Petunjuk Nabi Dalam Berinteraksi Dengan Istri Beserta Contoh Dari Beliau ✍
Rasulullah menyuruh untuk bersabar terhadap wanita meskipun mereka bersalah. Beliau bersabda: ” Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika si pria tidak menyukai suatu akhlak pada si wanita, maka hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhoi ”. ([1]).
- Inilah metode yang benar yang mengajak untuk melihat kelebian dan tidak mempedulikan kekurangan, karena mencari-cari kekurangan akan menyebabkan kebencian. Allah ta’ala berfirman :
ﭽ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﭼ
” Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS. an-Nisa : 19).
- Nabi mengabarkan juga bahwa orang yang memperlakukan istrinya dengan tidak baik maka ia tidak termasuk orang mukmin yang baik sebagaimana disebutkan dalam hadits.
❖ Inilah beberapa contoh muamalah Nabi dengan istri-sitrinya :
عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : (( خَيْرُكُمْ خَيْرَكُمْ لأَهْلِهِ ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي ، وَإِذَا مَاتَ صَاحِبُكُمْ فَدَعُوهُ )).
Dari Aisyah ia berkata : ” Rasulullah bersabda : ” Orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya, dan aku yang terbaik dari kalian kepada istriku. Jika sahabat kalian meninggal maka biarkanlah ( jangan sebut keburukannya )”. ([2])
عَنْ عَائِشَةَ z، قَالَتْ : (( كَانَ يَأْمُرُنِى فَأَتَّزِرُ ، فَيُبَاشِرُنِى وَأَنَا حَائِضٌ )).
Dari Aisyah radhiyallaahu ‘anha ia berkata : ” Rasulullah menyuruhku untuk mamakai pembalut, kemudian beliau menggauliku dan aku sedang haid “. ([3])
و عنها أَنَّ النَّبِىَّ : (( كَانَ يَتَّكِئُ فِى حَجْرِيْ وَأَنَا حَائِضٌ ، ثُمَّ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ )).
Dari Aisyah: ” Nabi pernah bersandar di pangkuanku ketika aku sedang haid, kemudian ia beliau membaca al-Qur’an “. ([4]).
عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ مَيْمُونَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ قَالَتْ : (( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ يَضْطَجِعُ مَعِي وَأَنَا حَائِضٌ وَبَيْنِي وَبَيْنَهُ ثَوْبٌ )).
Dari Kuraib budak Ibnu Abbas, ia berkata : ” Aku pernah mendengar Maimunah istri Nabi berkata : ” Rasulullah pernah tidur bersamaku ketika aku sedang haid, antara aku dan beliau ada kain ( pembatas )”. ([5]).
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: ((كُنْتُ أَشْرَبُ وَأَنَا حَائِضٌ، ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ، فَيَشْرَبُ، وَأَتَعَرَّقُ الْعَرْقَ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ )).
☼ Dari Aisyah ia berkata : ” Aku pernah minum saat sedang haid, kemudian aku mengambilkan minum untuk Nabi, kemudian beliau meletakkan mulutnya di posisi mulutku ( pada minuman ), lalu meminumnya. Dan aku makan ‘Arq ( daging yang masih menempel pada tulangnya ) saat aku haid, kemudian aku berikan kepada Nabi, maka beliau meletakkan mulutnya diposisi mulutku “. ([6])
- Dalam hadits yang lalu disebutkan Nabi tidur bersama istrinya ketika haid, ketika makan…karena sakit yang dirasakan istrinya, baik fisik maupun psikis, maka ( perlakuan Nabi tersebut ) memperbaiki kekhawatirannya, berbeda dengan yang dilakukan oleh Yahudi.
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: (( إِنْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ لَيُقَبِّلُ بَعْضَ أَزْوَاجِهِ وَهُوَ صَائِمٌ )). ثُمَّ ضَحِكَتْ.
Dari Aisyah ia berkata : ” Sungguh Rasulullah pernah mencium sebagian istri-istrinya ketika beliau sedang puasa “. kemudian Aisyah tertawa. ([7])
عَنِ الأَسْوَدِ، قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِىُّ يَصْنَعُ فِى بَيْتِهِ ؟ قَالَتْ: (( كَانَ يَكُونُ فِى مِهْنَةِ أَهْلِهِ – تَعْنِى خِدْمَةَ أَهْلِهِ – فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ )).
Dari al-Aswad ia berkata : ” Aku bertanya kepada Aisyah tentang apa yang dilakukan Nabi di rumahnya”. Aisyah berkata : ” Ia melakukan pekerjaan istrinya, jika shalat telah tiba beliau keluar untuk shalat ( berjamaah )”. ([8])
- Hal yang mengherankan yang kita dengar dari sebagian suami yaitu mereka banyak berbincang-bincang dan begadang di luar rumah atau bersama tamunya. Dan anda tidak mendapatinya bersama istrinya dimana tidak terdengar darinya selain suka menyuruh : buatkan ini, jangan buat itu, bahkan mungikin ia merasa sombong untuk sekedar duduk dengan istrinya, bercengkrama dan ngobrol bersamanya.
- Kita katakan kepada suami seperti itu : Sesungguhnya Nabi, meskipun begitu banyak beban dan kesibukannya, sekali-kali beliau duduk ngobrol bersama istrinya Aisyah, beliau mendengarkan Aisyah tentang 10 ( sepuluh ) wanita jahiliyah. Aisyah menceritakan satu persatu wanita tersebut beserta suaminya, dan Nabi mendengarkan ceritanya dengan penuh perhatian dan senang hati. Padahal cerita tersebut panjang yang dikenal dengan cerita Umm Zar’I, akan tetapi beban umat dan kewajiban risalah tidak menghalangi Nabi dari memenuhi hak istrinya dalam keakraban dan bercengkrama.
Imam Nawawi berkata : ” Para ulama berkata : Dalam hadits Ummu Zar’I ini terdapat beberapa faedah, diantaranya ; disunnahkan berinteraksi yang baik dengan istri “.
- Mungkin sebagian suami bercengkrama dengan istrinya sewaktu-waktu saja, ia tidak sanggup berbincang denganya jika pulang dari pekerjaan dalam keadaan capek atau datang sudah larut malam. Akan tetapi Nabi tidak demikian, keakraban Nabi dan kelembutannya kepada istri-istrinya tidak mengenal waktu. Aisyah berkata : ” Rasulullah pernah shalat malam dengan duduk, jika bacaannya tinggal 30 (tiga puluh) atau 40 ( empat puluh ) ayat maka beliau berdiri dan membacanya dengan berdiri, kemudian ruku, kemudian sujud, beliau melakukannya demikian pada rakaat kedua. Jika telah selesai shalat beliau melihat, jika aku masih terjaga beliau berbicara denganku, jika aku telah tidur maka beliau pun tidur”.
- Jika masalah ini diberitahukan kepada orang-orang bahwa si fulan berbincang dengan istrinya pada waktu akhir malam, maka mereka akan menjawab bahwa waktu tersebut pasti waktu sahur, waktu shalat malam, shalat tahajud, dan waktu berdoa. Perkataannya benar, akan tetapi ngobrol dengan istri juga termasuk ibadah yang agung.
(Diambil dari kitab, An-Nabiy Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam Baina Ahlihi, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz ‘Abdullah al-Dhabi’iy)
[1] HR. Muslim (1469)
[2] HR. Tirmidzi (3895). Dishahihkan oleh al-Albani.
[3] HR. al-Bukhari (300)
[4] Muttafaqun alaihi. ( al-Bukhari ( 297 ) dan Muslim ( 301 )). Ini lafazh hadits al-Bukhari.
[5] HR. Muslim (295)
[6] HR. Muslim (300)
[7] HR. al-Bukhari (1928)
[8] HR. al-Bukhari (676)