Penghapus-Penghapus Dosa Dari al-Quran al-Karim (15) Allah Ampuni Dosa Selain Syirik

 

Allah akan mengampuni siapapun yang Dia kehendaki selagi bukan dosa syirik.

 

  1. Allah berfirman,

 

إِنَّ ٱللهَ لَا يَغفِرُ أَن يُشرَكَ بِهِۦ وَيَغفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ وَمَن يُشرِك بِاللهِ فَقَدِ ٱفتَرَىٰٓ إِثمًا عَظِيمًا ٤٨

 

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. an-Nisa` (4): 48)

 

“Allah ﷻ memberitakan bahwa dia tidak akan memberikan ampun kepada orang yang mensekutukan-Nya dengan sesuatupun dari kalangan para makhluk. Dan Dia akan memberikan ampunan kepada selain syirik, dari berbagai dosa; baik yang kecil maupun yang besarnya. Dan yang demikian itu berada pada sisi kehendak-Nya untuk mengampuninya, jika hikmah-Nya memerlukan ampunan-Nya.

 

Maka segala dosa selain syirik, Allah telah menjadikan baginya banyak sekali sebab bagi pengampunannya. Seperti kebaikan-kebaikan yang menghapus dosa, dan musibah-musibah penghapus dosa yang terjadi di dunia, alam barzakh, dan hari kiamat. Seperti halnya do’anya kaum mukminin sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Juga dengan syafaatnya orang-orang yang berhak mendapatkan syafaat. Dan di atas semua itu, adalah rahmat-Nya yang orang-orang beriman dan bertauhid lebih berhak untuk mendapatkannya.

 

Ini berbeda dengan kesyirikan, dikarenakan orang musyrik, sungguh telah menutup pintu-pintu ampunan bagi dirinya sendiri. Pintu rahmatpun telah tertutup di hadapan mereka. Maka segala ketaatan tanpa tauhid tidak akan memberikan manfaat kepadanya, segala musibahpun tidak memberikan faidah sedikitpun padanya. Dan tidak ada untuk mereka pada hari kiamat

 

مِن شَٰفِعِينَ ١٠٠ وَلَا صَدِيقٍ حَمِيمٖ ١٠١

 

“… pemberi syafa’at seorangpun, dan tidak pula mempunyai teman yang akrab.” (QS. as-Syu’araa` (26): 100-101)

 

Oleh karenanya, Allah ﷻ berfirman [Dan barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar] yaitu dia telah mengadakan sebuah kejahatan besar. Kezhaliman manakah yang lebih zhalim daripada orang yang mensejajarkan makhluk –yang terbuat dari tanah yang memiliki kekurangan dari segala sisi, yang faqir dengan dzatnya sendiri dari segala sisi, yang bahkan tidak memiliki kekuasaan pada dirinya sendiri- lebih-lebih dari orang yang mengibadahinya –baik dengan memberikan manfaat, tidak juga madharat, tidak kematian, tidak kehidupan, tidak juga kebangkitan- dengan al-Khaliq (Yang telah menciptakan) segala sesuatu, yang Maha Sempurna dari segala sisi, yang Maha Kaya dengan Dzat-Nya dari segala makhluk-Nya; yang pada tangan-Nya terdapat segala kemanfaatan, kemadharatan, pemberian dan penahanan pemberian; yang tidak ada satu nikmatpun pada para makhluk melainkan nikmat itu dari-Nya . Maka adakah sesuatu yang lebih besar dari kezhaliman ini?

 

Oleh karena itulah, Dia tetapkan bagi pelakunya untuk kekal dengan mendapatkan adzab, dan pengharaman pahala.

 

إِنَّهُۥ مَن يُشرِك بِاللهِ فَقَد حَرَّمَ ٱللهُ عَلَيهِ ٱلجَنَّةَ وَمَأوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ

 

…sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka…” (QS. al-Maidah (5): 72)

 

Dan ayat yang mulia ini adalah pada haknya selain orang yang bertaubat; adapun yang bertaubat, maka sesungguhnya akan diampuni untuknya dosa syiriknya dan dosa dibawahnya. Sebagaimana firman Allah .

 

۞قُل يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِم لَا تَقنَطُواْ مِن رَّحمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللهَ يَغفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ

 

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya…” (QS. az-Zumar (39): 53)([1])

 

  1. Allah ﷻ berfirman,

 

إِنَّ ٱللهَ لَا يَغفِرُ أَن يُشرَكَ بِهِۦ وَيَغفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ وَمَن يُشرِك بِاللهِ فَقَد ضَلَّ ضَلَٰلًَا بَعِيدًا ١١٦

 

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS. an-Nisaa` (4): 116)

 

“Syirik adalah dosa yang Allah ﷻ tidak akan mengampuninya, dikarenakan kandungan pencelaannya pada Rabbul ‘aalamiin, ke Maha Esa-an-Nya, serta pensejajaran makhluk yang tidak memiliki madharat dan kemanfaatan untuk dirinya sendiri dengan Dzat yang Dia adalah Pemilik segala kemanfaatan dan kemadharatan. Yang tidak ada satu nikmatpun melainkan dari-Nya, tidak ada yang bisa menolak bencana kecuali Dia, yang Dia memiliki kesempurnaan yang mutlak dari segala sisi, dan memiliki kekayaan yang sempurna dengan seluruh sisi pengungkapan.

 

Maka termasuk di antara seagung-agungnya kezhaliman, dan sejauh-jauhnya kesesatan adalah tidak mengikhlashkan peribadatan bagi Dzat yang ini adalah urusan dan keagungan-Nya, lalu memalingkan sesuatu dari peribadatan tersebut kepada makhluk yang tidak memiliki sifat-sifat kesempurnaan sedikitpun. Tidak juga memiliki sifat-sifat kekayaan sedikitpun, bahkan dia tidak memiliki apapun melainkan ketidak adaan; ketidak adaan eksistensi, kesempurnaan, dan kekayaan, dan ia adalah faqir dari segala sisi.

 

 Adapun dosa-dosa dan kemaksiatan-kemaksiatan selain syirik, maka ia berada di bawah masyi-ah (kehendak Allah), jika Allah mau, maka Allah akan mengampuninya dengan rahmat dan hikmah-Nya. Dan jika Dia mau, maka Dia akan mengadzabnya dengan keadilan dan hikmah-Nya.

 

Dan ayat yang mulia ini telah dijadikan dalil bahwa ijma’ ummat ini adalah hujjah, dan bahwa ummat ini (secara keseluruhan) terjaga dari kesalahan.([2])

 

(Diambil dari kitab Mukaffiraatu adz-Dzunuubi wal Khathaayaa Wa Asbaabul Maghfirati Minal Kitaabi Was Sunnah oleh DR. Sa’id bin ‘Aliy bin Wahf al-Qahthaniy, alih bahasa oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)

_____________________________________

Footnote:

([1]) Lihat Taisiiru al-Kariim ar-Rahmaan, hal. 196.

([2]) Taisiiru al-Kariim ar-Rahmaan, hal. 220

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *