Pemakaian bahan pencegah haidh bagi seorang wanita diperbolehkan dengan dua syarat:
1.Tidak dikhawatirkan berbahaya atasnya, dan jika dikhawatirkan maka tidak boleh menggunakannya berdasarkan firman Allah ﷻ:
وَلَا تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. al-Baqarah: 195)
2, Ada izin dari suami, dan sekalipun telah pasti kebolehannya, maka yang lebih baik adalah tidak menggunakannnya kecuali ada keperluan dikarenakan hal tersebut lebih dekat kepada seimbangnya kesehatan dan keselamatan.
Adapun menggunakan bahan yang mendatangkan haidh juga dibolehkan dengan dua syarat:
1.Wanita tersebut tidak berangan-angan untuk menggugurkan kewajiban, seperti menggunakannya untuk menggugurkan kewajiban shalat, atau menggunakannya mendekati Ramadhan untuk bisa berbuka (tidak berpuasa) atau yang semisalnya.
2. Ada izin dari suami dikarenakan datangnya haidh akan mengahalanginya untuk bersenang-senang dengan istrinya, maka tidak boleh menggunakan apa yang menghalangi haknya kecuali dengan izinnya. Dan jika dia wanita yang di talaq, maka menggunakannya adalah penyegeraan menggugurkan hak suami untuk ruju’ jika dia masih mempunyai kesempatan untuk ruju’.
Adapun menggunakan bahan yang menghalangi kehamilan, maka ada dua macam:
- Menghalanginya secara terus menerus, maka ini tidak diperbolehkan, karena hal tersebut bisa memutus kehamilan dan menyedikitkan keturunan. Dan hal ini menyelisihi tujuan syar’i yaitu untuk memperbanyak umat Islam. Dikarenakan juga tidak aman dari kematian anak-anaknya yang masih ada sehingga tinggallah dia tanpa anak.
- Menghalangi hamil dengan masa tertentu seperti seorang wanita yang sering hamil, sementara kehamilan itu menyulitkannya, maka dia senang kalau mengatur kehamilannya setiap dua tahun sekali atau semisalnya. Maka ini boleh dengan syarat: suaminya mengizinkannya dan tidak membahayakannya.
Adapun menggunakan bahan yang menggugurkan kehamilan maka itu ada dua macam:
- Jika maksud menggugurkannya untuk merusaknya maka
-
- Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh maka hukumnya adalah haram karena termasuk membunuh jiwa tanpa alasan yang benar.
- Jika dilakukan sebelum ditiupkannya ruh maka para ulama telah berbeda pendapat tentang kebolehannya. Dan yang lebih hati-hati adalah melarang menggugurkannya kecuali ada keperluan seperti jika si ibu sakit yang tidak mampu menanggung kehamilan atau yang semisalnya maka boleh menggugurkanya saat itu. Kecuali jika sudah berlalu masa yang memungkinkan jelasnya bentuk manusia, maka dilarang.
2. Menggugurkannya tidak dimaksudkan untuk melenyapkannya([1]), yaitu sekiranya usaha menggugurkannya dilakukan saat berakhirnya masa kehamilan dan dekat dengan saat melahirkan maka ini diperbolehkan dengan syarat tidak membahayakan ibu atau anak.([2]) Wallaahu A’lam.
(Diambil dari kitab Mas-uuliyaatul Mar-ah al-Muslimah, Syaikh DR. Abdullah bin Jarullah al-Jaarullah, di alih bahasakan oleh Muhammad Syahri)
______________________________
Footnote:
([1]) yaitu untuk mempercepat kelahiran,-pent
([2]) Lihat Ad-Dima`ut Thabi’iyyatu Lin Nisa`, hal. 57-58