Berjuang keras melawan hawa nafsu di atas ketaatan, tidak akan kuasa berada di atasnya melainkan orang yang dia mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dia akan menemukan di dalam ketaatannya –sama saja dengan berdzikir mengingat-Nya, berdiri dihadapan-Nya, berbuat ihsan, iitsaar (mengutamakan orang lain), dan berkasih sayang dengan hamba-hamba-Nya- kelezatan, dan berat baginya untuk bermaksiat.
Akan tetapi dia tidak membiarkan jiwanya untuk hawa nafsunya; dia bersegera bertaubat dan kembali kepada Allah. Dan inilah keadaan orang-orang muhsin; sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهدِيَنَّهُم سُبُلَنَا وَإِنَّ ٱللهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ (٦٩)
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-‘Ankabuut (29): 69)
Nabi ﷺ bersabda,
«الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ»
“Seorang mukmin yang kuat, lebih baik, dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah; dan pada masing-masing terdapat kebaikan. Berusahalah dengan sebenar-benarnya untuk melakukan dan mendapatkan apa yang memberikan manfaat kepadamu, dan memintalah pertolongan kepada Allah, serta jangan bermalas-malasan. Jika ada sesuatu yang menimpamu, maka janganlah Engkau mengatakan ‘seandianya aku melakukan demikian, maka akan demikian demikian’ akan tetapi katakanlah, ‘(Ini adalah) taqdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki Dia lakukan’, dikarenakan perkataaan ‘seandainya’ akan membuka amal perbuatan syetan.’([1])
(Sumber: Mi-atu washilatin liyuhibbakallaahu warasuuluhuu, Sayyid Mubarok (Abu Bilal), dialih bahasakan oleh: Abu Rofi’ Muhammad Syahri)
______________________
Footnote:
([1]) HR. Muslim (2664), Ibnu Majah (79)