Tiga Bentuk Dikabulkannya Do’a

Dari Abu Sa’id al-Khudriy I, bahwa Nabi G bersabda,

[arabic-font]«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا». قَالُوا: إِذًا نُكْثِرُ. قَالَ: «اللَّهُ أَكْثَرُ»[/arabic-font]

“Tidak ada diantara seorang muslim yang berdo’a dengan suatu do’a yang tidak ada padanya dosa, tidak juga memutus tali rahim, melainkan dengannya Allah akan berikan kepadanya salah satu dari tiga perkara; bisa jadi do’anya disegerakan di dunia, bisa jadi Dia simpan untuknya di akhirat, dan bisa jadi Allah akan palingkan darinya keburukan yang semisalnya.’ Lalu mereka berkata, ‘Jika demikian, kita perbanyak (do’a).’ Maka beliau bersabda, ‘Maka (balasan) Allah lebih banyak.” (HR. Ahmad)

 

Hadits ini adalah dalil bahwa orang yang berdo’a, dan do’anya itu lepas dari segala penghalang, maka sesungguhnya Allah akan memberinya salah satu dari tiga hal;

 

Pemberian pertama, do’anya disegerakan di dunia, lalu dia diberi apa yang telah dia minta.

Pemberikan kedua, dia diharamkan dari apa yang telah dia minta di dunia, akan tetapi Allah simpan untuknya pahala berdo’a itu di akhirat.

Dan sungguh telah diriwayatkan di dalam sebagian atsar bahwa orang yang Allah kabulkan untuknya do’anya di dunia, jika dia melihat pahala orang yang Allah simpan baginya pahala do’anya di akhirat, dia berangan-angan andai saja dulu dia diharamkan dari dikabulkannya do’anya di dunia agar bisa memperoleh bagian dari pahala akhirat.

 

Pemberian yang ketiga, adalah dipalingkan darinya keburukan sesuai dengan kadar doa’nya.

Contohnya adalah, Zaid meminta harta, lalu dia tidak diberi harta. Akan tetapi Allah palingkan darinya suatu penyakit yang seandainya bukan karena do’anya, maka pastilah penyakit itu akan turun padanya.

Sungguh Nabi G telah bersabda,

[arabic-font]«لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ»[/arabic-font]

“Tidak akan menolak qadha` (takdir yang belum terjadi) kecuali do’a, dan tidak akan menambah usia kecuali kebaikan.” (HR. at-Turmudzi)

Beliau G bersabda,

[arabic-font]«لَا يُغْنِي حَذَرٌ مِنْ قَدَرٍ، وَالدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ، وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ، وَإِنَّ الْبَلَاءَ لَيَنْزِلُ فَيَتَلَقَّاهُ الدُّعَاءُ فَيَعْتَلِجَانِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ»[/arabic-font]

“Kehati-hatian tidak akan mencukupi taqkdir. Dan do’a itu bermanfaat bagi apa yang telah turun, dan dari apa yang belum turun. Dan sesungguhnya musibah benar-benar akan turun, lalu dihadapi oleh do’a, lalu keduanya saling berbenturan hingga hari kiamat.” (HR. al-Hakim)

Dan makna ya’talijaani adalah bergumul.

Dan do’a, bisa jadi ia kuat, lalu menolak qadha`, bisa jadi tidak demikian lalu dia meringankannya sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayiim V.

Dan Allahlah yang mentakdirkan segala perkara dengan sebab-sebabnya. Allahlah yang mentaqdirkan si Fulan sedikit musibah yang menimpanya karena banyaknya dia berdo’a, dan bahwa si Fulan tidak berdo’a lalu banyak musibah-musibahnya.

Adapun ucapan sahabat kepada Nabi G, ‘Jika demikian, kami memperbanyak’ yaitu memperbanyak do’a. dan sabda Nabi G , Allahu Aktsaru, maknanya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar V, ‘Bahwa Allah a lebih banyak pahala dan pemberian-Nya daripada yang ada di dalam jiwa-jiwa kalian, maka perbanyaklah perkara yang kalian minta, karena sesungguhnya Allah akan menemui do’a-do’a kalian dengan apa yang lebih banyak dan lebih agung darinya.’

Ibnu ‘Abdil Barr V berkata (at-Tamhiid, V/345), ‘Hadits ini termasuk tafsir musnad bagi firman Allah a [arabic-font]ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ[/arabic-font]

‘Berdo’alah kalian kepadaKu, maka Aku akan penuhi bagi kalian do’a kalian.’ Semua ini adalah bagian dari pengkabulan do’a.’

Maka Allah adalah Maha Berderma, akan tetapi Dia adalah Maha Bijaksana. Dan termasuk bagian dari hikmah (kebijaksanaan) Allah adalah kadang tidak mensegerakan pengkabulan do’a bagi pemiliknya.

Allah a berfirman,

[arabic-font]وَلَوِ ٱتَّبَعَ ٱلۡحَقُّ أَهۡوَآءَهُمۡ لَفَسَدَتِ ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ [/arabic-font]

Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,… (QS. al-Mu`minuun (23): 71)

Dan diantara hamba-hamba Allah, ada orang yang jika Allah mengkabulkan do’anya, lalu menjadikannya kaya, maka pastilah dia akan berbuat zhalim di bumi. Dan diantara mereka ada orang yang Dia uji dengan kesusahan agar Dia mendengar do’anya yang penuh dengan kerendahan hati, dikarenakan hal itu lebih baik baginya di akhiratnya. Maka Maha Suci Allah, Dzat yang Maha Bijaksana, lagi Maha Meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya.

Dan sudah selayaknya bagi seorang hamba untuk mengetahui bahwa pilihan Allah baginya lebih baik dari pilihan dirinya untuk dirinya sendiri.

Perhatikanlah dua ayat ini,

Pertama,

[arabic-font]۞وَلَوۡ يُعَجِّلُ ٱللَّهُ لِلنَّاسِ ٱلشَّرَّ ٱسۡتِعۡجَالَهُم بِٱلۡخَيۡرِ لَقُضِيَ إِلَيۡهِمۡ أَجَلُهُمۡۖ فَنَذَرُ ٱلَّذِينَ لَا يَرۡجُونَ لِقَآءَنَا فِي طُغۡيَٰنِهِمۡ يَعۡمَهُونَ ١١[/arabic-font]

Dan kalau Sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. Maka Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan Pertemuan dengan Kami, bergelimangan di dalam kesesatan mereka. (QS. Yûnus (10): 11)

Ibnu Katsir V berkata di dalam at-Tafsir (IV/251), ‘Allah a mengabarkan sifat hilm (tidak tergesa-gesa) dan kelembutan-Nya, yaitu bahwa Dia tidak mengabulkan untuk mereka do’a mereka jika mereka berdo’a jelek atas diri mereka, harta, dan anak-anak mereka pada kondisi lelah dan marah mereka. Dan bahwa Dia mengetahui tidak adanya maksud keinginan itu dari mereka. Maka oleh karena inilah Allah tidak mengabulkan bagi mereka –sementara kondisinya seperti ini- sebagai bentuk kelembutan dan rahmat (bagi mereka), sebagaimana Dia mengabulkan untuk mereka jika mereka berdo’a baik untuk diri-diri mereka, harta dan anak-anak mereka dengan keberkahan dan peningkatan. Oleh karena inilah Allah a berfirman,

[arabic-font]۞وَلَوۡ يُعَجِّلُ ٱللَّهُ لِلنَّاسِ ٱلشَّرَّ ٱسۡتِعۡجَالَهُم بِٱلۡخَيۡرِ لَقُضِيَ إِلَيۡهِمۡ أَجَلُهُمۡۖ [/arabic-font]

Dan kalau Sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka… (QS. Yûnus (10): 11) yaitu seandainya Allah mengabulkan setiap perkara yang mereka minta dalam keadaan itu, maka pastilah akan membinasakan mereka. Namun tidak selayaknya memperbanyak yang demikian. Sebagaimana telah datang dalam sebuah hadits,

[arabic-font]« لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ، وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، لَا تُوَافِقُوا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ، فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ»[/arabic-font]

“Janganlah kalian berdo’a buruk terhadap diri kalian sendiri, tidak juga atas anak-anak kalian, tidak juga atas harta-harta kalian. Janganlah kalian bertepatan dengan satu waktu dari Allah, yang satu pemberian pada waktu itu diminta kemudian dikabulkan untuk kalian.” Selesai.

Dan hadits yang disebut oleh Ibnu Katsir V diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud.

Kedua,

[arabic-font]وَأَصۡبَحَ ٱلَّذِينَ تَمَنَّوۡاْ مَكَانَهُۥ بِٱلۡأَمۡسِ يَقُولُونَ وَيۡكَأَنَّ ٱللَّهَ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦ وَيَقۡدِرُۖ لَوۡلَآ أَن مَّنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡنَا لَخَسَفَ بِنَاۖ وَيۡكَأَنَّهُۥ لَا يُفۡلِحُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٨٢[/arabic-font]

Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah). (QS. al-Qashash (28): 82)

Pembicaraan di dalamnya adalah tentang orang-orang yang takjub dengan Qorun, karena apa yang mereka lihat pada perhiasan dan kemegahannya. Mereka berkata,

[arabic-font]يَٰلَيۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَآ أُوتِيَ قَٰرُونُ[/arabic-font]

… Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun… (QS. al-Qashash (28): 79)

Maka merekapun diharamkan dari yang demikian. Maka tatkala Allah menenggelamkannya dengan bumi, tahulah mereka bahwa pilihan Allah bagi mereka lebih baik daripada pilihan diri mereka untuk diri mereka sendiri.

Nabi G menyebut dua perkara yang termasuk penghalang dikabulkannya do’a; do’a dengan dosa, dan memutus tali rahim.

Dan penghalang-penghalang do’a banyak. Diantaranya, tidak bershalawat kepada Rasulullah G sebelum berdo’a, tidak beramar ma’ruf dan nahi munkar.

Diantaranya adalah tergesa-gesa, memakan yang haram, dan lalai pada kondisi berdo’a.

Lalu bagaimanakah keberadaan do’a dengan dosa?

Yaitu dengan sesuatu yang diharamkan. Maka sesungguhnya ia tidak akan dikabulkan, dikarenakan do’a dengan dosa adalah kezhaliman. Sementara Allah a telah berfirman,

[arabic-font]إِنَّهُۥ لَا يُفۡلِحُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٢١[/arabic-font]

Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan. (QS. al-An’am (6): 21)

Dan barangsiapa dikabulkan untuknya, maka sungguh dia telah beruntung.

Adapun do’a dengan memutus tali rahim, maka ini adalah pengkhususan setelah pengumuman. Yang dimaksud adalah meninggalkan kekerabatan dengan semacam gangguan, atau menolak. Seperti Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan bapakku.

Pengkhususan ini menunjukkan akan besarnya dosa memutus tali rahim. Penyendirian penyebutannya mengandung makna bahwa ia adalah sebuah maksiat dari sebesar-sebesarnya dosa.

al-arhaam adalah al-aqaarib (kerabat). Dan qathi’ah adalah tidak menyambung. Dan ia adalah termasuk dosa-dosa besar. Berdasarkan firman Allah E,

[arabic-font]فَهَلۡ عَسَيۡتُمۡ إِن تَوَلَّيۡتُمۡ أَن تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَتُقَطِّعُوٓاْ أَرۡحَامَكُمۡ ٢٢ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فَأَصَمَّهُمۡ وَأَعۡمَىٰٓ أَبۡصَٰرَهُمۡ ٢٣[/arabic-font]

Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka Itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. (QS. Muhammad (47): 22-23)

