Memuliakan tamu adalah termasuk bagian dari faktor-faktor penyebaran rasa cinta di antara manusia, dan lebih mengutamakannya sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Oleh karenanya Allah dan Rasul-Nya telah menganjurkannya.
Nabi ﷺ bersabda,
«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتَهُ» قَالَ: وَمَا جَائِزَتُهُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ، وَالضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ، فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ»
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia memuliakan tamunya; yaitu jaa-izah([1])nya.”
Dia berkata, ‘Dan apakah jaa-izahnya, wahai Rasulullah?’
Beliau bersabda, ‘Sehari semalam, sementara perjamuan tamu itu adalah tiga hari; maka apapun yang lebih dari itu (lebih dari tiga hari) adalah sedekah.”([2])
(Sumber: Mi-atu washilatin liyuhibbakallaahu warasuuluhuu, Sayyid Mubarok (Abu Bilal), dialih bahasakan oleh: Abu Rofi’ Muhammad Syahri)
______________________
Footnote:
([1]) Hidangan berlebih dari kebiasaan makan keseharian yang diberikan kepada tamu