Sikap Mudaarah([1]) Nabi ✍
عَنْ عُرْوَة بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ : أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِىِّ رَجُلٌ فَقَالَ: (( ائْذَنُوا لَهُ، فَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ )) . أَوْ (( بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ )) . فَلَمَّا دَخَلَ أَلاَنَ لَهُ الْكَلاَمَ . فَقُلْتُ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قُلْتَ مَا قُلْتَ ، ثُمَّ أَلَنْتَ لَهُ فِى الْقَوْلِ ؟ . فَقَالَ: (( أَيْ عَائِشَةُ ، إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ تَرَكَهُ – أَوْ وَدَعَهُ – النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ)).
Dari Urwah bin Zubari bahwa Aisyah menceritakan kepadanya bahwa ada seorang laki-laki meminta izin untuk masuk menemui Nabi , maka Nabi berkata : ” izinkan ia masuk , sungguh ia seburuk-buruk teman bergaul “. Ketika laki-laki tersebut masuk, Nabi berkata dengan lembut kepadanya. Lantas aku berkata : ” Wahai Rasulullah, engkau telah berkata seperti itu ( tentangnya ), lalu engkau berkata lembut kepadanya ? “. Maka Nabi berkata : ” Wahai Aisyah, sesungguhnya orang yang paling buruk tempatnya di sisi Allah yaitu orang yang jika ia ditinggalkan manusia karena takut keburukannya “. ([2])
- Sesungguhnya beliau Nabi yang agung, begitulah muamalahnya dengan orang yang paling buruk, lantas bagaimana dengan yang lain ( yang tidak lebih buruk dari orang itu. Pent. ) !
(Diambil dari kitab, An-Nabiy Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam Baina Ahlihi, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz ‘Abdullah al-Dhabi’iy)
[1] Mudarah adalah lemah lembut terhadap orang lain baik dengan perkataan maupun perbuatan untuk kemaslahatan agama ( dakwah ) serta bersabar dalam berinteraksi dengan mereka, khususnya jika dikhawatirkan muncul keburukan yang lebih besar dari orang tersebut. Lihat : Lisanul Arab (14/254) kata “درأ”, al-Misbahul Munir – al-Fayumi (1/194), Syarah Shahih al-Bukhari (9/305), Fathul Bari ( 10/528 ), at-Tauqif ‘Ala Muhimmat at-Taarif (301).
[2] HR. al-Bukhari (6131), pada bab : almadaarah ma’a an-naas ( bersikap mudaarah dengan manusia). Hadits serupa juga ada pada no. 6032 dan no.6054.