Panggilan Ummi, Ibu, atau Adek untuk istri?

[arabic-font]السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ[/arabic-font]

Ustadz saya mau nanya…haramkah memanggil seorang istri dengan sebutan ibu,ummi ato dek?
Lalu apa yg dimaksud dengan zhihar?
Sekian tadz…Trima kasih ustadz

✏️Jawab:
[arabic-font] وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته[/arabic-font]

📌Pada dasarnya, tatkala seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan “Ummi – Mik” atau “Buk” atau “Dik” atau “Diknya” atau “mama”, itu kembali kepada niat dan ‘urf kebiasaan masyarakat yang ada. Apa maksud dengan panggilan tersebut.

📌Dan kalau kita tilik, maka tatkala suami memanggil istrinya dengan panggilan tersebut, tidak ada niat sama sekali dari sang suami untuk menzhihar istrinya, mengharamkan istrinya dari digauli olehnya sebagaimana haramnya ibu dan adik, dan mahram-mahramnya.

📌Tidak pernah terbersit di dalam masyarakat tatkala seorang suami memanggil istrinya “buk”, “mik” bahwa dia bermaksud ‘wahai ibuku’, namun itu adalah sebuah panggilan kesayangan, romantisme dan dalam rangka mengajari anak-anak mereka bagaimana cara memanggil ibu-ibu mereka.

📌Sementara Nabi bersabda,

[arabic-font]إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى[/arabic-font]

“Semua amalan mesti dibangun di atas niat, dan setiap orang hanyalah akan mendapatkan sesuai apa-apa yang dia niatkan.” (Muttafaq ‘alaih).

📌Imam Ibnu Qudamah Rohimahulloh mengatakan: “Apabila (suami) mengatakan: “Kamu di sisiku seperti ibuku atau semisal dengan ibuku,” apabila meniatkan dhihar maka dihukumi dhihar, menurut pendapat keseluruhan ulama. Namun, jika meniatkan untuk penghormatan dan pemuliaan (sebagaimana mulianya ibu di sisi sang anak) maka bukanlah dhihar… Demikian pula jika mengatakan: “Kamu itu adalah ummi (ibuku) atau “istriku itu adalah ummi (ibuku).” (Al-Mughny: 6/ 8)

📌Al-Lajnah Ad-Daimah ketika ditanyakan kepada mereka permasalahan semisal ini menjawab: “Jika seorang suami berkata kepada istrinya:“Aku adalah saudaramu,”atau“Kamu adalah saudariku,”atau“Kamu itu adalah ibuku,”atau“seperti ibuku,”apabila menginginkan dengannya bahwa sang istri itu sama dengan orang-orang yang disebut tersebut dari sisi kemuliaan, kedekatan, kebaikan, penghormatan, atau dia sama sekali tidak meniatkan (dhihar) dan tidak pula ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa dia meniatkan dhihar, maka apa-apa yang dia ungkapkan tersebut bukanlah dhihar dan tidak ada konsekuensi apapun atas ucapan dia itu. Namun, apabila dia menginginkan dengan kalimat-kalimat tadi dan yang semisalnya adalah dhihar, atau adanya tanda-tanda yang menunjukkan niatan dhihar padanya, seperti: terlontarnya kalimat tersebut dengan kemarahan atau sebagai bentuk ancaman untuk istri, maka yang demikian ini dihukumi dhihar, dan merupakan perbuatan yang haram. Wajib atasnya bertaubat dan membayar kaffaroh sebelum mendatangi istrinya (jima’-red) yang berupa: membebaskan seorang budak. Apabila tidak mendapatkannya maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Apabila tidak mampu, maka (kaffarohnya) adalah memberi makan enam puluh orang miskin.”(Fatwa Lajnah: 20/ 274) [lihat juga: Hasyiah Ibnil Qoyyim ‘ala sunan Abi Dawud bersama ‘Aunul Ma’bud: 6/ 212)

📌Syaikh Ibnu ‘Utsaimin–Rohimahulloh- ketika beliau ditanya:
“Apakah boleh seorang laki-laki berkata kepada istrinya: “Ya ukhty” dengan maksud sebagai ungkapan cinta semata, atau mengatakan: “Ya ummi” dengan maksud sebagai ungkapan cinta semata?”

📌Beliau menjawab: “Ya, boleh baginya untuk mengatakan kepadanya (istri):Yaa ukhty atau Yaa ummi,atau ungkapan-ungkapan lain yang semisal dengannya yang menimbulkan kasih sayang dan kecintaan. Walaupun sebagian ulama memakruhkan seorang laki-laki memanggil istrinya dengan ungkapan-ungkapan seperti ini.
Akan tetapi,tidak ada alasan untuk dihukumi makruh.Sebab amalan-amalan itu sesuai dengan niatnya. Dan laki-laki ini tidaklah meniatkan dengan ungkapan-ungkapan tersebut bahwa istrinya itu haram baginya dan menjadi mahramnya. Dia hanyalah menginginkan dengannya ungkapan kasih sayang terhadap (sang istri) dan ungkapan kecintaan kepadanya. Semua hal yang menjadi sebab saling menyayangi diantara suami dan istri baik itu datangnya dari suami ataupun dari pihak istri, sesungguhnya yang demikian itu adalah hal yang diharapkan.

📚[Fatawa Barnamij Nur ‘alad Darb biwashithoh: Mauqi’ Al-Islam Sualun wa jawaab].

📌Adapun zhihar, maka Zhihar berasal dari kata ‘punggung’. Karena asli dari bentuk zhihar yaitu memanggil istri dengan ‘engkau bagiku seperti punggung ibuku’.

📌Sedangkan secara istilah yang dimaksud zhihar adalah suami menyerupakan istrinya pada sesuatu yang haram pada salah salah satu mahramnya seperti ibunya atau saudara perempuannya.
Panggilan zhihar seperti di atas di masa Jahiliyyah dianggap sebagai talak. Ketika Islam datang, ucapan semacam itu tidak dianggap talak. (Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 2: 14)

🍂 Wallahu ta’ala a’lam bish-showab.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

🌺 Group Tanya Jawab Khusus Muslimah 🌺
📘 Majelis Taklim Salsabila Alumni SMANDA/SMUNDA 📘
📲 Untuk bergabung ketik “GABUNG_Nama_Angkatan” KIRIM ke no. +6285749060476📕
📲 Join via Telegram https://telegram.me/akhowatsmanda atau klik http://bit.ly/20jtqpe untuk melihat kumpulan tanya jawab dari awal.
🌎 http://www.attabiin.com/category/konsul-salsabila/
📻 Ikuti siaran radio al-Umm 102,5 FM Malang, Relay Pandaan dan sekitarnya di 102,8 FM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *