Allah ﷻ berfirman,
يُرِيدُ ٱللهُ بِكُمُ ٱليسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلعُسْرَ
“… Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. al-Baqarah (2): 185)
Dari Anas radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata,
جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ ﷺ، يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ ﷺ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقَالُوا: وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ ﷺ؟ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا، فَجَاءَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: «أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي»
“Datang tiga orang ke rumah istri-istri Nabi ﷺ, mereka bertanya tentang ibadah Nabi ﷺ. Maka tatkala dikabarkan kepada mereka (akan ibadah Nabi ﷺ), seakan-akan mereka menganggapnya sedikit, lantas mereka berkata, ‘Dan di manakah kedudukan kita terhadap Nabi ﷺ? Sementara telah diampuni bagi beliau apa yang telah berlalu dan yang kemudian dari dosa beliau?
Salah satu dari mereka berkata, ‘Adapun aku, maka sesungguhnya aku akan shalat malam selamanya.’
Yang lain berkata, ‘Aku akan berpuasa sepanjang masa dan tidak akan berbuka.’
Yang lain berkata, ‘Aku akan meninggalkan kaum wanita, lalu aku tidak akan menikah untuk selamanya.’
Lalu datanglah Rasulullah ﷺ, lantas berkata, ‘Kaliankah yang telah berkata demikian dan demikian? Demi Allah, adapun aku, maka sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian; aku adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah di antara kalian; akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka; aku shalat dan aku tidur; dan aku menikahi kaum wanita. Maka barangsiapa benci terhadap sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku.”([1])
Dan disayangkan, terdapat banyak orang-orang yang berlebih-lebihan, di zaman kita sekarang ini; mereka haramkan apa yang Allah mubahkan tanpa dalil dari al-Qur`an ataupun sunnah. Kita memohon petunjuk dan keikhlasan kepada Allah untuk mereka dan kita semua.
(Sumber: Mi-atu washilatin liyuhibbakallaahu warasuuluhuu, Sayyid Mubarok (Abu Bilal), dialih bahasakan oleh: Abu Rofi’ Muhammad Syahri)
______________________
Footnote:
([1]) Muttafaqun ‘alaih, HR. al-Bukhari (4776), Muslim (1401)
Al-mutanaththi’uun adalah orang yang berlebih-lebihan lagi memberat-beratkan perkara pada bukan tempat untuk memberat-beratkannya. Dikatakan oleh an-Nawawi rahimahullah.