Telah disebutkan di dalam at-Tamhiid fi al-Muwaththa` Min al-Ma’aaniy wa al-Asaaniid milik Ibnu ‘Abdil Barr (V/347), dari ‘Aisyah J, dia berkata,

[arabic-font]مَا مِنْ عَبْدٍ يَدْعُو اللَّهَ بِدَعْوَةٍ فَتَذْهَبُ حَتَّى يُعَجِّلَ لَهُ فِي الدُّنْيَا أَوْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ إِذَا هُوَ لَمْ يُعَجِّلْ أَوْ يَقْنَطْ قَالَ عُرْوَةُ فَقُلْتُ يَا أُمَتَاهُ وَكَيْفَ عَجَلَتُهُ وَقُنُوطُهُ قَالَتْ يَقُولُ قَدْ سَأَلْتُ فَلَمْ أُعْطَ وَدَعَوْتُ فَلَمْ أُجَبْ [/arabic-font]

“Tidak ada diantara seorang hamba yang berdo’a kepada Allah dengan sebuah do’a, lalu ia pergi hingga disegerakan untuknya di dunia, atau Allah menyimpannya untuknya di akhirat jika dia tidak tergesa-gesa, atau putus asa.’ Urwah berkata, ‘Duhai ibu, bagaimanakah ketergesaannya, dan keputus asaannya?’ Dia menjawab, ‘Dia berkata, ‘Sungguh aku telah meminta, dan tidak diberi, dan aku telah berdo’a, dan tidak dikabulkan.’

Dan atsar ini telah menetapkan bahwa termasuk penghalang-penghalang pengkabulan do’a adalah ketergesaan.

Sungguh Nabi G telah bersabda,

[arabic-font]«يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ، يَقُولُ: دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي»[/arabic-font]

“Akan dikabulkan bagi salah seorang diantara kalian (do’anya) selagi dia tidak tergesa-gesa, dia berkata, ‘Aku telah berdo’a, dan tidak dikabulkan untukku.” (HR. as-Syaikhoniy)

Sa’id bin al-Musayyib V berkata, ‘Tidak ada diantara seorang hamba mukmin, yang berdo’a kepada Allah dengan suatu do’a, lalu do’a itupun pergi dengan pengharapan, hingga disegerakan untuknya di dunia, atau disimpankan untuknya di akhirat.’ (at-Tamhiid, V/347)

Dan di dalam hadits tersebut terdapat bagian dari faidah bahwa Allah I, tidak ada sesuatupun yang Dia berikan yang Dia anggap besar, berdasarkan sabda Nabi i, ‘Allah lebih banyak (mengabulkan do’a)’.

Di dalam Shahih Muslim, Nabi G bersabda,

[arabic-font]«إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلَا يَقُلْ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ، وَلَكِنْ لِيَعْزِمْ الْمَسْأَلَةَ، وَلْيُعَظِّمْ الرَّغْبَةَ؛ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَتَعَاظَمُهُ شَيْءٌ أَعْطَاهُ»[/arabic-font]

“Jika salah seorang diantara kalian berdo’a, maka janganlah berkata, ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau mau.’ Akan tetapi hendaknya dia menekadkan permintaan, dan mengagungkan pengharapan. Dikarenakan Allah I, tidak ada sesuatupun yang Dia berikan yang membuat-Nya menganggapnya besar.”

Allah a telah berfirman di dalam hadits al-Qudsiy,

[arabic-font](يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلَّا كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ)[/arabic-font]

“Wahai hamba-hamba-Ku, seandainya orang pertama kalian, dan akhir kalian, manusia kalian, dan bangsa jin kalian, mereka berdiri pada satu tanah lapang yang satu, lalu mereka meminta kepada Aku, lalu Kuberikan kepada masing-masing manusia permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi apa yang ada di sisi-Ku kecuali seperti menguranginya jarum jika dia dimasukkan ke dalam lautan.” (HR. Muslim)

 

(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid II, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *