Dari Abu Hurairah I, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
[arabic-font] «لَمْ يَكْذِبْ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام إِلَّا ثَلَاثَ كَذَبَاتٍ؛ ثِنْتَيْنِ مِنْهُنَّ فِي ذَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَوْلُهُ :إِنِّي سَقِيمٌ، وَقَوْلُهُ: بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا. وبَيْنَا هُوَ ذَاتَ يَوْمٍ وَسَارَةُ إِذْ أَتَى عَلَى جَبَّارٍ مِنْ الْجَبَابِرَةِ، فَقِيلَ لَهُ: إِنَّ هَا هُنَا رَجُلًا مَعَهُ امْرَأَةٌ مِنْ أَحْسَنِ النَّاسِ، فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ فَسَأَلَهُ عَنْهَا، فَقَالَ: مَنْ هَذِهِ؟ قَالَ : أُخْتِي. فَأَتَى سَارَةَ قَالَ: يَا سَارَةُ لَيْسَ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مُؤْمِنٌ غَيْرِي وَغَيْرَكِ، وَإِنَّ هَذَا سَأَلَنِي فَأَخْبَرْتُهُ أَنَّكِ أُخْتِي، فَلَا تُكَذِّبِينِي. فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا، فَلَمَّا دَخَلَتْ عَلَيْهِ ذَهَبَ يَتَنَاوَلُهَا بِيَدِهِ، فقالت: اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ آمَنْتُ بِكَ وَبِرَسُولِكَ، وَأَحْصَنْتُ فَرْجِي إِلَّا عَلَى زَوْجِي فَلَا تُسَلِّطْ عَلَيَّ الْكَافِرَ، فأُخذَ، فَقَالَ: ادْعِي اللَّهَ لِي وَلَا أَضُرُّكِ. فَدَعَتْ اللَّهَ فَأُطْلِقَ.[/arabic-font]
[arabic-font] ثُمَّ ذَهَبَ يَتَنَاوَلُهَا بِيَدِهِ الثَّانِيَةَ فدعت: اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ آمَنْتُ بِكَ وَبِرَسُولِكَ وَأَحْصَنْتُ فَرْجِي إِلَّا عَلَى زَوْجِي فَلَا تُسَلِّطْ عَلَيَّ الْكَافِرَ، فَأُخِذَ مِثْلَهَا أَوْ أَشَدَّ. فَقَالَ: ادْعِي اللَّهَ لِي وَلَا أَضُرُّكِ، فَدَعَتْ فَأُطْلِقَ. فَدَعَا بَعْضَ حَجَبَتِهِ فَقَالَ: إِنَّكُمْ لَمْ تَأْتُونِي بِإِنْسَانٍ، إِنَّمَا أَتَيْتُمُونِي بِشَيْطَانٍ. فَأَخْدَمَهَا هَاجَرَ، فَأَتَتْهُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي، فَأَوْمَأَ بِيَدِهِ: مَهْيَاً؟ قَالَتْ : رَدَّ اللَّهُ كَيْدَ الْكَافِرِ فِي نَحْرِهِ، وَأَخْدَمَ هَاجَرَ. قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ تِلْكَ أُمُّكُمْ يَا بَنِي مَاءِ السَّمَاءِ[/arabic-font]
“Ibrahim S tidak pernah berdusta kecuali tiga kedustaan; dua dari ketiga dusta tersebut adalah tentang (pembelaan terhadap) Dzat Allah D. Yaitu ucapan dia “Sesungguhnya aku sedang sakit.” Dan ucapan dia “Bahkan yang melakukannya adalah berhala terbesar dari mereka ini.” Dan di suatu hari, disaat dia dan Sarah datang kepada seorang penguasa lalim dari para penguasa yang lalim. Maka dikatakan kepada penguasa lalim tersebut, ‘Sesunguhnya disana ada seorang laku-laki bersama dengan seorang wanita yang termasuk wanita tercantik.’ Maka diutuslah utusan kepada Ibrahim, lalu bertanya kepadanya tentang wanita itu. Lalu dia berkata, ‘Siapa wanita ini?’ Ibrahim menjawab, ‘Saudariku.” Lalu Ibrahim mendatangi Sarah seraya berkata, ‘Wahai Sarah, tidak ada di permukaan bumi ini seorang mukmin selainku dan selainmu, dan sesungguhnya orang ini bertanya kepadaku, lalu kuberitakan kepadanya bahwa Engkau adalah saudariku, maka janganlah Engkau mendustakanku.’ Maka diutuslah utusan untuk (membawa Sarah). Maka tatkala Sarah masuk menemui penguasa tersebut, sang penguasa hendak meraih Sarah dengan tangannya. Maka Sarah berkata, ‘Ya Allah, jika aku telah beriman kepada Engkau dan Rasul-Mu, dan telah menjaga kemaluanku kecuali terhadap suamiku, maka janganlah Engkau kuasakan seorang kafir atasku.” Maka penguasa itupun tercekik. Lalu dia berkata, ‘Berdo’alah kepada Allah untukku, aku tidak akan membahayakanmu.’ Maka Sarahpun berdo’a lalu penguasa itupun bebas. Kemudian dia hendak meraih Sarah dengan tangannya untuk kedua kalinya. Maka Sarahpun berdo’a, ‘Ya Allah, jika aku telah beriman kepada Engkau dan Rasul-Mu, dan telah menjaga kemaluanku kecuali terhadap suamiku, maka janganlah Engkau kuasakan seorang kafir atasku.” Maka penguasa itupun tercekik semisal (cekikan yang pertama) atau lebih keras lagi. Lantas dia berkata, ‘Berdo’alah kepada Allah untukku, dan aku tidak akan membahayakanmu.’ Maka Sarahpun berdo’a, kemudian penguasa itupun bebas. Kemudian diapun memanggil sebagian penjaga pintunya seraya berkata, ‘Sesungguhnya kalian tidak datang kepadaku dengan membawa seorang manusia, kalian telah datang kepada bersama syetan. Kemudian penguasa itupun menjadikan Hajar sebagai pembantu Sarah. Kemudian Sarah mendatangi Ibrahim yang tengah berdiri shalat. Lantas Ibrahim memberikan isyarat dengan tangannya seraya berkata, ‘Bagaimana kabarmu?’ Sarah menjawab, ‘Allah telah menahan tipu daya orang kafir di lehernya, dan dia menjadikan Hajar sebagai pembantu (untuk kita).’ Abu Hurairah berkata, ‘Itulah dia ibu kalian wahai bangsa ‘Arab.” (HR. al-Bukhari Muslim)
Ini adalah sebuah kisah yang agung kedudukan dan urusannya…
Saya telah mengetengahkan kisah ini di dalam risalah saya yang berjudul Qashash Rawaahaa an-Nabiyy ﷺ. Dan saya akan mengetengahkannya kembali di sini dari sisi lain. Dan saya akan memusatkan pembahasan pada tiga perkara yang disebutkan di dalamnya.
Nabi ﷺ memberitakan di awal kisah ini bahwa Ibrahim S telah berdusta tiga kali, dua dari dusta tersebut adalah berkaitan dengan (pembelaan terhadap) Dzat Allah. Telah datang di dalam sebuah riwayat,
[arabic-font] «كُلُّهَا فِيْ ذَاتِ اللهِ»[/arabic-font]
“Semuanya tentang (pembelaan terhadap) Dzat Allah.” (HR. Abu Ya’la)
Dan dalam riwayat milik at-Turmudzi,
[arabic-font] «مَا مِنْهَا كَذِبَةٌ إِلَّا مَا حَلَ بِهَا عَنْ دِينِ»[/arabic-font]
“Tidak ada satu dustapun diantara dusta-dusta tersebut melainkan apa yang dengannya dia mendebat (dalam rangka membela) agama (Allah).”
Nabi ﷺ mengkhususkan dua perkara (dalam rangka membela dzat Allah) dikarenakan perkara yang ketiga, sekalipun juga dalam (rangka membela) Dzat Allah, hanya saja dia memiliki bagian untuk dirinya pada perkara yang ketiga tersebut. Akan tetapi ketiga-tiganya adalah karena (membela) dzat Allah ﷻ.
Dusta pertama, ucapan dia, ‘Inni saqiim’
Maksudnya adalah aku akan sakit. Sebagaimana firman Allah ﷻ, innaka mayyitun, yaitu Engkau akan mati. Dikarenakan manusia itu akan sakit di dunia kemudian sehat, bergembira kemudian bersedih… dan perkara-perkara ini, tidak diragukan lagi, akan berlaku atas kita -kita manusia-.
Adapun ucapan Ibrahim,
[arabic-font] فَعَلَهُۥ كَبِيرُهُمۡ هَٰذَا فَسَۡٔلُوهُمۡ إِن كَانُواْ يَنطِقُونَ ٦٣[/arabic-font]
“Sebenarnya patung yang besar Itulah yang melakukannya, Maka Tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.” (QS. al-Anbiyaa` (21): (63)
Maksudnya, jika mereka berbicara, maka yang melakukannya adalah yang terbesar diantara mereka ini. Namun mereka tidak bisa berbicara, maka bagaimana mungkin dia melakukannya.
Dan dikatakan bahwa Ibrahim ingin membuat permisalan untuk mereka. Sebagaimana yang dikatakan oleh dua Malaikat kepada Dawud S,
[arabic-font] إِنَّ هَٰذَآ أَخِي لَهُۥ تِسۡعٞ وَتِسۡعُونَ نَعۡجَةٗ وَلِيَ نَعۡجَةٞ وَٰحِدَةٞ[/arabic-font]
“Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja.” (QS. Shaad (38): 23)
Dan dia bukanlah saudaranya, dan diapun tidak memiliki seekor kambing betina. Namun kalimat itu mengalir sebagai peringatan bagi Dawud S atas apa yang telah ia kerjakan. Dan yang dimaksud adalah membuat permisalan.
Ibnu Katsir V berkata tentang hadits, [Ibrahim telah berdusta tiga kali], “Akan tetapi ini bukanlah termasuk dusta hakiki yang dicela orang yang melakukannya. Sekali-kali tidak. Namun boleh disebut dusta, ini hanyalah kata-kata sindiran di dalam pengucapan untuk tujuan syari’at agama. Sebaimana telah datang riwayat di dalam hadits,
[arabic-font] « إِنَّ فِي الْمَعَارِيضِ لَمَنْدُوحَةً عَنِ الْكَذِبِ »[/arabic-font]
“Sesungguhnya di dalam kata-kata sindiran terdapat alternative dari berdusta.”
Ma’aariidh adalah bentuk jama’ dari mi’raadh, dan maksud dari ta’riidh adalah Anda mengucapkan satu kalimat yang mengandung makna yang anda tuju dan memiliki makna yang berbeda dengan apa yang disangka oleh si pendengar, dan tidak ada masalah di dalamnya. Dan hadits,
[arabic-font] « إِنَّ فِي الْمَعَارِيضِ لَمَنْدُوحَةً عَنِ الْكَذِبِ »[/arabic-font]
Tidaklah shahih secara marfu’, akan tetapi shahih dari ‘Imran bin Hushain pada riwayat al-Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrad dengan sanad shahih.
Maksudnya adalah, bahwa di dalam kata-kata sindiran terdapat ruang yang luas (sebagai alternatif daripada berdusta).
Saya akan menyebutkan sebagian contoh yang telah disebut oleh Ibnu Qudamah V di dalam al-Mughniy tentang bab ini,
Diantaranya adalah apa yang telah diriwayatkan bahwa Muhana dan al-Marwadzi, dan sekelompok orang, mereka berada di sisi Imam Ahmad V. Lalu datanglah seorang laki-laki mencari al-Marwadzi. Sementara al-Marwadziy tidak ingin untuk berbicara dengan laki-laki itu. Maka Muhanapun meletakkan jarinya ke tapak tangannya seraya berkata, ‘al-Marwadzi tidak disini, dan apa yang bisa dilakukan oleh al-Marwadzi disini? Yang dia inginkan adalah bahwa al-Marwadzi tidak berada di tapak tangannya, dan Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad) tidak mengingkarinya.
Dan diriwayatkan bahwa Muhana berkata kepada al-Marwadzi, ‘Sesungguhnya aku ingin keluar -yaitu safar menuju negerinya- dan saya suka agar Anda memperdengarkan kepada saya Juz fulan.’ Maka diapun memperdengarkannya untuknya. Kemudian al-Marwadzi melihat Muhana setelah itu, lantas dia bertanya, ‘Bukankah Engkau telah berkata sesungguhnya Engkau ingin keluar (pergi safar)?’ Maka Muhana berkata kepadanya, ‘(Apakah) saya telah mengatakan kepada Anda bahwa saya ingin keluar sekarang?’ Maka diapun tidak mengingkarinya.
Adalah Ibrahim an-Nakho`iy, jika ada seseorang mencarinya, sementara dia tidak ingin menemuinya, maka keluarlah pembantunya lalu berkata, ‘Carilah dia di masjid.’
Dan adalah kebiasaan Nabi ﷺ bercanda, dan tidaklah beliau mengucapkan kecuali yang hak. Dan diantara canda beliau ﷺ adalah beliau dengan ucapan beliau, beliau memberikan kesan kepada pendengar dengan apa yang berbeda dengan apa yang beliau maksud, dan inilah yang disebut dengan ma’aarid dan tauriyah.
Beliau ﷺ pernah bersabda kepada seorang wanita tua, ‘Orang tua tidak akan masuk sorga.’ Maksudnya adalah bahwa Allah ﷻ akan menjadikan mereka semua gadis-gadis perawan yang sebaya.
Anas berkata, ‘Datang seorang laki-laki kepada Nabi ﷺ seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, bawalah saya.’ Maka Rasulullah ﷺ bersabda,
[arabic-font] «إِنَّا حَامِلُوكَ عَلَى وَلَدِ نَاقَةٍ» قَالَ: وَمَا أَصْنَعُ بِوَلَدِ النَّاقَةِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَهَلْ تَلِدُ الْإِبِلَ إِلَّا النُّوقُ»[/arabic-font]
‘Sesungguhnya kami akan membawa Anda diatas punggung anak onta.’ Maka diapun berkata, ‘Apa yang bisa saya lakukan dengan anak onta?’ maka Nabi ﷺ bersabda, “Bukankah tidak akan melahirkan onta kecuali onta?’ (HR. Abu Dawud)
Dan beliau bersabda kepada seorang wanita –sementara dia telah menyebut suaminya untuk beliau-,
[arabic-font] «أَهُوَ الَّذِيْ فِيْ عَيْنِهِ بَيَاضٌ»؟ فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أنَّهُ لَصَحِيْحُ الْعَيْنِ![/arabic-font]
“Apakah dia yang di matanya ada putihnya?’ Maka wanita itu berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya dia itu sehat matanya.”
Sementara Nabi ﷺ menginginkan warna putih yang disekitar retina.
Nabi ﷺ pernah berkata kepada Zahir I -dan beliau telah memeluknya dari belakang-,
[arabic-font] «مَنْ يَشْتَرِيْ هَذَا الْعَبْدَ»؟ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ تَجِدُنِيْ إِذَا كَاسِداً قَالَ : «لَكِنَّكَ عِنْدَ اللهِ لَسْتَ بِكَاسِدٍ»[/arabic-font]
‘Siapa yang mau membeli budak ini?’ Maka diapun berkata, ‘Wahai Rasulullah, Anda akan mendapati saya jika saya tidak laku-laku.’ Maka beliau bersabda, ‘Namun Engkau disisi Allah bukanlah orang yang tidak laku.”
Semua ini adalah termasuk takwil dan ma’aariidh, dan Nabi ﷺ telah menamainya dengan kebenaran, beliau bersabda,
[arabic-font] «لاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّا»[/arabic-font]
“Aku tidak akan berkata-kata kecuali benar.”
Dan telah diriwayatkan dari Syaqiiq, bahwa seorang laki-laki melamar seorang wanita, sementara dia memiliki istri yang lain. Maka mereka (keluarga si wanita) berkata, ‘Kami tidak akan menikahkan Anda, hingga Anda meceraikan istri Anda.’ Maka diapun berkata, ‘Saksikanlah, bahwa saya telah menceraikan tiga.’ Lalu merekapun menikahkan dia. Kemudian diapun bermukim di istrinya. Kemudian mereka berkata, ‘Anda telah menceraikan talak tiga.!? Maka dia menjawab, ‘Bukankah kalian telah mengetahui bahwa aku dulu memiliki tiga istri kemudian saya menceraikan mereka?’ Mereka menjawab, ‘Iya.’ Maka dia berkata, ‘Itulah yang telah saya inginkan.’
Dan saya telah menyebutkan semua itu, agar tidak disangka bahwa Khalilullah, Ibrahim telah melakukan kedustaan yang dimurkai oleh Allah, sekali-kali tidak.
Ketiga, ucapan dia tentang Sarah, Dia adalah Saudariku.
Yang dimaksud adalah saudari seiman.
Sesungguhnya termasuk diantara seagung-agungnya faidah dari kisah kekal ini adalah bahwa Allah akan memberikan pembelaan terhadap orang-orang mukmin.
Bukankah Allah ﷻ telah berfirman,
[arabic-font] إِنَّ وَلِـِّۧيَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي نَزَّلَ ٱلۡكِتَٰبَۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى ٱلصَّٰلِحِينَ ١٩٦[/arabic-font]
“Sesungguhnya pelindungku ialahlah yang telah menurunkan Al kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (QS. al-A’raaf (7): 196)
Bukankah Allah ﷻ telah berfirman,
[arabic-font] ۞إِنَّ ٱللَّهَ يُدَٰفِعُ عَنِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٖ كَفُورٍ ٣٨[/arabic-font]
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.” (QS. al-Hajj (22): 38)
Dan diantara faidahnya adalah, bahwa do’a memiliki pengaruh yang besar di dalam merealisasikan kesucian, maka Sarah P terjaga dengan do’a hingga dia tidak tersentuh oleh keburukan.
Dan termasuk perkara yang menjelaskan pentingnya penjagaan diri dengan do’a untuk merealisasikan kesucian adalah kisah berikut yang disebutkan di dalam Musnad Imam Ahmad,
Syahwat telah mengakar pada salah seorang pemuda, lalu diapun mendatangi Rasulullah ﷺ meminta dari beliau agar mengizinkannya untuk berzina seraya berkata, ‘Ya Rasulullah, izinkanlah saya untuk berzina.’ Maka kaumpun mengahadap dia dan mencelanya seraya mereka berkata, ‘Mah… mah…’ Maka Nabi ﷺ bersabda,
[arabic-font] «ادْنُهْ، فَدَنَا مِنْهُ قَرِيبًا» . قَالَ: فَجَلَسَ قَالَ: «أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ؟» قَالَ: لَا. وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ. قَالَ: «وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأُمَّهَاتِهِمْ» . قَالَ: «أَفَتُحِبُّهُ لِابْنَتِكَ؟» قَالَ: لَا. وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ: «وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِبَنَاتِهِمْ» . قَالَ: «أَفَتُحِبُّهُ لِأُخْتِكَ؟» قَالَ: لَا. وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ. قَالَ: «وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ» . قَالَ: «أَفَتُحِبُّهُ لِعَمَّتِكَ؟» قَالَ: لَا. وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ. قَالَ: «وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ» . قَالَ: «أَفَتُحِبُّهُ لِخَالَتِكَ؟» قَالَ: لَا. وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ. قَالَ: «وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ» . قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ وَقَالَ: «اللَّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ» فَلَمْ يَكُنْ بَعْدُ ذَلِكَ الْفَتَى يَلْتَفِتُ إِلَى شَيْءٍ.[/arabic-font]
“Mendekatlah.’ Maka dia mendekat kepada beliau. Perawi berkata, ‘Maka diapun mendekat, lalu beliau bersabda, ‘Apakah Engkau suka zina itu untuk ibumu?’ Maka dia menjawab, ‘Tidak, demi Allah, mudah-mudahan Allah menjadikanku sebagai tebusan Anda.’ Beliau bersabda, ‘Dan tidak juga manusia suka zina itu bagi ibu-ibu mereka.’ Beliau bersabda, ‘Apakah Engkau suka zina itu bagi putrimu?’ Dia menjawab, ‘Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, mudah-mudahan Allah menjadikanku sebagai tebusan Anda.’ Beliau bersabda, ‘Tidak juga manusia suka zina itu bagi putrid-putri mereka.’ Beliau bersabda, ‘Apakah kamu suka zina itu untuk saudarimu?’ Dia menjawab, ‘Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, mudah-mudahan Allah menjadikanku sebagai tebusan Anda.’ Beliau bersabda, ‘Tidak juga manusia suka zina itu bagi saudari-saudari mereka.’ Beliau bersabda, ‘Apakah kamu suka zina itu bagi bibi (dari pihak ayah)mu?’ dia menjawab, ‘Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, mudah-mudahan Allah menjadikanku sebagai tebusan Anda.’ Beliau bersabda, ‘Tidak juga manusia suka zina itu bagi bibi-bibi (dari pihak ayah) mereka.’ Beliau bersabda, ‘Apakah kamu suka zina itu bagi bibi (dari pihak ibu)mu?’ Dia menjawab, ‘Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, mudah-mudahan Allah menjadikanku sebagai tebusan Anda.’ Beliau bersabda, ‘Tidak juga manusia suka zina itu bagi bibi-bibi (dari pihak ibu) mereka.’ Perawi berkata, ‘Lalu beliau meletakkan tangannya kepadanya seraya berkata, ‘Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.’ Maka setelah itu, tidak dia menoleh kepada sesuatupun (dari perbuatan zina).’
Dan yang menjadi dalil adalah Nabi ﷺ telah berdo’a untuknya, lalu terealisasilah kesucian tersebut, sebagaimana Sarah terlindungi kesuciannya dengan do’a, lalu terealisasilah keinginannya.
Oleh karena itulah Nabi ﷺ bisa berdo’a dan bersabda,
[arabic-font] « اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْهُدَى ، وَالتُّقَى ، وَالعَفَافَ ، وَالْغِنَى»[/arabic-font]
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, kesucian, dan kecukupan.’ (HR. Muslim)
Tatkala Ibnu Humaid berkata kepada Nabi ﷺ, ‘Ajari saya sebuah do’a’, maka beliau bersabda,
[arabic-font] «قل : اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِي ، وَمِنْ شَرِّ بَصَرِي ، وَمِنْ شَرِّ لِسَانِي ، وَمِنْ شَرِّ قَلْبِي ، وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّي»[/arabic-font]
“Ucapkanlah, Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari keburukan pendengaranku, dari keburukan penglihatanku, dari keburukan lisanku, dari keburukan hatiku, dan dari keburukan air maniku.” (HR. Abu Dawud)
Maknanya adalah sebagaimana penulis ‘Aunul Ma’bud (IV/286) berkata, ‘Yaitu menangnya air maninya atasnya, hingga dia terjerumus di dalam perzinahan, atau muqaddimahnya; yaitu dari keburukan kemaluannya.’
Sesungguhnya termasuk diantara faidah kisah ini adalah bahwa Ibrahim S, saat istrinya dirampas darinya, dan kezhaliman telah datang di arenanya, dia sandarkan dirinya kepada Rabb-nya dengan shalat. Dan ini adalah petunjuk Nabi kita ﷺ. Disebutkan di dalam Sunan Abu Dawud bahwa Nabi ﷺ, jika ada satu perkara menyusahkan yang menimpa beliau, maka beliau bersegera shalat.
Dan tatkala Maryam P menyangka bahwa Jibril adalah dari bangsa manusia, dan menginginkan keburukan terhadapnya, dia berkata,
[arabic-font] قَالَتۡ إِنِّيٓ أَعُوذُ بِٱلرَّحۡنِٰka مِنكَ إِن كُنتَ تَقِيّٗا ١٨[/arabic-font]
“Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” (QS. Maryam (19): 18)
Betapa bagus persangkaannya kepada Rabb-nya. Oleh karena itulah dia menyebut Ar-Rahmaan diantara nama-nama Allah ﷻ, dan didalamnya terdapat kecerdasan dalam pemilihan padanya.
Dan Yusuf S, saat dirayu oleh istri pembesar dia berkata, ‘Ma’aadzallaah (Allah tempat (meminta) perlindungan).’ Dan ini adalah penjagaan dari-Nya dengan do’a. dia berkata,
[arabic-font] رَبِّ ٱلسِّجۡنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدۡعُونَنِيٓ إِلَيۡهِۖ[/arabic-font]
“Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.” (QS. Yusuf (12): 33)
Dan dikarenakan kerasnya permintaan perlindungan dia kepada Rabb-nya dan juga karena do’nya, maka Allah pun menyelamatkannya. Dan istri pembesar itupun berkata tentang hal ini,
[arabic-font] وَلَقَدۡ رَٰوَدتُّهُۥ عَن نَّفۡسِهِۦ فَٱسۡتَعۡصَمَۖ[/arabic-font]
“… dan Sesungguhnya aku telah menggoda Dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi Dia menolak…” (QS. Yusuf (12): 32)
Ibnu ‘Abbas L berkata, ‘Maka diapun menolak.’ Qatadah berkata, ‘Maka diapun melawan.’
Diantara faidahnya adalah bahwa Allah dimintai pertolongan dengan shalat pada saat gawat dan genting. Dikarenakan Ibrahim P memohon pertolongan dengannya saat istrinya dirampas darinya.
(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid I, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)