Dari Abu Hurairah I, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
[arabic-font] «مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ شَيْئًا أَفْضَلَ مِنَ الصَّلاةِ وَصَلاحِ ذَاتِ الْبَيْنِ وَخُلُقٍ حَسَنٍ»[/arabic-font]
“Tidaklah anak Adam mengamalkan sesuatu yang lebih utama daripada shalat, mendamaikan orang yang berselisih, dan akhlaq yang mulia.” (HR. al-Bukhari di dalam at-Taariikh al-Kabiir)
Perkara pertama di dalam tsulatsiyah hadits ini adalah shalat.
Hadits yang agung ini menjelaskan kepada kita bahwa shalat adalah seutama-utamanya amal-amal kita. Bahkan tidak ada bagian di dalam Islam bagi orang yang melalaikan shalat sebagaimana yang telah diceritakan dari para pendahulu (salaf) kita.
Dan hadits-hadits yang di dalamnya Nabi ﷺ menjelaskan kekufuran orang yang meninggalkan shalat tidaklah samar bagi Anda sekalian wahai ikhwah. Diantaranya adalah,
[arabic-font] «إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَالشِّرْكِ تَرْكَ الصَّلاَةِ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ»[/arabic-font]
“Sesungguhnya (pembatas) antara seseorang dengan kesyirikan adalah meninggalkan shalat, maka barang siapa meninggalkannya, sungguh dia telah kufur.”
Sebagaimana orang yang melalaikan shalat diancam (dengan hukuman berat) maka telah datang juga dorongan dan pujian bagi orang yang menjaga shalat.
Shalat, adalah satu rukun dari rukun-rukun Islam, dan dengannya, dosa-dosa kita yang dihapus oleh Allah ﷻ.
Di dalam Shahihain, disebutkan Nabi ﷺ bersabda, kepada sahabat-sahabat beliau,
[arabic-font] «أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ، هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ؟» قَالُوا: لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ، قَالَ: «فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، يَمْحُو اللهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا»[/arabic-font]
“Apa pandangan kalian seandainya ada sebuah sungai di depan pintu salah seorang dari kalian, lalu dia mandi darinya lima kali setiap hari. Maka apakah akan tersisa dari kotorannya sedikitpun?’ Mereka menjawab, ‘Tidak akan tersisa dari kotorannya sedikitpun.” Maka beliau bersabda, ‘Maka demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahan.”
Dan di dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh at-Thabraniy di dalam al-Ausath,
[arabic-font] «تَحْتَرِقُونَ، تَحْتَرِقُونَ، فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْفَجْرَ غَسَلَتْهَا، ثُمَّ تَحْتَرِقُونَ تَحْتَرِقُونَ، فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الظُّهْرَ غَسَلَتْهَا، ثُمَّ تَحْتَرِقُونَ تَحْتَرِقُونَ، فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْعَصْرَ غَسَلَتْهَا، ثُمَّ تَحْتَرِقُونَ تَحْتَرِقُونَ، فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْمَغْرِبَ غَسَلَتْهَا، ثُمَّ تَحْتَرِقُونَ تَحْتَرِقُونَ، فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْعِشَاءَ غَسَلَتْهَا، ثُمَّ تَنَامُونَ فَلَا يُكْتَبُ عَلَيْكُمْ شَيْءٌ حَتَّى تَسْتَيْقِظُونَ»[/arabic-font]
“Kalian terbakar, kalian terbakar (karena berbuat maksiat), maka jika kalian shalat fajar, maka shalat Shubuhpun membasuhnya. Kemudian kalian terbakar, kalian terbakar (karena berbuat maksiat) lalu kalian shalat zhuhur, maka shalat Zhuhurpun membasuhnya. Kemudian kalian terbakar, kalian terbakar (karena berbuat maksiat), maka jika kalian shalat ‘Ashar, maka shalat ‘Asharpun membasuhnya. Kemudian kalian terbakar, kalian terbakar (karena berbuat maksiat), maka jika kalian shalat Maghrib, maka iapun membasuhnya. Kemudian kalian terbakar, kalian terbakar (karena berbuat maksiat), maka jika kalian shalat ‘Isya`, maka shalat ‘Isya` membasuhnya. Kemudian kalian tidur, maka tidak ditulis atas kalian sesuatupun (dari dosa) hingga kalian terjaga.”
Beliau ﷺ bersabda,
[arabic-font] «إِنَّ لِلَّهِ مَلَكًا يُنَادِي عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ: يَا بَنِي آدَمَ، قُومُوا إِلَى نِيرَانِكُمْ الَّتِي أَوْقَدْتُمُوهَا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَأَطْفِئُوهَا بِالصَّلَاةِ»[/arabic-font]
“Sesungguhnya Allah memiliki satu orang malaikat yang dia menyeru setiap waktu shalat, ‘Wahai anak Adam, berdirilah kalian menuju api kalian yang telah kalian nyalakan atas diri-diri kalian, lalu matikanlah ia dengan shalat.” (HR. at-Thabraniy di dalam al-Ausath dan as-Shaghiir)
Dan orang yang menjaga shalat lima waktu dan rukun-rukun Islam, Allah akan membangkitkannya nanti bersama dengan orang-orang shiddiiq. Sementara orang-orang shiddiq lebih utama dari pada para syuhada`.
Dari ‘Amr bin Murah al-Juhaniy I, dia berkata, Datang seorang laki-laki kepada Nabi ﷺ, lalu dia berkata,
[arabic-font] يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ، وَصَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ، وَأَدَّيْتُ الزَّكَاةَ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ وَقُمْتُهُ، فَمِمَّنْ أَنَا؟ قَالَ: «مِنَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ»[/arabic-font]
“Wahai Rasulullah, apa pandangan Anda jika saya telah bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah, dan bahwa Anda adalah utusan Allah, lalu saya shalat lima waktu, membayar zakat, puasa Ramadhan dan mendirikan shalat malam padanya, maka termasuk golongan orang yang mana saya? Maka Nabi ﷺ menjawab, ‘Termasuk golongan orang-orang shiddiq, dan syuhada`.” (HR. al-Bazzar)
Maka sungguh layak memberikan perhatian besar terhadap amal-amal yang dengan menjaganya seorang manusia akan termasuk golongan orang-orang shiddiq, dan syuhada`. Dan tidak samar atas seorangpun akan apa yang disediakan oleh Allah ﷻ bagi orang-orang yang syahid di jalan-Nya.
Pada riwayat at-Thabraniy disebutkan,
[arabic-font] «خَمْسٌ مَنْ جَاءَ بِهِنَّ مَعَ إِيْمَانٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ: مَنْ حَافَظَ عَلىَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ عَلىَ وَضُوْئِهِنَّ وَرُكُوْعِهِنَّ وَسُجُوْدِهِنَّ وَمَوَاقِيْتِهِنَّ، وَصَامَ رَمَضَانَ، وَحَجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً، وَآتىَ الزَّكَاةَ طَيِّبَةً بِهَا نَفْسُهُ، وَأَدَّى الْأَمَانَةَ»[/arabic-font]
“Lima hal, barangsiapa datang dengan kelima hal itu bersama keimanan, maka dia masuk sorga; barangsiapa menjaga shalat lima waktu diatas wudhu`, ruku’, sujud dan waktu-waktunya; dan berpuasa Ramadhan; berhaji ke Baitullah jika mampu jalannya kesana; membayar zakat dengan sukarela; dan menunaikan amanah.”
Pada riwayat Malik dan Abu Dawud,
[arabic-font] «خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعِبَادِ، فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ وَلَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ، كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ»[/arabic-font]
“Shalat lima waktu, Allah telah mewajibkan kelimanya atas para hamba, maka barangsiapa datang dengan kelimanya, dan tidak menyia-nyiakan sesuatupun dari kelimanya karena meremehkan hak-haknya, maka ada janji baginya di sisi Allah untuk memasukkannya ke sorga, dan barangsiapa tidak datang dengan kelimanya, maka tidak ada janji untuknya dari sisi Allah (untuk memasukkannya ke sorga), jika Allah mau, maka Allah akan mengadzabnya, dan jika Dia mau, maka dia akan memasukkannya ke sorga.”
Saya tutup pembicaraan kita tentang perkara pertama dari tsulatsiah hari ini dengan hadits dari Abu Hurairah I, dia berkata,
[arabic-font] كَانَ رَجُلَانِ مِنْ بَلِيٍّ حَيٌّ مِنْ قُضَاعَةَ أَسْلَمَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَاسْتُشْهِدَ أَحَدُهُمَا، وَأُخِّرَ الْآخَرُ سَنَةً، قَالَ طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ: فَأُرِيتُ الْجَنَّةَ، فَرَأَيْتُ الْمُؤَخَّرَ مِنْهُمَا، أُدْخِلَ قَبْلَ الشَّهِيدِ، فَتَعَجَّبْتُ لِذَلِكَ، فَأَصْبَحْتُ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَوْ ذُكِرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَلَيْسَ قَدْ صَامَ بَعْدَهُ رَمَضَانَ، وَصَلَّى سِتَّةَ آلَافِ رَكْعَةٍ، أَوْ كَذَا وَكَذَا رَكْعَةً صَلَاةَ السَّنَةِ؟»[/arabic-font]
“Ada dua orang laki-laki dari Baliy, sebuah desa dari (wilayah) Qudha’ah, keduanya masuk Islam bersama Nabi ﷺ. Lalu salah satu dari keduanya mati syahid, dan yang lain diakhirkan (kematiannya) selama setahun (kemudian). Thalhah bin ‘Ubaidillah berkata, ‘Lalu diperlihatkan sorga kepadaku (di dalam mimpi), lalu aku melihat orang yang (kematiannya) diakhirkan (setahun) dari keduanya, dia dimasukkan ke (ke dalam sorga) sebelum yang mati syahid (dimasukkan sorga). Maka sayapun takjub terhadap hal itu, lalu di pagi harinya, saya sebutkan hal itu kepada Nabi ﷺ, atau disebutkan hal itu kepada Rasulullah ﷺ. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Bukankah dia telah berpuasa Ramadhan setelahnya? Dan shalat enam ribu rakaat (setelahnya)? Atau sekian-sekian rakaat shalat (dalam) setahun?” (HR. Ahmad)
Yaitu enam ribu seratus dua puluh rakaat dalam setahun.
Kedua, mendamaikan orang yang berselisih
Tidak diragukan lagi bahwa perselisihan akan terjadi diantara manusia, setiap kita adalah manusia, dan setiap kita memiliki kesalahan. Dan tidak ada yang ma’shum (terjaga dari kesalahan) kecuali Rasulullah . Beliau bersabda,
[arabic-font] «إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ يَئِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ»[/arabic-font]
“Sesungguhnya syaithan telah berputus asa dari dia disembah oleh orang-orang yang shalat, akan tetapi (ia tidak berputus asa) dalam menaburkan benih-benih perselisihan diantara mereka.” (HR. at-Turmudzi)
Dan mendamaikan perselisihan diantara manusia adalah perintah rabbaniy, serta arahan nabawiy.
Allah ﷻ berfirman,
[arabic-font] وَأَصۡلِحُواْ ذَاتَ بَيۡنِكُمۡۖ[/arabic-font]
“… dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu;…” (QS. al-Anfaal (8): 1)
Dia ﷻ berfirman,
[arabic-font] وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُواْ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَاۖ[/arabic-font]
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!” (QS. al-Hujuraat: 9)
Allah ﷻ berfirman:
[arabic-font] وَإِنۡ خِفۡتُمۡ شِقَاقَ بَيۡنِهِمَا فَٱبۡعَثُواْ حَكَمٗا مِّنۡ أَهۡلِهِۦ وَحَكَمٗا مِّنۡ أَهۡلِهَآ إِن يُرِيدَآ إِصۡلَٰحٗا يُوَفِّقِ ٱللَّهُ بَيۡنَهُمَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرٗا ٣٥[/arabic-font]
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakim itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. an-Nisaa` (4): 35)
Dan Nabi ﷺ telah memberikan keringanan di dalam dusta untuk tujuan mendamaikan, sebagaimana akan datang pada tsulatsiyah yang lain, dengan idzin Allah.
Dan agama kita telah mendorong untuk melakukan tindakan pendamaian diantara dua orang yang saling berselisih.
Allah ﷻ berfirman,
[arabic-font] ۞لَّا خَيۡرَ فِي كَثِيرٖ مِّن نَّجۡوَىٰهُمۡ إِلَّا مَنۡ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوۡ مَعۡرُوفٍ أَوۡ إِصۡلَٰحِۢ بَيۡنَ ٱلنَّاسِۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوۡفَ نُؤۡتِيهِ أَجۡرًا عَظِيمٗا ١١٤[/arabic-font]
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau Mengadakan perdamaian di antara manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. an-Nisaa` (4): 114)
Dan saya cukupkan disini dengan menyebut sebuah hadits yang di dalamnya penghulu kita ﷺ telah mendorong untuk melakukan perdamaian diantara manusia. Beliau ﷺ bersabda,
[arabic-font] «أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصِّيَامِ وَالصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ»؟ قَالُوا: بَلَى. قَالَ: «إصَلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ؛ فَإِنَّ فَسَادَ ذَاتِ الْبَيْنِ هِيَ الْحَالِقَةُ، لَا أَقُولُ تَحْلِقُ الشَّعَرَ، وَلَكِنْ تَحْلِقُ الدِّينَ»[/arabic-font]
“Maukah kalian kuberitahu (perkara) yang lebih utama dari derajat puasa, shalat dan shadaqah?’ Mereka berkata, ‘Ya.’ Maka beliau bersabda, ‘Mendamaikan (orang) yang memiliki perselisihan. Dikarenakan rusaknya orang yang memiliki perselisihan adalah pencukur. Aku tidak mengatakan mencukur rambut, akan tetapi mencukur agama.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Turmudzi)
Dan mendamaikan manusia adalah bukti keunggulan akal, dan cinta kebaikan bagi manusia.
Ketiga, akhlaq yang baik.
Akhlaq yang baik adalah termasuk amal-amal yang tersulit, ia adalah sebaik-baik amal di sisi Allah, dan orang yang diberi taufik (kepada akhlaq yang baik) adalah orang yang diberi taufik oleh Allah.
Sungguh saya benar-benar takjub saat saya mendapati sebuah risalah milih salah seorang ikhwah dengan judul Aisarul ‘Ibaadaat (Ibadah-ibadah Yang Termudah), saya menyangka bahwa dia akan berbicara tentang dzikir. Akan tetapi saya dikagetkan bahwa pembicaraannya adalah tentang bagusnya akhlaq. Dan jujur, wahai ikhwah, bahwa memperbagusi akhlaq bukan perkara yang ringan (mudah). Tidaklah judul itu cocok bagi risalah tersebut, akan tetapi hal itu mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah.
Dan telah dikatakan tentang definisi akhlak baik, adalah curahan kerelaan hati, menahan gangguan, dan cerianya wajah.
Dan dikatakan, akhlaq baik ada dua bagian; salah satunya (akhlaq baik) bersama Allah ﷻ, yaitu Anda mengetahui bahwa segala hal yang berasal dari Anda mewajibkan maaf, dan segala perkara yang datang kepada Anda dari Allah, mewajibkan syukur. Maka tiada hentinya Anda menjadi orang yang bersyukur kepada-Nya seraya memohon maaf kepada-Nya dan berjalan menuju kepada-Nya diantara pengawasan, dan persaksian aib jiwa dan amal-amal Anda.
Kedua, akhlaq baik bersama manusia, dan kumpulannya adalah dua perkara; mencurahkan kebaikan baik ucapan maupun perbuatan, serta menahan gangguan baik ucapan maupun perbuatan.
Dan sungguh, Nabi ﷺ telah menganjurkannya pada banyak hadits, diantaranya adalah sabda beliau ﷺ,
[arabic-font] «إنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أحْسَنَكُمْ أخْلاَقاً»[/arabic-font]
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang terbaik diantara kalian akhlaqnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Beliau ﷺ bersabda,
[arabic-font] «مَا مِنْ شَيْءٍ أثْقَلُ في مِيزَانِ العبدِ المُؤْمِنِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ حُسْنِ الخُلُقِ»[/arabic-font]
“Tidak ada diantara sesuatu yang lebih berat di dalam timbangan seorang hamba mukmin pada hari kiamat daripada bagusnya akhlaq.” (HR. at-Turmudzi)
Beliau ﷺ bersabda,
[arabic-font] «أكْمَلُ المُؤمنينَ إيمَاناً أحسَنُهُمْ خُلُقاً، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ»[/arabic-font]
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik diantara mereka akhlaqnya, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik diantara kalian terhadap istri-istri mereka.” (HR. at-Turmudzi)
Beliau ﷺ bersabda,
[arabic-font] «أنَا زَعِيمٌ ببَيتٍ في أعلَى الجَنَّةِ لِمَنْ حَسُنَ خُلُقُهُ»[/arabic-font]
“Aku menjamin dengan sebuah rumah di sorga tertinggi bagi orang yang bagus akhlaqnya.” (HR. Abu Dawud)
(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid I, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)