Para Salaf Dalam Menepati Janji

 

Para Salaf dalam Menepati Janji

 

Dahulu ada seorang shahabat Nabi bernama Anas bin An-Nadhr . Dia amat menyesal karena tidak ikut perang Badr bersama Rasulullah . Dia berjanji jika Allah memperlihatkan kepadanya medan pertempuran bersama Rasulullah , niscaya Allah akan melihat pengorbanan yang dilakukannya.

 

Ketika berkobar perang Uhud, dia berangkat bersama Rasulullah . Dalam perang ini kaum muslimin terpukul mundur dan sebagian lari dari medan pertempuran. Di sinilah terbukti janji Anas. Dia terus maju menerobos barisan musuh sehingga terbunuh. Ketika perang telah usai dan kaum muslimin mencari para syuhada Uhud, didapati pada tubuh Anas bin An-Nadhr ada 80 lebih tusukan pedang, tombak, dan panah, sehingga tidak ada yang bisa mengenalinya kecuali saudarinya. Lalu turunlah ayat Al-Qur`an:

 

مِّنَ ٱلمُؤمِنِينَ رِجَالٞ صَدَقُواْ مَا عَٰهَدُواْ ٱللهَ عَلَيهِ فَمِنهُم مَّن قَضَىٰ نَحبَهۥ وَمِنهُم مَّن يَنتَظِرُۖ وَمَا بَدَّلُواْ تَبدِيلًا ٢٣

 

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya).” (Al-Ahzab: 23)([1])

 

Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata: “Dahulu kami –berjumlah– tujuh atau delapan atau sembilan orang di sisi Nabi . Maka beliau bersabda: “Tidakkah kalian berbai’at kepada Rasulullah?” Maka kami bentangkan tangan kami. Lantas ada yang berkata: “Kami telah berbaiat kepadamu wahai Rasulullah , lalu atas apa kami membaiat anda?” Nabi bersabda:

 

أَنْ تَعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَتُقِيْمُوا الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ وَتَسْمَعُوا وَتُطِيْعُوا – وَأَسَرَّ كَلِمَةً خَفِيَّةً – وَلاَ تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا

 

“Kalian menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya sedikitpun, kalian menegakkan shalat lima waktu, mendengar dan taat (kepada penguasa) –dan Nabi mengucapkan kalimat yang samar– (lalu berkata), dan kalian tidak meminta sesuatu pun kepada manusia.”

 

‘Auf bin Malik berkata: “Sungguh aku melihat cambuk sebagian orang-orang itu jatuh namun mereka tidak meminta kepada seorang pun untuk mengambilkannya.”([2])

 

Seperti itulah besarnya permasalahan menepati janji di mata generasi terbaik umat ini. Karena mereka yakin bahwa janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya di sisi Allah . Dan tiada kalimat yang terucap kecuali di sisinya ada malaikat pencatat. Intinya, keimanan yang benar itulah yang akan mewariskan segala tingkah laku dan perangai terpuji.

 

Hal ini sangat berbeda dengan orang yang hanya bisa memberi janji-janji manis yang tidak pernah ada kenyataannya. Tidakkah mereka takut kepada adzab Allah karena ingkar janji? Tidakkah mereka tahu bahwa ingkar janji adalah akhlak Iblis dan para munafikin? Ya. Seruan ini mungkin bisa didengar, tetapi bagaimana bisa mendengar orang yang telah mati hatinya dan dikuasai oleh setannya.

Iblis Menebar Janji Manis

 

Semenjak Allah menciptakan Adam ‘alaihissalaam dan memuliakannya di hadapan para malaikat, muncullah kedengkian dan menyalalah api permusuhan pada diri Iblis. Terlebih lagi ketika Allah mengutuknya dan mengusirnya dari surga. Iblis berikrar akan menyesatkan manusia dengan mendatangi mereka dari berbagai arah sehingga dia mendapat teman yang banyak di neraka nanti. Berbagai cara licik dilakukan oleh Iblis. Di antaranya dengan membisikkan pada hati manusia janji-janji palsu dan angan-angan yang hampa.

 

Pada waktu perang Badr, Iblis datang bersama para setan pasukannya dengan membawa bendera. Ia menjelma seperti seorang lelaki dari Bani Mudlaj dalam bentuk seseorang yang bernama Suraqah bin Malik bin Ju’syum. Ia berkata kepada kaum musyrikin: “Tidak ada seorang manusia pun yang bisa menang atas kalian pada hari ini. Dan aku ini sesungguhnya pelindung kalian.” Tatkala dua pasukan siap bertempur, Rasulullah mengambil segenggam debu lalu menaburkannya pada wajah pasukan musyrikin sehingga mereka lari ke belakang. Kemudian malaikat Jibril mendatangi Iblis. Ketika Iblis melihat Jibril dan waktu itu tangannya ada pada genggaman seorang lelaki, ia berusaha melepaskannya kemudian lari terbirit-birit beserta pasukannya. Lelaki tadi berkata: “Wahai Suraqah, bukankah kamu telah menyatakan pembelaan terhadap kami?” Iblis berkata: “Aku melihat apa yang tidak kamu lihat.”([3])

 

Allah berfirman:

 

وَإِذ زَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيطَٰنُ أَعمَٰلَهُم وَقَالَ لَا غَالِبَ لَكُمُ ٱليَومَ مِنَ ٱلنَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَّكُمْ فَلَمَّا تَرَآءَتِ ٱلفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَىٰ عَقِبَيهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيٓءٌ مِّنكُم إِنِّيٓ أَرَىٰ مَا لَا تَرَونَ إِنِّيٓ أَخَافُ ٱللَّهَۚ وَٱللهُ شَدِيدُ ٱلعِقَابِ ٤٨

 

“Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: ‘Tidak ada seorang manusia pun yang bisa menang atas kalian pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu.’ Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling melihat (berhadapan), setan itu berbalik ke belakang seraya berkata: ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari kalian; sesungguhnya aku melihat apa yang kalian tidak melihatnya; sesungguhnya aku takut kepada Allah.’ Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” (Al-Anfal: 48)

Tanda-tanda Kemunafikan

 

Menepati janji adalah bagian dari iman. Barangsiapa yang tidak menjaga perjanjiannya maka tidak ada agama baginya. Maka seperti itu pula ingkar janji, termasuk tanda kemunafikan dan bukti atas adanya makar yang jelek serta rusaknya hati.

 

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ

 

“Tanda-tanda munafik ada tiga; apabila berbicara dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya khianat.”([4])

 

Seorang mukmin tampil beda dengan munafik. Apabila dia berbicara, jujur ucapannya. Bila telah berjanji ia menepatinya, dan jika dipercaya untuk menjaga ucapan, harta, dan hak, maka ia menjaganya. Sesungguhnya menepati janji adalah barometer yang dengannya diketahui orang yang baik dari yang jelek, dan orang yang mulia dari yang rendahan.([5])

 

(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)

__________________________________

Footnote:

([1]) Lihat Tafsir Ibnu Katsir, Surat Al-Ahzab, 3/484 dan Shahih Sunan At-Tirmidzi (3200)

([2]) Shahih Sunan Ibnu Majah no. 2334

([3]) Tafsir Ibnu Katsir, 2/330 dan Ar-Rahiq Al-Makhtum hal. 304

([4]) HR. Muslim, Kitabul Iman, Bab Khishalul Munafiq (107)

([5]) Lihat Khuthab Mukhtarah, hal. 382-383

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *