Tidak Halalnya Darah Kecuali Dengan Tiga Perkara

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud I, dia berkata, ‘Rasulullah bersabda,
[arabic-font] «لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ»[/arabic-font] “Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah kecuali dengan salah satu dari tiga perkara; orang yang telah menikah yang berzina; nyawa (dibalas) dengan nyawa (qishash); dan orang yang meninggalkan agamanya, yang meninggalkan jama’ah (kaum muslimin, murtad).” (HR. al-Bukhari Muslim)

Faidah pertama dari hadits ini adalah keharaman darah seorang muslim.
Ini adalah perkara yang telah pasti dengan banyak nash dari kitabullah, dan sunnah Rasulullah .
Diantaranya adalah, firman Allah ,
[arabic-font] وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۚ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ١٥١[/arabic-font] “… dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).” (QS. al-An’aam (6): 151)

Dia berfirman,
[arabic-font] وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۗ وَمَن قُتِلَ مَظۡلُومٗا فَقَدۡ جَعَلۡنَا لِوَلِيِّهِۦ سُلۡطَٰنٗا فَلَا يُسۡرِف فِّي ٱلۡقَتۡلِۖ إِنَّهُۥ كَانَ مَنصُورٗا ٣٣[/arabic-font] “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (QS. al-Israa` (17): 33)

Di dalam as-Shahihain, dari Abu Bakrah I, bahwa dia berkata, ‘Rasulullah bersabda,
[arabic-font] :«أَيُّ يَوْمٍ هَذَا»؟ فَسَكَتْنَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ سِوَى اسْمِهِ. قَالَ: «أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ»؟ قُلْنَا: بَلَى. قَالَ: «فَأَيُّ شَهْرٍ هَذَا»؟ فَسَكَتْنَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ. فَقَالَ: «أَلَيْسَ بِذِي الْحِجَّةِ»؟ قُلْنَا: بَلَى. قَالَ: «فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ، بَيْنَكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا»[/arabic-font] “Hari apa ini?’ Lalu kamipun diam, hingga kami menyangka bahwa beliau akan memberinya nama selain namanya. Beliau bersabda, ‘Bukankah ini adalah hari nahr?’ Kami menjawab, ‘Benar.’ Beliau bersabda, ‘Bulan apakah ini?’ Lalu kamipun diam hingga kami menyangka bahwa beliau akan menamainya dengan selain namanya. Lalu beliau bersabda, ‘Bukankah ini adalah adalah bulan Dzulhijjah?’ Kami berkata, ‘Benar.’ Beliau bersabda, ‘Maka sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, kehormatan-kehormatan kalian adalah haram diantara kalian seperti keharaman hari kalian ini. Di bulan kalian ini, dan di negeri kalian ini.”

Dan termasuk hadits yang menjadi dalil atas keharaman yang demikian adalah dua hadits Ibnu ‘Umar L,

Yang pertama adalah perkataannya,
[arabic-font] رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ وَيَقُولُ: «مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ! مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ! وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ؛ مَالِهِ، وَدَمِهِ، وَأَنْ نَظُنَّ بِهِ إِلَّا خَيْرًا»[/arabic-font] “Aku pernah melihat Rasulullah thawaf di Ka’bah, dan bersabda, ‘Betapa eloknya Engkau, dan betapa wanginya aromamu! Betapa agungnya Engkau, dan betapa agungnya kerhomatanmu! Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada pada tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin lebih agung di sisi Allah dari pada kehormatanmu, demikian juga harta, dan darahnya, dan hendaknya kita (tidak) berprasangka terhadap seorang mukmin melainkan kebaikan.” (HR. Ibnu Majah)

Kedua, bahwa Rasulullah bersabda,
[arabic-font] «أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ»[/arabic-font] “Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah; agar mereka mendirikan shalat; membayar zakat, jika mereka telah melakukan yang demikian, maka terjagalah mereka dariku, darah-darah, dan harta-harta mereka kecuali dengan hak Islam, dan hisab (perhitungan) mereka adalah tanggungan Allah.” (HR. al-Bukhari Muslim)

Pada riwayat Ibnu Majah dari al-Barra` bin ‘Aazib I, bahwa Rasulullah bersabda,
[arabic-font] لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ[/arabic-font] “Sungguh, benar-benar hilangnya dunia, lebih ringan atas Allah dari pada membunuh seorang mukmin tanpa hak.”

Dari ‘Ubaidillah bin ‘Adiy bin al-Khiyar I, bahwa dia berkata, ‘Disaat Rasulullah duduk di tengah-tengah manusia, tiba-tiba datang kepada beliau seorang laki-laki lalu membisiki Nabi , dan tidak diketahui apa yang dia bisikkan kepada Nabi , hingga Rasulullah mengeraskannya, ternyata dia meminta idzin kepada beliau untuk membunuh seorang laki-laki dari kalangan munafiqin. Maka Rasulullah bersabda saat beliau mengeraskan suara beliau,
[arabic-font] «أَلَيْسَ يَشْهَدُ أَنَّ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُولُ اللهِ،؟» فَقَالَ الرَّجُلُ: بَلَى. وَلاَ شَهَادَةَ لَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ: «أَلَيْسَ يُصَلِّي»؟ قَالَ: بَلَى. وَلاَ صَلاَةَ لَهُ. فَقَالَ: «أُولَئِكَ الَّذِينَ نَهَانِي اللهُ عَنْهُمْ »[/arabic-font] “Bukankah dia bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah?’ laki-laki itu menjawab, ‘Ya, dan tidak ada syahadat baginya.’ Lalu Rasulullah bersabda, ‘Bukankah dia shalat?’ Dia menjawab, ‘Ya, dan tidak ada shalat baginya.’ Lalu beliau bersabda, ‘Merekalah orang-orang yang Allah melarangku dari (memerangi) mereka.” (HR. Malik, as-Syafi’iy dan Ahmad)

Al-Hafizh berkata di dalam al-Fath (XII/196), ‘Ibnul ‘Arabiy V berkata, ‘Telah pasti pelarangan dari membunuh hewan tanpa haq, dan ancaman terhadapnya; maka bagaimanakah dengan membunuh seorang manusia; lalu bagaimanakah dengan membunuh seorang yang bertaqwa lagi shalih?’

Dan sabda Nabi ‘Tidak halal darah seseorang’ mengaramkan pembunuhan sekalipun tidak mengalirkan darah. Namun saat yang mendominasi pembunuhan adalah dengan mengalirkan darah, maka Nabi bersabda dengannya.

Sabda beliau ‘Dia bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah’ adalah sifat yang Nampak.
Hadits ini membolehkan membunuh tiga orang, dan tidak ada perselisihan bahwa yang menangani hal ini adalah waliyul amr (pemerintah).

Pertama, orang yang telah menikah yang berzina
Ats-Tsaib, -sebagaimana di dalam Mu’jam Lughatu al-Fuqaha`- adalah dari kata tsaab, yaitu orang yang telah memiliki akad pernikahan dan hubungan suami istri, lawan dari perawan (bujang), sama saja bentuk mudzakkar dan muannatsnya.

Dan hukuman rajam telah pasti ditetapkan berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasul-Nya , dan juga dengan ijma’.

Diantara dalil-dalil al-Qur`an adalah ayat yang telah dinasakh penulisannya, dan tetap hukumnya,
[arabic-font] وَالشَّيۡخُ وَالشَّيۡخَةُ إِذَا زَنَيَا فَارۡجُمُوۡهُمَا أَلبَتَّةَ نَكَالاً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيۡزٌ حَكِيۡمٌ[/arabic-font] “Orang yang sudah tua (menikah) laki-laki dan orang yang sudah tua (menikah) perempuan, jika keduanya berzina, maka rajamlah keduanya, sebagai bentuk balasan dari Allah. Dan Allah adalah Dzat yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Dan sebelumnya ayat tersebut ada pada surat Al-Ahzab (33).

Termasuk ayat-ayat yang mewajibkan rajam juga adalah,
[arabic-font] وَٱلَّٰتِي يَأۡتِينَ ٱلۡفَٰحِشَةَ مِن نِّسَآئِكُمۡ فَٱسۡتَشۡهِدُواْ عَلَيۡهِنَّ أَرۡبَعَةٗ مِّنكُمۡۖ فَإِن شَهِدُواْ فَأَمۡسِكُوهُنَّ فِي ٱلۡبُيُوتِ حَتَّىٰ يَتَوَفَّىٰهُنَّ ٱلۡمَوۡتُ أَوۡ يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلٗا ١٥[/arabic-font] “Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.” (QS. an-Nisaa` (4): 15)

Dan sungguh Nabi telah menjelaskan di dalam Shahih Muslim jalan ini, beliau bersabda,
[arabic-font] «خُذُوا عَنِّي، خُذُوا عَنِّي، قَدْ جَعَلَ اللهُ لَهُنَّ سَبِيلًا، الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ، وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ، وَالرَّجْمُ»[/arabic-font] “Ambillah oleh kalian dariku, ambillah oleh kalian dariku, sungguh Allah telah menjadikan untuk mereka jalan, bujang dengan perawan (hukumannya) adalah cambuk seratus kali, dan diasingkan setahun; duda dengan janda (hukumannya) adalah cambuk seratus kali dan rajam.”

Maka jadilah ayat tersebut dengan adanya hadits tersebut menjadi termasuk dalil-dalil al-Qur`an atas hukuman rajam.

Dan ringkasan ayat-ayat al-Qur`an yang menjadi dalil hukuman rajam ada empat.
Dan perzinahan, ditetapkan dengan pengakuan, dan dengan persaksian empat orang, dan ini belum pernah terjadi di dalam sejarah Islam.

Kedua, pembunuh.
Orang yang membunuh, maka sesungguhnya dia bergantung dengan tiga hak; hak Allah, ini akan gugur dengan taubat; hak ahli waris darah, dan ia akan pergi dengan qishash, atau maaf, atau perdamaian diatas diyat; dan hak orang yang dibunuh, dan ini akan diputuskan perkaranya oleh Allah pada hari kiamat.

Orang-orang jahiliyah dulu berkata, ‘Hukum bunuh lebih bisa menafikan pembunuhan.’ Dan yang lebih dalam dari hal itu adalah firman Allah ,
[arabic-font] وَلَكُمۡ فِي ٱلۡقِصَاصِ حَيَوٰةٞ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٧٩[/arabic-font] “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah (2): 179)

Ketiga, orang yang meninggalkan agamanya, yang memisahkan diri dari jama’ah (murtad)
Yaitu orang yang murtad.
Nabi telah bersabda di dalam Shahih al-Bukhari,
[arabic-font] «مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ»[/arabic-font] “Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah dia.”

Dan ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan, menurut mayoritas ulama. Lihat al-Mughni (X/72)

Dan barangsiapa berkata, ‘Orang murtad tidak dibunuh kecuali jika dia memerangi kaum muslimin’ maka kita bantah dengan firman Rabbul ‘aalamiin,
[arabic-font] قُلۡ هَاتُواْ بُرۡهَٰنَكُمۡ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ١١١[/arabic-font] “Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar.” (QS. al-Baqarah (2): 111)

Dan orang murtad, akan diterima taubatnya, berbeda dengan orang yang mengatakan selainnya.

Telah shahih hukum bunuh bagi selain ketiga golongan tersebut di dalam nash-nash yang lain. Seperti orang yang menggauli binatang, atau yang melakukan perbuatan kaum Luth, tukang sihir, dan perampok yang tidak bisa ditolak keburukannya kecuali dengan membunuhnya, dan orang yang ingin memecah belah persatuan kita, serta membelah tongkat ketaatan.

Dan hadits tersebut adalah dalil atas pengharaman pembunuhan terhadap orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah.

Telah diriwayatkan oleh nash-nash lain penjelasan bahwa orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin adalah terjaga darahnya. Maka orang-orang kafir itu ada empat macam; al-muhaarib, yaitu yang kita berkumpul dengannya di medan peperangan, dan tempat-tempat pertempuran, maka kafir ini di bunuh.

Al-mu’aahad, yaitu orang yang mengikat perjanjian (damai) dengan kita. Dan sunggh Nabi telah menjaga darahnya, beliau bersabda,
[arabic-font] «مَنْ قَتَلَ مُعَاهَداً لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ»[/arabic-font] “Barangsiapa membunuh kafir mu’ahad, maka dia tidak akan mencium aroma sorga.”

Adz-Dzimmiy, yaitu orang kafir yang membayar jizyah, darahnya terlindungi berdasarkan sabda Nabi ,
[arabic-font] «مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا»[/arabic-font] “Barangsiapa membunuh seorang korban pembunuhan dari ahli dzimmah, maka dia tidak akan mencium aroma wangi sorga, dan bahwa aromanya benar-benar di dapat dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Ahmad)

Dan orang yang meminta suaka, mereka juga terjaga darah mereka.

(Diambil dari kitab Tsulaatsiyaat Nabawiyah Jilid II, DR. Mihran Mahir ‘Utsman, dialih bahasakan oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *