Termasuk perkara yang telah diketahui sebagai bagian dari agama secara dharuriy adalah bahwasannya amal syar’iy apapun tidak akan diterima kecuali dengan dua syarat; keduanya adalah ikhlash dan mutaba’ah (mengikuti sunnah).
Dan kedua syarat ini terdapat di dalam firman Allah ﷻ,
فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا ١١٠
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. al-Kahfi (18): 110)
[فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا] adalah mutaaba’ah (mengikuti sunnah), [وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا] adalah ikhlash.Maka betapa banyak diantara orang yang berpuasa, tidak ada baginya pahala bagi puasa selain daripada lapar dan dahaga. Dan betapa banyak diantara orang yang shalat malam, tidak ada baginya pahala melainkan begadang dan capek saja?!
Dikarenakan tidak ada keikhlasan di dalam amalnya. Maka Anda akan mendapatinya berpuasa dan shalat malam karena penglihatan manusia, atau karena takut dari celaan mereka. Oleh karena itulah, Anda mendapati Nabi ﷺ menegaskan keikhlasan di dalam puasa, beliau bersabda,
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan, karena iman dan mencari pahala, maka diampunilah untuknya apa yang telah berlalu dari dosa-dosanya.”([1])
Abu Hatim bin Hibban V berkata, ‘[إيماناً] yaitu beriman dengan kewajibannya, [احْتِسَابًا] yaitu berbuat ikhlash di dalamnya.
Oleh karena itulah Anda akan mendapati para salaf adalah manusia yang paling perhatian dengan kikhlasan. Dikarenakan mereka mengetahui bahwa dengan keikhlasan itulah kebebasan (dari neraka) akan ada.
Inilah dia Dawud bin Abi Hind V, dia telah berpuasa selama empat puluh tahun, tidak ada dari keluarganya, tidak juga seorangpun mengetahui puasanya. Dia adalah seorang penjual kain sutera, dimana dia selalu membawa bekalnya diri sisi keluarganya, lalau bersedekah dengannya di jalan. Kemudian di sore hari dia berbuka bersama dengan keluarganya. Maka penghuni pasar menyangka bahwa dia telah makan di rumah, dan keluarganya menyangka bahwa dia telah makan di pasar. (Shifatu as-Shafwah, III/300)
Dan inilah dia Ma’ruf al-Kurkhiy V, dia berkata saat ditanya, ‘Bagaimana Engkau berpuasa? Lalu dia membuat si penanya salah perkiraan seraya berkata, ‘Puasa Nabi kita i itu demikian dan demikian, dan puasa Dawud itu demikian dan demikian.’ Maka si penanyapun mendesaknya hingga dia berkata, ‘Aku jadikan seluruh usiaku dalam keadaan berpuasa, dan barangsiapa yang mengundangku, maka akupun makan, dan tidak akan aku katakan sesungguhnya aku dalam keadaan berpuasa.’ Selesai. (Siyar A’laam an-Nubaalaa`, IX/341)
Sufyan ats-Tsauriy V berkata, ‘Telah sampai kepadaku bahwa seorang hamba dia beramal dengan amal secara rahasia. Maka tidak henti-hentinya syaitan menggodanya hingga ia mengalahkannya, lalu dia mengerjakannya secara terang-terangan. Kemudian syaitan terus menggodanya hingga dia senang untuk dipuji lalu dia tercabut dari amal terang-terangan, kemudian tetap di dalam riya`.’ Selesai.
(Diambil dari Kitab Akhthaaunaa Fii Ramadhaan, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri)
________________________________________
Footnote:
([1]) HR. Al-Bukhari (38, 1901, 2014), Muslim (760)-pent