Dengannya kesalahan-kesalahan dihapus, dan dengannya dosa-dosa diampuni.
60-1. Orang yang mendirikan adab-adab shalat jum’at, akan diampuni untuknya dosa selama sepuluh hari.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
«مَنِ اغْتَسَلَ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ، فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ، ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرَغَ مِنْ خُطْبَتِهِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ، غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى، وَفَضْلِ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ»
“Barangsiapa mandi, kemudian dia mendatangi shalat jum’at, lalu dia shalat dengan shalat yang telah ditakdirkan baginya, kemudian dia diam hingga imam selesai dari khutbahnya, kemudian dia shalat bersamanya, maka diampunilah baginya dosa yang ada antara dia dengan jum’at yang lain, dan ditambah tiga hari.”
Dan di dalam satu riwayat yang lain,
«مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ، فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَةِ، وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ، وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا»
“Barangsiapa berwudhu`, lalu dia memperbagusi wudhu`nya, kemudian dia mendatangi shalat jum’at, lalu mendengarkan, dan diam mendengar([1]), maka diampunilah untuknya dosa yang ada diantara jum’at dan ditambah tiga hari; dan barang siapa menyentuh kerikil, maka sungguh dia telah berbuat sia-sia([2]).”([3])
61-2. Dari Salmaan al-Faarisiy radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda,
«لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ، ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى»
“Tidaklah seseorang mandi jum’at, lalu dia bersuci apa yang dia mampu dari bersuci([4]), kemudian dia meminyaki rambutnya dengan minyak rambut, atau mengoleskan mewanginan rumahnya, kemudian dia keluar, lantas tidak memisahkan tempat diantara dua orang, kemudian dia shalat yang telah ditetapkan baginya, kemudian dia diam jika imam berbicara, melainkan diampuni baginya dosa yang ada diantaranya dan jum’at yang lain.”([5])
62-3. Dari Abu Dzar radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
«مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَحْسَنَ غُسْلَهُ، وَتَطَهَّرَ فَأَحْسَنَ طُهُورَهُ، وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ، وَمَسَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ مِنْ طِيبِ أَهْلِهِ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ وَلَمْ يَلْغُ، وَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَ اثْنَيْنِ، غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى»
“Barangsiapa mandi hari jum’at, lalu dia perbagusi mandinya, kemudian dia bersuci, dan dia perbagusi bersucinya, kemudian dia mengenakan pakaiannya yang terbagus, kemudian dia mengoleskan apa yang ditetapkan oleh Allah baginya dari bagian minyak wangi keluarganya, kemudian dia mendatangi shalat jum’at, dan tidak melakukan kesia-siaan, tidak memisahkan tempat diantara dua orang, maka diampunilah baginya dosa yang ada diantaranya dengan jum’at yang lain.”([6])
63-4. Dari Abu Sa’id al-Khudriy dan Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhuma, keduanya berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda,
«مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ، وَمَسَّ مِنْ طِيبٍ إِنْ كَانَ عِنْدَهُ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَلَمْ يَتَخَطَّ أَعْنَاقَ النَّاسِ، ثُمَّ صَلَّى مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ، ثُمَّ أَنْصَتَ إِذَا خَرَجَ إِمَامُهُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ صَلاَتِهِ، كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ جُمُعَتِهِ الَّتِى قَبْلَهَا». قَالَ: وَيَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: «وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ». وَيَقُولُ: «إِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا»
“Barangsiapa mandi hari jum’at, mengenakan baju dari bajunya yang terbaik, mengoleskan wewangian dari wewangian yang ada padanya, kemudian dia mendatangi shalat jum’at lagi tidak melangkahi pundak-pundak manusia, kemudian dia shalat dengan shalat yang telah ditetapkan oleh Allah baginya, kemudian dia diam jika imamnya keluar hingga selesai dari shalatnya, maka shalat jum’at tersebut menjadi kaffarah (penghapus) bagi dosa yang ada diantaranya dan antara jum’at yang sebelumnya.’ Dia berkat,a ‘Abu Hurairah berkata, ‘Dan ditambah tiga hari.” Dan dia berkata, ‘Sesungguhnya kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya.”([7])
64-5. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda,
«مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَمَسَّ مِنْ طِيبِ امْرَأَتِهِ – إِنْ كَانَ لَهَا – وَلَبِسَ مِنْ صَالِحِ ثِيَابِهِ، ثُمَّ لَمْ يَتَخَطَّ رِقَابَ النَّاسِ، وَلَمْ يَلْغُ عِنْدَ الْمَوْعِظَةِ، كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهُمَا، وَمَنْ لَغَا وَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ كَانَتْ لَهُ ظُهْرًا»
“Barangsiapa mandi pada hari jum’at, kemudian mengoleskan mewangian dari mewangian istrinya –jika dia punya- lalu mengenakan bajunya yang layak, kemudian dia tidak melangkahi leher-leher manusia, tidak berbuat sia-sia saat (mendengar) mau’izhah (imam dalam khutbah), maka adalah shalat jum’at tersebut menjadi penghapus dosa yang ada diantara keduanya; dan barangsiapa berbuat kesia-siaan, dan melangkahi pundak-pundak manusia, maka jadilah zhuhur untuknya.”([8])
65-6. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
«يَحْضُرُ الْجُمُعَةَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ: رَجُلٌ حَضَرَهَا يَلْغُو وَهُوَ حَظُّهُ مِنْهَا، وَرَجُلٌ حَضَرَهَا يَدْعُو فَهُوَ رَجُلٌ دَعَا اللهَ ﷻ إِنْ شَاءَ أَعْطَاهُ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُ، وَرَجُلٌ حَضَرَهَا بِإِنْصَاتٍ وَسُكُوتٍ وَلَمْ يَتَخَطَّ رَقَبَةَ مُسْلِمٍ، وَلَمْ يُؤْذِ أَحَدًا، فَهِىَ كَفَّارَةٌ إِلَى الْجُمُعَةِ الَّتِى تَلِيهَا، وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ، وَذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ تعالى ﷻ قال: ]مَن جَاءَ بِالـْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَن جَاءَ بِالسَّيّئَةِ فَلاَ يُجْزَى إِلاَّ مِثْلَهَا وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ[»
“Tiga orang yang akan menghadiri shalat jum’at; laki-laki yang menghadirinya dengan berbuat kesia-siaan, maka kesia-siaan itulah bagiannya dari jum’at tersebut; laki-laki yang menghadirinya dengan berdo’a, maka ia adalah seorang laki-laki yang berdo’a kepada Allah radhiyallaahu ‘anhu, jika Allah mau, maka Dia akan memberinya, dan jika Allah mau, maka Allah akan menghalanginya; dan seorang laki-laki yang menghadirinya dengan mendengar dan diam, serta tidak melangkahi leher seorang muslim, dan tidak mengganggu seorangpun maka ia (jum’at) adalah penghapus dosa kepada jum’at yang setelahnya, dan ditambah tiga hari. Yang demikian itu dikarenakan Allah ﷻ berfirman, “Barangsiapa datang dengan kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisalnya, dan barangsiapa datang dengan keburukan, maka dia tidak dibalas kecuali yang semisalnya, dan mereka tidak akan dizhalimi.”([9])
66-7. Orang yang beradab dengan adab-adab shalat jum’at akan ditulis baginya dengan setiap langkahnya, amal setahun; pahala puasa dan qiyamnya.
Aus bin Aus ats-Tsaqafiy ﷻ berkata, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
«مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ، ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ، وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ، وَدَنَا مِنَ الإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ: أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا»
“Barangsiapa membuat wajib mandi pada hari jum’at, lantas dia mandi, kemudian dia berangkat pagi dan mendapati awal khutbah, berjalan dan tidak menaiki kendaraan, mendekat kepada imam lantas mendengarkan dan tidak berbuat kesia-siaan; maka ada baginya dengan setiap langkahnya pahala amal setahun; pahala puasa dan qiyamnya.”
Dan pada riwayat Abu Dawud,
«مَنْ غَسَّلَ رَأْسَهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَل»
“Barangsiapa memandikan kepalanya pada hari jum’at dan dia mandi.”
Di dalam Sunan at-Tirmidzi, Mahmud [dia adalah Ghailan, guru at-Tirmidzi] berkata, ‘Waki’ berkata, ‘Dia mandi, dan membuat istrinya mandi.’ Dia berkata, ‘Dan telah diriwayatkan dari ‘Abdullah bin al-Mubaarok, bahwa dia berkata di dalam hadits ini [مَنْ غَسَّلَ وَاغْتَسَلَ]([10]) yaitu memandikan kepalanya, lalu mandi.
Dan di dalam lafazh an-Nasa-iy,
«مَنْ غَسَّلَ وَاغْتَسَلَ، وَغَدَا وَابْتَكَرَ …»
“Barangsiapa mewajibkan mandi, lantas mandi, kemudian berangkat pagi dan mendapati awal khutbah…”([11])
67-8. Shalat jum’at kepada jum’at berikutnya adalah penghapus dosa diantara keduanya.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
«الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُمَا، إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ»
“Shalat lima waktu, jum’at ke jum’at, Ramadhan ke Ramadhan, adalah penghapus-penghapus dosa diantara keduanya, selagi dosa-dosa besar dijauhi.”
Imam Ibnul Qayyim rohimahullah berkata, ‘Maka anjuran beliau untuk shalat dengan shalat yang telah ditetapkan baginya. Dan tidak menghalanginya dari shalat kecuali pada waktu keluarnya imam. Oleh karena itulah, bukan hanya satu dari kalangan salaf yang berkata; diantara mereka adalah ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu, dan diikuti oleh Imam Ahmad bin Hanbal, ‘Keluarnya imam menghalangi shalat, khtubahnya imam menghalangi berbicara, dan mereka menjadikan penghalang dari shalat adalah keluarnya imam di pertengahan siang.”([12])
Beliau menyebut, ‘Bahwa shalat tidak dimakruhkan sebelum zawal hari jum’at hingga keluarnya imam, sebagaimana ia adalah madzhab as-Syafi’iy, dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.([13]) Adapun jika makmum terlambat, hingga imam naik ke atas mimbar, maka dia shalat tahiiyyatal masjid dengan dua rakaat ringan.”
68-9. Berdasarkan hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhu dia berkata, ‘Disaat Nabi ﷺ berkhutbah, pada hari jum’at, tiba-tiba datang seorang laki-laki, lantas Nabi ﷺ bersabda kepadanya,
«أَصَلَّيْتَ يَا فُلاَنُ؟» قال: لا، قال: «قُمْ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ»، وفي لفظ: «إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا»
“Apakah Engkau sudah shalat wahai Fulan?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bersabda, ‘Berdirilah, shalatlah dua rakaat.” Dan di dalam satu lafazh, ‘Jika salah seorang diantara kalian datang pada hari jum’at, sementara imam sedang berkhutbah, maka ruku’ (shalat)lah dua rakaat, dan peringkas keduanya.”([14])
(Diambil dari kitab Mukaffiraatu adz-Dzunuubi wal Khathaayaa Wa Asbaabul Maghfirati Minal Kitaabi Was Sunnah oleh DR. Sa’id bin ‘Aliy bin Wahf al-Qahthaniy, alih bahasa oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)
_____________________________________
Footnote:
([1]) Istama’a wa anshata, keduanya adalah dua hal yang berbeda, dan kadang bersama-sama. Istima’ adalah adalah mendengarkan dengan seksama, sedang inshaat adalah diam; oleh karena itulah Allah ﷻ berfirman,
]وَإِذَا قُرِىءَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ[
“Dan jika dibacakan al-Qur`an, maka dengarkanlah, dan diamlah kalian.” (QS. al-A’raaf (7): 180), Syarah an-Nawawi ‘alaa Shahiih Muslim, 6/396.
([2]) Man massa al-hashaa faqad laghaa, yaitu berbicara, telah bersepakat perkataan para ahli tafsir bahwa al-laghwu adalah ucapan yang tidak bagus; dan dikatakan kamu merugi (kehilangan) pahala; dikatakan batallah keutamaan jum’atmu; dikatakan jadilah jum’atmu sebagai shalat zhuhur; lihat Fathul Baariy milik Ibnu Hajar 2/414, an-Nihaayah Fii Ghariibi al-Atsariy, milik Ibnul Atsiir, 4/258, Jaami’ al-Ushuul miliknya 5/687.
([3]) Muslim, Kitaabul Jum’at, Bab Keutamaan Orang Yang Mendengarkan Dan Diam Di Dalam Khutbah, no. 857.
([4]) [وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ] yang dimaksud dengannya adalah berlebih-lebihan di dalam membersihkan diri, atau maksudnya adalah membersihkan diri dengan memangkas kumis, memotong kuku, dan mencukur rambut kemaluan; atau yang dimaksud al-ghuslu adalah memandikan tubuh dan at-tathahhur dengan mencuci kepala. Dan sabda beliau [وَيَدَّهِنُ] yang dimaksud dengannya adalah menghilangkan acakan-acakannya rambut. Fathul Baari, milik Ibnu Hajar, 2/371.
([5]) Al-Bukhari, Kitaab al-Jum’at, Bab Berminyak Untuk Shalat Jum’at, no. 883.
([6]) Ibnu Majah, Kitaab Iqaamatushshalaat Wassunnah Fiiha, Bab Riwayat Yang Datang Tentang Berhias Pada Hari Jum’at, no. 1097, al-Albaniy rahimahullah berkata di dalam Shahiih Ibni Majah 1/326, ‘Hasan shahih.’
([7]) Abu Dawud, Kitaabu at-Thaharah, Bab Tentang Mandi Hari Jum’at, no. 343, dihasankan oleh al-Albaniy dalam Shahiih Abu Dawud, 1/103.
([8]) Abu Dawud, Kitaab at-Thahaarah, Bab Tentang Mandi Jum’at, no. 347, dihasankan oleh al-Albaniy dalam Shahiih Sunan Abii Dawud, 1/104.
([9]) Abu Dawud, Kitaabushshalaat, Bab Berbicara Sementara Imam Berkhutbah, no. 1113, dihasankan oleh al-Albaniy dalam Shahiih Abu Dawud, 1/305.
([10]) Para ulama berselisih pendapat tentang makna sabda beliau ﷺ [غسَّل واغتسل، وبكَّر وابتكر], maka dikatakan, ‘Ia adalah kata yang saling menonjol yang dimaksudkan dengannya adalah penegasan, dan tidak terjadi kontradiksi diantara dua makna karena perbedaan dua lafazh. Tidakkah Anda melihat beliau bersabda, [ومشى ولم يركب] ‘Berjalan dan tidak menaiki kendaraan.’ Sementara makna keduanya adalah satu. Kepada pendapat inilah al-Atsram, sahabat Ahmad berpendapat.
Dikatakan sabda beliau ghassala, maknanya adalah membasuh kepala secara khusus, dikarenakan bangsa ‘Arab memiliki banyak rambut; maka penyendirian kata pencucian rambut adalah karena yang demikian. Kepada pendapat ini, Makhul berpendapat.
Dikatakan ightasala maknanya adalah memandikan seluruh tubuh. Sementara sebagian mereka berkata, ghassala, maknanya adalah menggauli istrinya sebelum keluarnya dia menuju shalat jum’at, agar lebih bisa menguasai jiwanya, dan lebih bisa menjaga pandangannya di dalam jalannya menuju masjid. Maka dia mewajibkan mandi bagi istrinya, seakan-akan dia memandikan istrinya dan diapun mandi.
Dikatakan bahwa ghassala itu untuk mandi junub, dan ightasala itu untuk shalat jum’at.
Dikatakan ghassala adalah berlebihan di dalam membersihkan diri dan memijatnya. Ightasala adalah menuangkan air di atasnya.
Dikatakan, mempengaruhi orang lain untuk mandi dengan anjuran dan dorongan, serta mengingatkan.
Sabda beliau bakkara yaitu berangkat di awal waktu. Sementara wabtakara adalah mendapati awal khutbah.
Dikatakan, beliau mengulangnya untuk menegaskan.
Dikatakan, ghassala adalah menyempurnakan wudhu`, kemudian mandi setelah wudhu` untuk shalat jum’at.
Dikatakan, suami memandikan istrinya jika si suami menggaulinya.
Berkata Imam Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya, ‘Barangsiapa berkata di dalam berita ghassala waghtasala (yaitu dengan tasydiid), maka maknanya adalah bersetubuh, dan mewajibkan mandi bagi istrinya, atau budak wanitanya lalu dia mandi. Dan barangsiapa berkata ghasala waghtasala (dengan takhfiif tanpa tasydiid), yang dia maksud adalah membasuh kepalanya, sementara ightasala bermakna melebihkan ke keseluruhan tubuh. Berdasarkan riwayat dari Thawus dari Ibnu ‘Abbas. Lihat Ma’aalimu as-Sunan, milik al-Khaththaabiy, 1/213; al-Mufham milik al-Qurthubiy, 1/484; Jaami’ al-Ushuul milik Ibnul Atsiir 3/430; at-Targhiib milik al-Mundziri, 1/434; Tuhfatul Ahwadzi, 3/3-4.
([11]) Abu Dawud, Kitaab at-Thahaarah, Bab Tentang Mandi Jum’at, no. 345; at-Tirmidzi, Kitaab al-Jum’at, Bab Riwayat Yang Datang Tentang Keutamaan Mandi Pada Hari Jum’at, no. 496; Ibnu Majah, Kitaab Iqaamatushshalawaat, Bab Riwayat Yang Datang Tentang Mandi Pada Hari Jum’at, no. 1087; an-Nasa`iy dalam Kitaab al-Jum’ah, Bab Keutamaan Mandi Pada Hari Jum’at, no. 1380, dishahihkan oleh al-Albaniy dalam Shahiih an-Nasa`iy 1/445, dan di dalam Shahiih rujukan yang terdahulu, dan selainnya, dan di dalam Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib 1/433.
([12]) Zaadul Ma’aad Fii Hadyi Khairil ‘Ibaad, 1/378, 437.
([14]) Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari, Kitaab al-Jum’at, Bab Orang Yang Datang Sementara Imam Sedang Berkhutbah, Dia Shalat Dua Rakaat Ringan, no. 875.