عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو عِنْدَ الْكَرْبِ يَقُوْلُ: «لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ، وَرَبُّ الْأَرْضِ، وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ»
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam biasa berdo’a pada saat kesusahan, beliau berkata, “Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah yang Maha Agung lagi Maha Pemurah, Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah Pemilik ‘Arsy yang agung, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Tuhannya lagi, Tuhannya Bumi, Tuhannya ‘Arsy yang mulia.” (HR. as-Syaikhaaniy)([1])
Kalimat pertama,
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ
Makna dari laa ilaaha illallaah adalah tidak yang disembah dengan benar melainkan Allah.
Didatangkannya kalimat bihaqq (dengan benar) tiada lain karena empat ayat di dalam al-Qur`an;
Pertama, firman Allah subhaanahuu wa ta’aalaa,
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللهَ هُوَ ٱلحَقُّ وَأَنَّهُۥ يُحيِ ٱلمَوۡتَىٰ وَأَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَيءٖ قَدِيرٌ ٦
“Yang demikian itu, karena Sesungguhnya Allah, Dialah yang haq([2]) dan Sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. al-Hajj (22): 6)
Kedua, Firman Allah subhaanahuu wa ta’aalaa,
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللهَ هُوَ ٱلحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدعُونَ مِن دُونِهِۦ هُوَ ٱلبَٰطِلُ وَأَنَّ ٱللهَ هُوَ ٱلعَلِيُّ ٱلكَبِيرُ ٦٢
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena Sesungguhnya Allah, Dialah (tuhan) yang haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. al-Hajj (22): 62)
Ketiga, firman Allah subhaanahuu wa ta’aalaa,
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللهَ هُوَ ٱلحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدعُونَ مِن دُونِهِ ٱلبَٰطِلُ وَأَنَّ ٱللهَ هُوَ ٱلعَلِيُّ ٱلكَبِيرُ ٣٠
“Demikianlah, karena Sesungguhnya Allah, Dia-lah yang hak([3]) dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah Itulah yang batil; dan Sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Luqman (31): 30)
Keempat, firman Allah subhaanahuu wa ta’aalaa,
يَومَئِذٖ يُوَفِّيهِمُ ٱللهُ دِينَهُمُ ٱلحَقَّ وَيَعلَمُونَ أَنَّ ٱللهَ هُوَ ٱلحَقُّ ٱلمُبِينُ ٢٥
“Di hari itu, Allah akan memberi mereka Balasan yag setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang benar, lagi yang menjelaskan (segala sesutatu menurut hakikat yang sebenarnya).” (QS. an-Nuur (24): 25)
Dihilangkannya khobar la an-Nafiyah lil jins adalah hal yang lumrah di dalam bahasa ‘Arab. Ibnu Malik rahimahullah berkata di dalam al-Khulashah,
وَشَاعَ فِي ذَا الْبَابِ إِسْقَاطُ الْخَبَرِ إِذِ الْمُرَادُ مَعْ سُقُوْطِهِ ظَهَرَ
Dan pengguguran khobar dalam bab tersebut telah menyebar luas
Sedang yang dimaksud telah menjadi jelas bersamaan dengan gugurnya khobar tersebut.
Maka disana terdapat sesembahan-sesembahan selain Allah yang disembah, dan kita mengatakan laa ilaaha illallaah (tidak ada sesembahan yang haq (berhak disembah) selain Allah), dikarenakan apapun selain Allah yang disembah, tiadalah ia disembah melainkan dengan kebatilan.
Dan seandainya kita jujur dalam kalimat ini, maka pastilah tidak akan ada seorangpun yang akan memalingkan sesuatupun dari peribadatan kepada selain Allah. Sesungguhnya termasuk sebuah keanehan, ada seseorang yang mengatakan kalimat ini, kemudian dia berdo’a kepada Syaikh Fulan untuk memberinya rizqiy keturunan. Atau dia takut kepada Syaikhnya dengan takut sir yang tidak layak diberikan kecuali kepada Allah. Seandainya dia diminta untuk bersumpah dengan nama syaikhnya –padahal dia berdusta- maka dia tidak akan berani melakukannya. Dan seandainya dia disuruh untuk bersumpah atas nama Allah, maka pasilah dia akan bersumpah dengan nama-Nya dengan sumpah berat seribu kali, padahal dia tengah berdusta.
Inilah dia syirik akbar, bukanlah sumpah dusta dengan menyebut asma Allah, akan tetapi takut kepada selain Allah dengan cara ini.
Di dalam kalimat ini, telah disebutkan dua nama dari nama-nama Allah, yaitu al-‘Azhiim dan al-Haliim.
Al-‘Azhiim adalah Dzat yang tidak ada sesuatupun yang mengungguli keagungannya. Dia pemilik segala keagungan dan kesombongan. Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,
وَلَهُ ٱلكِبۡرِيَآءُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلأَرۡضِۖ وَهُوَ ٱلعَزِيزُ ٱلحَكِيمُ ٣٧
“Dan bagi-Nyalah keagungan di langit dan bumi, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Jaatsiyah (45): 37)
Yaitu Dzat yang penduduk langit serta bumi mengagungkan-Nya.
Al-Haliim yaitu Dzat yang mengakhirkan hukuman disertai dengan kekuasaan untuk mensegerakannya.
Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,
وَلَوۡ يُؤَاخِذُ ٱللهُ ٱلنَّاسَ بِمَا كَسَبُواْ مَا تَرَكَ عَلَىٰ ظَهرِهَا مِن دَآبَّةٖ وَلَٰكِن يُؤَخِّرُهُمۡ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّىۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُم فَإِنَّ ٱللهَ كَانَ بِعِبَادِهِۦ بَصِيرًا ٤٥
“Dan kalau Sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun([4]) akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (QS. Faathir (35): 45)
(Bersambung…)
(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid III, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)
([1]) HR. al-Bukhari (6346, 7426, 7431), Muslim (2730)-pent
([2]) Maksudnya: Allah-lah Tuhan yang sebenarnya, yang wajib disembah, yang berkuasa dan sebagainya (Terjemah DEPAG)
([3]) Maksudnya: Allah-lah Tuhan yang sebenarnya, yang wajib disembah, yang berkuasa dan sebagainya.
([4]) Daabbah artinya ialah makhluk yang melata. tetapi yang dimaksud di sini ialah manusia. (Terjemah DEPAG)