berkata di dalam al-Ishabah, ‘Mereka bersepakat bahwa ayat tersebut turun tentang diri ‘Ammar radhiyallaahu ‘anhu.’

 

Yang demikian itu terjadi saat dia dipaksa untuk menyebut tuhan-tuhan mereka dengan kebaikan. Lalu dia mengadukan hal itu kepada Nabi ﷺ. Lantas Nabi ﷺ bersabda kepadanya,

 

«كَيْفَ تَجِدُ قَلْبَكَ؟» قَالَ: مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ قَالَ: «إِنْ عَادُوا فَعُدْ»

 

“Bagaimana Engkau mendapati hatimu?’ dia menjawab, ‘Tenang dengan keimanan.’ Maka beliau bersabda, ‘Jika mereka kembali, maka kembalilah (dengan mengatakannya lagi).’ (HR. al-Hakim di dalam al-Mustadrak)([9])

 

Di dalam Sunan at-Tirmidzi, dari ‘Aliy radhiyallaahu ‘anhu dia berkata, ‘Ammar datang meminta izin kepada Nabi ﷺ, maka beliau bersabda,

 

«ائْذَنُوا لَهُ، مَرْحَبًا بِالطَّيِّبِ الْمُطَيَّبِ».

 

“Izinkan dia, selamat datang orang baik (suci) lagi dijadikan baik (disucikan).”([10])

 

Dan di dalamnya, Nabi ﷺ bersabda,

 

«اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي -وَأَشَارَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ- وَاهْتَدُوا بِهَدْيِ عَمَّارٍ، وَمَا حَدَّثَكُمْ ابْنُ مَسْعُودٍ فَصَدِّقُوهُ»

 

“Teladanilah oleh kalian dua orang setelahku –dan beliau memberikan isyarat kepada Abu Bakar, dan ‘Umar-, dan ambillah petunjuk dari petunjuk ‘Ammar. Dan apa yang Ibnu Mas’ud menceritakan kepada kalian, maka benarkanlah ia.”([11])

 

Beliau bersabda di dalamnya,

 

« مُلِئَ عَمَّارٌ إِيمَانًا إِلَى مُشَاشِهِ »

 

“’Ammar dipenuhi oleh keimanan hingga ke pangkal-pangkal tulangnya.” (HR. an-Nasa`iy)([12])

 

Al-Misyaasy adalah pangkal-pangkal tulang lunak yang memungkinkan untuk dikunyah.

 

Adapun yang ketiga, ia adalah Salman al-Farisiy radhiyallaahu ‘anhu.

 

Untuk penjelasan keutamaan dia radhiyallaahu ‘anhu, cukuplah riwayat yang telah shahih di dalam Jaami’ at-Tirmidzi rahimahullah dari hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwa dia berkata, ‘Sejumlah manusia dari para sahabat Rasulullah ﷺ berkata,

 

يَا رَسُولَ اللهِ مَنْ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ ذَكَرَ اللهُ إِنْ تَوَلَّيْنَا اسْتُبْدِلُوا بِنَا ثُمَّ لَمْ يَكُونُوا أَمْثَالَنَا؟ وَكَانَ سَلْمَانُ بِجَنْبِ رَسُولِ اللهِ ﷺ ، فَضَرَبَ رَسُولُ اللهِ ﷺ فَخِذَ سَلْمَانَ وَقَالَ: «هَذَا وَأَصْحَابُهُ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ كَانَ الْإِيمَانُ مَنُوطًا بِالثُّرَيَّا لَتَنَاوَلَهُ رِجَالٌ مِنْ فَارِسَ»

 

“Ya Rasulallah, siapakah orang-orang yang disebut oleh Allah subhaanahu wata’aalaa, jika kami lari berpaling, maka mereka akan menggantikan kami, kemudian tidak akan ada orang-orang yang semisal dengan kami?” Kala itu, Salman ada di sisi Rasulullah ﷺ, maka Rasulullah ﷺ menepuk paha Salman seraya berkata, ‘Orang ini dan teman-temannya, Demi Dzat yang jiwaku ada pada tangan-Nya, seandainya iman itu tergantung di bintang, maka pastilah kaum laki-laki dari Persia akan meraihnya.”([13])

 

Diantara ungkapan yang dinisbahkan kepadanya,

 

أَبِيْ الْإِسْلاَمُ لاَ أَبَ لِيْ سِوَاهُ إِذَا افْتَخَرُوا بِقَيْسٍ أَوْ تَمِيْمٍ

 

“Bapakku adalah Islam, tidak ada bapak bagiku selainnya.’ Saat mereka berbangga dengan Qais atau Tamiim.”

 

Salman radhiyallaahu ‘anhu adalah seorang hakim, lagi pemberi mau’izhah yang memiliki pendapat yang lurus. Dialah yang telah memberikan isyarat kepada Nabi ﷺ untuk menggali parit. Dan diantara sekian nasihatnya,

 

الْعِلْمُ كَثِيْرٌ، وَالْعُمْرُ قَصِيْرٌ؛ فَخُذْ مِنَ الْعِلْمِ مَا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِيْ أَمْرِ دِيْنِكَ، وَدَعْ مَا سِوَاهُ فَلاَ تُعَانُهُ

 

“Ilmu itu banyak, umur itu pendek, maka ambillah bagian dari ilmu yang Engkau butuhkan di dalam urusan agamamu, dan tinggalkanlah selainnya, maka janganlah Engkau menderita karenanya.”

 

Di dalam Shahih al-Bukhari disebutkan, saat Nabi ﷺ mempersaudarakan antara dia dengan Abu ad-Darda` radhiyallaahu ‘anhuma. Salman mengunjungi Abu ad-Dardaa`, lalu dia melihat Ummu ad-Dardaa` dalam keadaan lusuh([14]) maka Salman berkata kepadanya, ‘Ada apa denganmu? Dia menjawab, ‘Saudaramu, Abu ad-Darda`, tidak tidak butuh dunia. Kemudian Abu ad-Darda` datang, kemudian membuatkan makanan untuknya. Salman berkata kepadanya, ‘Makanlah.’ Dia menjawab, ‘Sesungguhnya aku puasa.’ Maka Salman berkata, ‘Aku tidak akan makan hingga Engkau makan.’ Maka Abu ad-Darda` makan. Disaat masuk waktu malam, Abu ad-Darda` pun beranjak pergi untuk mendirikan (shalat) malam. Maka Salman berkata, ‘Tidurlah.’ Maka diapun tidur. Kemudian Abu ad-Darda` beranjak untuk bangun (shalat). Maka Salman berkata, ‘Tidurlah.’ Maka disaat akhir malam, Salman berkata, ‘Berdirilah sekarang.’ Lalu keduanyapun shalat (malam). Kemudian Salman berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya Rabb-mu punya hak yang harus Engkau tunaikan, dirimu juga punya hak yang harus kau tunaikan, dan keluargamupun punya hak yang harus Engkau tunaikan. Maka berikanlah masing-masing yang berhak, haknya.” Kemudian Abu ad-Darda` mendatangi Nabi ﷺ, kemudian menyebutkan kejadian itu kepada beliau, maka beliau ﷺ bersabda,

 

«صَدَقَ سَلْمَانُ»

 

“Salman benar.”([15])

 

Maka mudah-mudahan Allah meridhai ‘Aliy, ‘Ammar, Salman, dan seluruh sahabat yang mulia.

 

(Diambil dari kitab Tsulatsiyaat Nabawiyah, Syaikh Mihran Mahir ‘Utsman, alih bahasa oleh Muhammad Syahri)

 

____________________________________

Footnote:

([1]) HR. at-Tirmidzi (3797), Abu Ya’la (6772), al-Hakim (4666), Shahiih al-Jaami’ (1598), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (15/451)-pent

([2]) Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan (Terjemah DEPAG RI)‑pent

([3]) HR. Muslim (2277)

([4]) HR. al-Bukhari (4154), Muslim (2404)-pent

([5]) HR. al-Bukhari (3498), Muslim (2406)-pent

([6]) HR. Muslim (78)-pent

([7]) HR. al-Hakim (5646), at-Thabraniy, al-Ausath (1508), Shahiih as-Siirah hal. 154, Fiqhu as-Siirah hal 103, lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (6/305)-pent

([8]) Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’d (III/248), Ibnu ‘Asaakir (43/372), lihat Jaami’ al-Ahaadiits (26361)-pent

([9]) HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak (3362), dan dia menshahihkannya sesuai dengan syarat al-Bukhari dan Muslim, serta di setujui oleh adz-Dzahabiy dalam at-Talkhiish.-pent

([10]) HR. at-Tirmidzi (3798), Ibnu Majah dalam Muqaddimah (146), al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (1031), Ahmad (779), Ibnu Hibban (7075), al-Misykah (6226), as-Shahiihah (II/466), ar-Raudh (702)-pent

([11]) HR. at-Tirmidzi (3799), Ibnu Majah dalam Muqaddimah (97), Shahiih al-Jaami’ (2511), as-Shahiihah (1233),  lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (15/273)-pent

([12]) HR. an-Nasa`iy (5007), Ibnu Majah (147), Ibnu Hibban (7076), al-Hakim (5680), dan dia menshahihkannya sesuai syarat al-Bukhari Muslim, dan disetujui oleh adz-Dzahabiy. As-Shahiihah (807), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (15/455)-pent

([13]) HR. at-Tirmidzi (3261), Muslim (2546), as-Shahiihah (1017), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (16/436)-pent

([14]) Tidak berhias, dan tidak berdandan dengan dandanan yang baik lagi cantik, dengan kesederhanaan.

([15]) HR. al-Bukhari (1968, 5788), at-Tirmidzi (2413)pent

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *