Sholat Jum’at Pertama Di Madinah Sebelum Kedatangan Nabi
Oleh: Ust. Muslim al-Atsariy
HADITS KA’AB BIN MALIK radhiyallaahu ‘anhu
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كُنْتُ قَائِدَ أَبِي حِينَ ذَهَبَ بَصَرُهُ، فَكُنْتُ إِذَا خَرَجْتُ بِهِ إِلَى الْجُمُعَةِ فَسَمِعَ الْأَذَانَ اسْتَغْفَرَ لِأَبِي أُمَامَةَ أَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ، وَدَعَا لَهُ، فَمَكَثْتُ حِينًا أَسْمَعُ ذَلِكَ مِنْهُ، ثُمَّ قُلْتُ فِي نَفْسِي: وَاللهِ إِنَّ ذَا لَعَجْزٌ، إِنِّي أَسْمَعُهُ كُلَّمَا سَمِعَ أَذَانَ الْجُمُعَةِ يَسْتَغْفِرُ لِأَبِي أُمَامَةَ وَيُصَلِّي عَلَيْهِ، وَلَا أَسْأَلُهُ عَنْ ذَلِكَ لِمَ هُوَ؟ فَخَرَجْتُ بِهِ كَمَا كُنْتُ أَخْرُجُ بِهِ إِلَى الْجُمُعَةِ، فَلَمَّا سَمِعَ الْأَذَانَ اسْتَغْفَرَ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ، فَقُلْتُ لَهُ: يَا أَبَتَاهُ، أَرَأَيْتَكَ صَلَاتَكَ عَلَى أَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ كُلَّمَا سَمِعْتَ النِّدَاءَ بِالْجُمُعَةِ لِمَ هُوَ؟ قَالَ: ” أَيْ بُنَيَّ، كَانَ أَوَّلَ مَنْ صَلَّى بِنَا صَلَاةَ الْجُمُعَةِ (بِالْمَدِينَةِ) قَبْلَ مَقْدَمِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ، فِي نَقِيعِ الْخَضَمَاتِ، فِي هَزْمٍ مِنْ حَرَّةِ بَنِي بَيَاضَةَ، قُلْتُ: كَمْ كُنْتُمْ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: أَرْبَعِينَ رَجُلًا”
Dari ‘Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik, dia berkata: “Aku adalah penuntun bapak-ku tatkala penglihatannya telah hilang.
Jika aku keluar dengannya untuk shalat Jum’at dan dia mendengar adzan, maka dia memintakan ampun dan berdo`a untuk Abu Umamah As’ad bin Zuroroh.
Aku diam beberapa waktu yang lama mendengar itu dari-nya.
Kemudian aku berguman di dalam hatiku, “Demi Allah, sesungguhnya ini adalah kelemahan. Aku mendengar bapak-ku setiap dia mendengar adzan jum’at selalu memintakan ampun bagi Abu Umamah dan mendoakannya, namun aku tidak pernah bertanya kenapa dia melakukan hal itu”.
Lalu aku keluar dengannya sebagaimana biasa untuk shalat jum’at, ketika dia mendengar adzan dia memintakan ampun sebagaimana yang biasa dia lakukan. Maka aku pun bertanya kepadanya, “Wahai bapakku, kenapa engkau selalu mendo`akan As’ad bin Zuroroh setiap kali engkau mendengar adzan pada hari jum’at?”
Bapak-ku menjawab, “Wahai putraku, dia adalah orang yang pertama kali mengimami kami shalat jum’at (di kota Madinah) sebelum kedatangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari Makkah, di Naqi’ Al-Khodhomat di daerah dataran rendah tanah berbatu hitam Bani Bayadhoh”.
Aku bertanya lagi, “Berapakah jumlah kalian saat itu?”.
Dia menjawab, “Empat puluh orang”.([1])
FAWAID HADITS:
Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits–hadits ini, antara lain:
1- Keteladanan ‘Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik di dalam berbakti kepada orang tua, dia menjadi penuntun bapak-nya ketika sudah tua dan buta. Banyak orang sekarang yang tidak menghiraukan orang tuanya yang sudah lanjut usia.
2- Kebiasaan Ka’ab bin Malik yang berangkat menuju sholat jum’at sebelum adzan berkumandang.
3- Mengakui jasa, memintakan ampun, dan mendo`akan kebaikan orang yang mempelopori kebaikan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ka’ab bin Malik untuk Abu Umamah As’ad bin Zuroroh. Banyak orang sekarang yang tidak melakukan hal-hal di atas.
4- Orang muslim yang sudah meninggal dunia sudah tidak bisa beramal, tetapi bisa mendapatkan manfaat dari doa orang lain yang masih hidup.
5- Keutamaan Abu Umamah As’ad bin Zuroroh. Beliau adalah orang yang pertama kali menjadi imam shalat jum’at di kota Madinah sebelum kedatangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari Makkah.
6- Bertanya tentang kebiasaan seseorang yang tidak biasa dilakukan oleh orang lain.
7- Ulama ijma’ (sepakat) bahwa sholat jum’at disyaratkan dengan berjama’ah, namun ulama berbeda pendapat mengenai jumlah minimalnya. Dan tidak ada dalil shohih dan shorih (kuat dan jelas) mengenai jumlah minimalnya.
8- Hadits ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama, bahwa minimal jama’ah sholat jum’at 40 orang. Namun pengambilan dalilnya tidak tepat, sebab jumlah tersebut hanya kejadian kebetulan, bukan ketetapan dari Alloh atau Rosul-Nya.
Inilah sedikit penjelasan tentang hadits yang agung ini. Semoga Alloh ﷻ selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju ridho dan sorga-Nya yang penuh kebaikan.([2])
_________________________
Footnote:
([1]) HR. Ibnu Majah, no. 1082, dan ini lafazhnya; Abu Dawud, no. 1069. Kata “di kota Madinah” tambahan di dalam riwayat Ibnu Khuzaimah, no. 1724; Ibnu Hibban, no. 7013. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani
([2]) Sragen, Bakda Zhuhur Ahad, 1-Robi’ul Akhir-1443 H / 7-November-2021 M