Tiga Hak Jalan

Dari ‘Umar bin al-Khaththab I, dia berkata, Rasulullah bersabda,
[arabic-font] «إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوْسَ فِي الصُّعُدَاتِ، فَإِنْ كُنْتُمْ لاَبُدَّ فَاعِلِيْنَ فَأَعْطَوا الطَّرِيْقَ حَقَّهُ». قِيْلَ: وَمَا حَقُّهُ؟ قَالَ: «غَضُّ الْبَصَرِ، وَرَدُّ السَّلاَمِ، وَإِرْشَادُ الضَّالِّ»[/arabic-font] “Janganlah kalian duduk-duduk di jalan-jalan, jika kalian harus melakukannya, maka berikanlah hak jalan.” Lalu dikatakan, ‘Apa haknya?’ Beliau bersabda, ‘Menundukkan pandangan, menjawab salam, dan memberikan petunjuk kepada orang yang tersesat.” (HR. at-Thahawiy dalam Musykilul Aatsaar, dan al-Bazzar dalam Musnadnya.

As-Shu’udaat, jalan-jalan.
Maka haknya jalan yang diisyaratkan oleh Nabi di dalam hadits ini adalah:

Pertama, menundukkan pandangan

Menundukkan pandangan adalah wajib dengan dalil al-Qur`an dan sunnah…

Jelalatannya mata pada perkara yang diharamkan termasuk perkara yang mengakibatkan perbuatan-perbuatan keji dan yang membinasakan. Dan tidak ada seorangpun yang ragu-ragu bahwa segala perkara yang mengakibatkan zina adalah diharamkan. Berdasarkan firman Allah ,
[arabic-font] وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا ٣٢[/arabic-font] “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Israa` (17): 32)

Dan termasuk perkara yang menjelaskan bahwa melihat kepada yang haram termasuk diantara sebab-sebab zina yang terkuat adalah bahwa Allah telah berfirman,
[arabic-font] قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ ٣٠[/arabic-font] “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. an-Nuur (24): 30)

Allah menyebut ghaddul basher (menundukkan pandangan), kemudian diikuti oleh penjagaan kemaluan, dikarenakan menundukkan pandangan adalah sebab terjaganya kemaluan.

Dan makna dari al-ghadd adalah menahan diri, dan segala sesuatu yang engkau telah menahannya, maka (berarti) Engkau telah menundukkannya.

Dan telah shahih bahwa Nabi bersabda kepada ‘Aliy I,
[arabic-font] :«يَا عَلِيُّ لَا تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الْآخِرَةُ»[/arabic-font] “Wahai ‘Aliy, janganlah Engkau ikuti satu pandangan dengan pandangan (yang berikutnya), karena bagimu pandangan yang pertama, dan pandangan yang terakhir bukanlah milikmu.” (HR. Ahmad)

Dan apa yang dikatakan terhadap seorang laki-laki, maka itu juga dikatakan terhadap wanita.

Telah diriwayatkan dari Nabhan Maula Ummi Salamah I, dia berkata, dulu aku berada di sisi Nabi , dan Maimunah bersamaku kala itu. Lalu datanglah Ibnu Ummi Maktum, dan hal itu terjadi setelah kami diperintahkan untuk berhijab. Maka Nabi bersabda,
[arabic-font] «احْتَجِبَا مِنْهُ»، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَيْسَ أَعْمَى لَا يُبْصِرُنَا، وَلَا يَعْرِفُنَا؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا، أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ»[/arabic-font] “Berhijablah kalian berdua darinya.” Maka kami katakan, ‘Wahai Rasulullah, bukankah dia laki-laki buta tidak bisa melihat dan mengenal kami?’ Maka Nabi bersabda, ‘Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua bisa melihat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Turmudzi)

Nabi telah memerintah kaum wanita, jika mereka berdiri shalat di belakang kaum laki-laki untuk tidak mengangkat kepala-kepala mereka di dalam shalat hingga kaum lak-laki mengangkat (kepala-kepala mereka, bangkit) agar mereka tidak menyaksikan kaum laki-laki diatas keadaan seperti itu.

Dari Asma` binti Abi Bakar L, dia berkata, Nabi bersabda,
[arabic-font] «يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ، مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا تَرْفَعْ رَأْسَهَا حَتَّى يَرْفَعَ الرِّجَالُ رُءُوسَهُمْ». قَالَتْ : وَذَلِكَ أَنَّ أُزُرَهُمْ كَانَتْ قَصِيرَةً؛ مَخَافَةَ أَنْ تَنْكَشِفَ عَوْرَاتُهُمْ إِذَا سجدوا[/arabic-font] “Wahai sekalian kaum wanita, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia mengangkat kepalanya hingga kaum laki-laki mengangkat kepala-kepala mereka.” Maka dia berkata, ‘Dan yang demikian itu dikarenakan kain-kain bawahan mereka (sarung) pendek, (dan larangan itu dilakukan) karena khawatir aurat-aurat mereka tersingkap jika mereka sujud.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Dan perlu untuk diketahui bahwa orang yang melihat seorang wanita dengan syahwat, maka dia telah berzina, dikarenakan telah shahih dari Abu Hurairah I dari Nabi bahwa beliau bersabda,
[arabic-font] «زِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ »[/arabic-font] “Zinanya mata adalah melihat.”

Dan beliau menamainya dengan zina, dikarenakan ia adalah penyebab dan jalan yang menghantarkan kepada perzinahan.

Dan telah shahih bahwa beliau telah menghalangi kemungkaran pandangan kepada wanita ajnabiyah (asing, bukan mahram) dengan tangan beliau.

Dari ‘Abdillah bin ‘Abbas L, dia berkata,
[arabic-font] كَانَ الفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَشْعَمَ، فَجَعَلَ الفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَصْرِفُ وَجْهَ الفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الآخَرِ[/arabic-font] “Adalah al-Fadhl menjadi boncengan Rasulullah , lalu datanglah seorang wanita dari Khasy’am, maka jadilah al-Fadhl melihat kepada wanita itu dan wanita tersebut melihat kepadanya. Lalu Nabi memalingkan wajah Fadhl ke arah yang lain…” (HR. al-Bukhari)

Dan di dalam riwayat Abu Ya’la, bahwa al-‘Abbas berkata kepada Nabi ,
[arabic-font] لِمَ لَوَّيْتَ عُنُقَ ابْنِ عَمِّكَ؟ فَقَالَ : «رأيت شاباً وشابةً؛ فلمْ آمَنْ عَلَيْهِما الشَّيْطانَ»[/arabic-font] “Mengapa Engkau memutarkan leher putra pamanmu? Maka beliau bersabda, ‘Saya telah melihat seorang pemuda dan pemudi, maka aku tidak merasa aman (dari godaan) syetan terhadap mereka berdua.”

Lalu perkara-perkara apakah yang bisa membantu untuk menundukkan pandangan?

Pertama, ingat-ingatlah nikmat Allah atas Anda, jika Anda termasuk orang yang membebaskan pandangannya pada yang haram, jika Anda termasuk orang yang menjilati kehormatan kaum muslimin, maka pejamkanlah mata Anda dua jam agar Anda melihat kepada agungnya nikmat Allah terhadap Anda. Maka jika hal itu telah menjadi jelas bagi Anda, dan Anda bisa merasakan pentingnya nikmat ini, maka mengapakah Anda bermaksiat kepada Allah dengannya?

Kedua, ketahuilah bahwa Allah mengawasi Anda. Allah berfirman,
[arabic-font] يَعۡلَمُ خَآئِنَةَ ٱلۡأَعۡيُنِ وَمَا تُخۡفِي ٱلصُّدُورُ ١٩[/arabic-font] “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghaafir (40): 19)

Ibnu ‘Abbas L berkata, ‘[Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat] jika Engkau melihat kepadanya (wanita), Engkau ingin khianat ataukah tidak, [dan apa yang disembunyikan oleh hati] jika Engkau mampu atasnya, Engkau ingin berzina ataukah tidak.”

Ketiga, hendaknya engkau tahu bahwa Allah akan bertanya kepadamu tentang anggota badan ini, apakah Engkau menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah? Ataukah Engkau menggunakannya sebagai alat untuk bermaksiat kepadanya? Dan ia (anggota badan) akan bersaksi atasmu jika Engkau melakukannya.

Allah berfirman,
[arabic-font] يَوۡمَ تَشۡهَدُ عَلَيۡهِمۡ أَلۡسِنَتُهُمۡ وَأَيۡدِيهِمۡ وَأَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٢٤[/arabic-font] “Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. an-Nuur (24): 24)

Allah berfirman tentang orang-orang kafir,
[arabic-font] ٱلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٰهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيهِمۡ وَتَشۡهَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ٦٥[/arabic-font] “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaasiin (36): 65)

Dia berfirman,
[arabic-font] وَيَوۡمَ يُحۡشَرُ أَعۡدَآءُ ٱللَّهِ إِلَى ٱلنَّارِ فَهُمۡ يُوزَعُونَ ١٩ حَتَّىٰٓ إِذَا مَا جَآءُوهَا شَهِدَ عَلَيۡهِمۡ سَمۡعُهُمۡ وَأَبۡصَٰرُهُمۡ وَجُلُودُهُم بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٢٠[/arabic-font] “Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah di giring ke dalam neraka, lalu mereka dikumpulkan semuanya. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Fushshilat (41): 19-20)

Keempat, taruhlah Anda telah memenuhi kedua mata Anda dengan wanita ini, faidah apa yang bisa Anda ambil? Anda telah menyalakan api, Anda bangkitkan syahwat, Anda bangunkan yang tidur, lalu Anda tidak mendapatkan yang diinginkan!!! Apakah ini keadaan orang-orang yang berakal?!

Ada sebuah ungkapan milik al-Ashma’iy saat dia melihat kepada wanita:
[arabic-font] وكنت متى أرسلت طرفك رائداً لقلبك يوما أتعبتك المناظرُ[/arabic-font] [arabic-font] رأيتَ الذي لا كلَّه أنت قادر عليه ولا عن بعضه أنت صابرُ[/arabic-font] Dan Engkau, kapan saja Engkau lepaskan pandangan matamu sebagai penuntun bagi hatimu, maka suatu hari pandangan-pandangan itu akan melelahkanmu…
Engkau telah melihat sesuatu yang Engkau tidak menguasai keseluruhannya, tidak juga Engkau bisa bersabar terhadap sebagiannya…

Dan telah dikatakan,
[arabic-font] من أطلق بصرَه طال أسفُه[/arabic-font] Barangsiapa membebaskan (pandangan) matanya, maka akan panjang (lama) rasa bersalah (penyesalan)nya.

Dan terakhir, termasuk perkara yang membantu menundukkan pandangan adalah muraqabatullah, merasa diawasi oleh Allah. Oleh karena itulah Allah menutup ayat ghaddul bashar dengan firman-Nya:
[arabic-font] إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ ٣٠[/arabic-font] “…Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. an-Nuur (24): 30)

Penutupan ayat dengannya memberikan dua faidah:
Pertama, bahwa tidak ada yang samar bagi Allah satu perkarapun dari amal-amal kita, termasuk diantaranya adalah pemutaran pandangan kepada apa yang diharamkan atas kita.

Kedua, termasuk diantara sebab-sebab menundukkan pandangan adalah bahwa Anda mengetahui bahwa Allah Dzat yang Maha mengetahui segala keadaan kita.

Perkara kedua (dari hak jalan) adalah menjawab salam.
Yaitu, jika Anda duduk (di pinggir jalan) lalu lewatlah seseorang, kemudian dia mengucapkan salam, maka jawablah salamnya. Dan nash-nash yang ada telah menunjukkan bahwa menjawab salam kala itu adalah wajib. Jika Anda bersama-sama dengan sekumpulan orang, maka satu orang menjawabnya sudah mencukupi, jika semuanya menjawab dia, maka merekapun mendapatkan pahala semuanya.

Dan menjawabnya pun dengan ungkapan yang diridhai oleh Allah untuk kita, yaitu wa’alaikumussalam warahmatullah wa barakaatuhu.

Dan sepatutnya bagi Anda, jika ada seseorang lewat dan tidak mengucapkan salam, maka segera dahului dia untuk mengucapkan salam, jika Anda tidak melakukannya, maka berhusnuzhanlah (berbaik sangkalah) kepada dia, barangkali dia sedang sibuk (atau gelisah, banyak pikiran), atau dia tidak melihat Anda, sekalipun pandangannya mengenai Anda, dikarenakan jika hati itu sibuk, maka pandangan tidak bisa melihat sekalipun dia melihat!

Perkara ketiga, memberikan petunjuk kepada orang yang tersesat
Telah shahih pada riwayat al-Bazzar dan at-Thabraniy dari Ibnu ‘Umar L, dia berkata, Rasulullah bersabda,
[arabic-font] «إِنَّ تَبَسُّمَكَ فِيْ وَجْهِ أَخِيْكَ يُكْتَبُ لَكَ بِهِ صَدَقَةٌ، وَإِمَاطَتَكَ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ يُكْتَبُ لَكَ بِهِ صَدَقَةٌ، وَإِنَّ أَمْرَكَ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ، وَإِرْشَادَكَ الضَّالَّ يُكْتَبُ لَكَ بِهِ صَدَقَةٌ»[/arabic-font] “Sesungguhnya senyumanmu terhadap wajah saudaramu, akan ditulis dengannya sebuah shadaqah bagimu, dan penyingkiranmu terhadap gangguan dari jalan akan ditulis dengan sebuah shadaqah bagimu, dan amar ma’rufmu adalah shadaqah (bagimu), dan petunjukmu kepada orang yang tersesat akan ditulis dengannya sebuah shadaqah bagimu.”

(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid I, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *