Allah ﷻ berfirman,
۞إِنَّ ٱللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّواْ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” (QS. an-Nisa` (4): 58)
Nabi ﷺ bersabda,
«آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ»
“Tanda orang munafiq ada tiga; jika dia berbicara dia berdusta; jika dia berjanji, dia mengingkari; dan jika dia diberi amanah (kepercayaan) dia mengkhianati.”([1])
Di dalam riwayat Muslim,
«…وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ»
“… sekalipun dia berpuasa, shalat, dan mengeklaim bahwa dia adalah seorang muslim.”([2])
Demikianlah, seorang muslim yang lurus adalah orang yang menyadari bahwa mengembalikan amanah-amanah kepada pemiliknya adalah sebuah ibadah yang diberikan pahala di atasnya. Sekalipun pemilik-pemiliknya telah menzhaliminya.
Ada suri tauladan yang baik bagi kita pada diri Rasulullah ﷺ. Dimana beliau telah meninggalkan ‘Aliy radhiyallaahu ‘anhu tidur di pembaringan beliau, lalu mengembalikan segala amanah kepada pemiliknya, sementara mereka adalah orang-orang kafir. Dan yang demikian itu terjadi sebelum hijrah beliau ﷺ.
(Sumber: Mi-atu washilatin liyuhibbakallaahu warasuuluhuu, Sayyid Mubarok (Abu Bilal), dialih bahasakan oleh: Abu Rofi’ Muhammad Syahri)
______________________
Footnote:
([1]) Muttafaqun ‘alaih, HR. al-Bukhari (5744), Muslim (59)